ARTI,
CIRI, DAN TIPE PAGUYUBAN
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, paguyuban didefinisikan sebagai perkumpulan yang
bersifat kekeluargaan, didirikan oleh orang-orang yang sepaham (sedarah) untuk
membina persatuan (kerukunan) di antara para anggotanya. Senada, Ferdinand
Tonnies mengemukakan bahwa paguyuban merupakan kelompok sosial yang anggotanya
memiliki ikatan batin yang murni, bersifat alamiah, dan kekal.
Ferdinand
Tonnies melanjutkan, paguyuban (atau gemeinschaft dalam bahasa Jerman) memiliki
ciri-ciri seperti terdapat ikatan batin yang kuat antar-anggota dan hubungan
antar-anggota bersifat informal (tidak resmi). Secara lebih luas, paguyuban
memiliki ciri:
Disemangati
kebersamaan, keterlibatan, komunikasi, sehati, dan sejiwa dalam suka maupun
duka.
Kebersamaan
setiap anggotanya yang se-detak jantung, yang hidup dalam kebersamaan, memiliki
kepekaan, dan bertindak saling mengasihi.
Bentuk
kehidupan bersama yang menghayati solidaritas dalam memanfaatkan segala
perbedaan untuk mencapai tujuan bersama.
Kebutuhan
untuk hidup berkelompok yang berlandaskan pada kepercayaan yang satu.
Paguyuban
sendiri bisa dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1.
Paguyuban karena ikatan darah
(gemeinschaft by blood) atau kelompok genealogis, yaitu kelompok yang terbentuk
berdasarkan hubungan sedarah. Kelompok genealogis memiliki tingkat solidaritas
yang tinggi karena adanya keyakinan tentang kesamaan nenek moyang, misalnya
keluarga atau kelompok kekerabatan.
2.
Paguyuban
karena tempat (gemeinschaft of place) atau komunitas,
yaitu kelompok sosial yang terbentuk berdasarkan lokalitas. Misalnya, beberapa
keluarga yang berdekatan membentuk RT (Rukun Tetangga), dan selanjutnya
sejumlah Rukun Tetangga membentuk RW (Rukun Warga).
3.
Paguyuban karena ideologi (gemeinschaft
of mind), yaitu kelompok sosial yang terbentuk karena memiliki ideologi atau
pemahaman yang sama, misalnya partai politik berdasarkan agama.
Semua
paguyuban bisa dikategorikan sebagai suatu organisasi. Tetapi, tidak semua
organisasi bisa disebut paguyuban. Pasalnya, asas dasar dari sebuah organisasi
belum tentu cinta kasih atau ikatan batin. Bisa jadi, asas organisasi hanya
berdasarkan pada kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu atau hanya
berdasarkan kepentingan saja.
Any.web.id.
PEMBENTUKAN
PAGUYUBAN PEDAGANG PASAR
Paguyuban
pedagang pasar memegang peran penting pada pengelolaan pasar tradisional milik
Pemerintah Daerah bersama dengan pihak pengelola pasar dalam bentuk pola
kemitraan. Oleh karenanya di setiap pasar tradisional perlu dibentuk paguyuban
pedagang, sehingga tugas pihak pengelola pasar menjadi lebih ringan mengingat
pada umumnya pengelola memiliki keterbatasan jumlah personil dan dana yang
tersedia.
Pembentukan
paguyuban pedagang di pasar-pasar tradisional di kebanyakan kota-kota besar
relatif mudah dilakukan, bahkan ketika paguyuban ini sudah berdiri para
pedagang sudah mampu mengembangkan paguyubannya sehingga paguyuban dapat dengan
cepat bertindak ketika dihadapkan permasalahan yang berkaitan dengan aktivitas
berdagang. Misalnya dalam penanganan permasalahan sampah, paguyuban pedagang
langsung bertindak mencari jalan ke luarnya, sekalipun belum mendapatkan arahan
dan dukungan dari pihak pengelola pasar. Bahkan seringkali dijumpai, paguyuban
telah bertindak lebih maju, yaitu mengajukan proposal tentang penanganan sampah
pasar dan membentuk satuan petugas sampah beserta pendanaannya yang ini semua
ditanggung oleh paguyuban pedagang, sebelum pihak pengelola meminta partisipasi
para pedagang pasar untuk berperan serta dalam penanganan masalah sampah.
Mengingat
tingkat kehidupan masyarakat di berbagai daerah berbeda-beda, maka dalam
pembentukan paguyuban juga diperlukan cara yang berbeda-beda dan waktu yang
diperlukannya pun berbeda-beda. Pembentukan
di pasar-pasar tradisional di kabupaten/kota-kota kecil lebih memerlukan upaya
ekstra dan waktu yang lebih lama, mengingat kemampuan dan pengalaman para
pedagang dalam berorganisasi sangat lemah. Sebaliknya bagi para pedagang di
pasar tradisional di kota-kota besar mereka kebanyakan sudah memiliki
pengalaman beroganisasi, biasanya di organisasi sosial keagamaan dalam waktu
yang cukup panjang. Sehingga ketika
mereka diajak berorganisasi di paguyuban pedagang, relatif mudah, hanya memerlukan
sedikit penyuasaian diri.
Untuk
membentuk paguyuban pedagang di pasar-pasar tradisional di kabupaten/kota-kota
kecil pada awalnya harus terlebih dahulu dilakukan upaya untuk membiasakan para pedagang berkumpul dalam
kelompok-kelompok kecil sebagai media berhimpun dalam berbagai kegiatan sosial
keagamaan seperti mengaji, berkunjung ke keluarga yang sedang ditimpa musibah
kemalangan (sakit dan meninggal) atau yang sedang mendapatkan kesempatan punya
hajatan. Dalam kelompok-kelompok kecil ini tentu ada yang mengorganisir
yang biasanya sebagai pemimpin kelompok yang ditunjuk oleh para pedagang dan
kegiatan mengumpulkan uang sebagai
sumbangan sukarela dari setiap pedagang. Selanjutnya, untuk lebih
mempererat dan mengikat para pedagang biasanya dikembangkan suatu kegiatan arisan dan simpan pinjam. Kalau
kegiatan seperti ini sudah mulai dilakukan, maka biasanya diperlukan jumlah
pengurus kelompok yang lebih banyak, yaitu sekretaris
dan bendahara. Pada tahap ini biasanya kelompok para pedagang sudah mulai
tumbuh dan berkembang dan sudah dapat diperluas cakupan keanggotaannya sehingga
bisa terbentuk paguyuban pedagang.
Agar
pembentukan paguyuban pedagang seperti yang tahapannya telah diutarakan di
muka, maka terlebih dahulu diketahui karakteristik umum dari pedagang pasar
tradisional. Paguyuban pedagang hendaknya dibentuk secara alamiah, yakni para
pedagang secara sukarela tanpa paksaan berhimpun dalam paguyuban atas
kemauannya sendiri, karena mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama di bidang
ekonomi khususnya dalam hal berjual beli di pasar. Para pedagang bersedia
untuk mengikat diri dalam wadah paguyuban karena memiliki kepentingan dan
tujuan yang sama. Di sini perlu penjelasan atau sosialisasi yang
berulang-ulang, karena untuk meyakinkan bahwa pentingnya berhimpun dalam
paguyuban dibanding berdagang sendiri-sendiri tanpa ada wadah paguyuban untuk
berorganisasi. Biasanya para pedagang
sulit diorganisir dalam paguyuban karena pada dasarnya mereka saling bersaing
diantara sesama pedagang. Berdasarkan penelitian Lembaga Penelitian SMERU
(November,2007), pesaing terberat adalah sesama pedagang di dalam pasar
(38,96%), kemudian para pedagang kaki lima/PKL (27,27%), sedangkan minimarket
dan supermarket hanya 7,80% dan pedagang keliling 0,65%, sisanya tidak
diketahu.
Di
sinilah diperlukan pihak yang bertindak
sebagai starter, bisa dari kalangan pedagang sendiri biasanya dari di luar
kelompok yang dianggap cukup memiliki kharisma untuk mempersatukan mereka atau
dari pihak lain yang dekat dengan pedagang, seperti pihak pengelola pasar.
Paguyuban pedagang yang dibentuk secara
alamiah di mana para pedagang pasar berkumpul tanpa paskaan atau atas
kemauannya sendiri, dapat dikatakan sebagai suatu komunitas moral dalam skala
kecil di suatu pasar tradisional. Menurut
Sztomka, komunitas sosial dibangun di atas tiga hal: kepercayaan (trust), loyalitas
(loyalty), dan solidaritas (solidarity). Ketiga hal tersebut diartikan
sebagai tiga pilar komunitas moral yang juga merupakan pilar tumbuhnya suatu
organisasi ekonomi yang kuat, jika di
kemudian hari paguyuban pedagang pasar
ini dikembangkan menjadi Koperasi Pedagang Pasar atau Koperasi Pasar ketika
anggotanya tidak sebatas para pedagang pasar semata.
Kepercayaan (trust) adalah pilar pertama
yang menjadi pertanyaan adalah,apakah masyarakat pedagang dapat digolongkan ke
dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi (high-trust society)
atau sebaliknya, masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan rendah (low-trust
society). Biasanya negara yang masyarakatnya memiliki tingkat kepercayaan yang
tinggi seperti Jepang dan Amerika Serikat akan mampu mencapai keberhasilan
ekonomi yang tinggi pula. Kalau melihat hasil penelitian Lembaga Penelitian
SMERU seperti yang sudah diuraikan di atas,karena sesama pedagang pasar saling
bersaing maka tingkat kepercayaan di antara mereka adalah rendah. Sehingga di
sini perlu dibangun terlebih dahulu rasa
kepercayaan di antara mereka sebelum membentuk paguyuban. Di sini perlunya
bantuan pihak lain dari luar kelompok pedagang, untuk dapat menumbuhkan rasa saling
percaya di antara sesama pedagang, karena seringkali seseorang pedagang yang
akan mengajak pihak lain akan sulit mendapatkan kepercayaan dari para pedagang
lain.
Loyalitas (loyalty) sebagai pilar yang
kedua terbentuk setelah atau hampir bersamaan terbentuknya tingkat kepercayaan
yang tinggi di mana proses pembentukan kepercayaan sudah berlangsung cukup lama
secara berkesinambungan. Proses ini memerlukan kejujuran dan ketelatenan dari
semua pihak yang terlibat. Loyalitas yang sudah terbentuk menjadikan para
pedagang patuh dan loyal terhadap paguyuban di mana mereka berorganisasi.
Solidaritas (soridarity) atau rasa
setiakawan dari pedagang yang merupakan pilar ketiga, pada dasarnya
merupakan solidaritas mekanik yang biasa diketemukan di kalangan masyarakat
tradisional termasuk masyarakat pedagang pasar tradisional. Solidaritas mekanik
didasarkan pada kesadaran kolektif bersama.Solidaritas ini didasarkan atas
nurani kolektif yang kuat, yakni pengertian-pengertian, norma-norma dan
kepercayaan yang lebih banyak dianut bersama. Menurut Durkheim, pada dasarnya
solidaritas dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu solidaritas mekanik dan
solidaritas organik. Solidaritas organik ditemukan di dalam masyarakat moderen
di mana solidaritas dipersatukan oleh spesialisasi orang-orang dan kebutuhan
mereka untuk layanan-layanan dari banyak orang.
Sifat-sifat
natural sosial yang ada dalam masyarakat pedagang pasar tradisional menjadikan
kesadaran kolektifitas sangat dominan, di mana komunitas berperan dalam
menghukum orang-orang yang menyimpang dan masyarakatnya memegang konsensus
terhadap pola-pola normatif yang berlaku. Sifat-sifat sosial inilah yang perlu
diperhatikan ketika membentuk suatu paguyuban pedagang, karena sifat-sifat ini
nantinya yang mewarnai mekanisme prosedural organisasi paguyuban pedagang.
Sifat-sifat pokok masyarakat pada solidaritas mekanik seperti tidak ada
pembagian kerja yang kuat serta saling ketergantungan yang rendah di antara
pedagang pasar perlu diperbaiki dengan memperkenalkan pentingnya kepengurusan
paguyuban agar kelak dapat mengelola kepentingan dan tujuan bersama di bidang
ekonomi. Seperti diketahui bahwa paguyuban merupakan wadah pedagang pasar yang
mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama di bidang ekonomi. Di antara
pengurus paguyuban hendaknya harus ada pembagian kerja dan ada saling
ketergantungan. Jadi di antara para pengurus harus diperkenalkan pembentukan
solidaritas organik yang biasa terjadi pada masyarakat industrial perkotaan.
Jadi
dengan memperhatikan ketiga modal sosial yang terdapat pada komunitas pedagang
sebagai suatu komunitas sosial, maka dalam pembentukan paguyuban pedagang pasar
tradisional yang perlu dilakukan
terlebih dahulu adalah pembangunan
kepercayaan di antara para pedagang, kemudian secara bersamaan perlahan-lahan
dibangun rasa loyalitas dan kesetiakawanan (soldaritas) di antara mereka.
Keterlibatan pihak lain yang dekat dengan kelompok pedagang seperti pihak
pengelola pasar dan para pembina pasar tradisional. Langkah-langkah ini perlu
dilakukan dengan penuh ketelatenan dan secara berkesinambungan.
Pasarku Pasar
Traditional.