DAMPAK DARI
IBADAH ONLINE BAGI PERTUMBUHAN GEREJA
PENDAHULUAN:
Internet pada faktanya telah menyatu dengan kehidupan masa kini.
Kehadirannya tidak saja telah mengubah banyak hal dalam tatanan kehidupan
sosial, tetapi juga telah mengubah perilaku keagamaan dan pertumbuhan gereja.
Perilaku ibadah yang selama ini terbatasi oleh ruang dan waktu, dan itu telah
dijadikan standar baku keimanan seseorang, sekarang tidak lagi demikian. Bukan
saja terkait dengan ruang serta waktu peribadatan, bahkan lebih dari itu
liturgi gereja yang selama ini disakralkan pun juga ikut berubah.
Prinsip
yang fundamental bagi semua kehidupan adalah bahwa organisme hidup itu tumbuh.
Pertumbuhan itu alamiah, sebagai pernyataan kehidupan yang spontan. Satu-satunya
cara yang menghentikan pertumbuhan adalah penyakit atau kematian.
Gereja Yesus Kristus terutama merupakan sebuah organisme hidup dan kedua
sebagai organisasi.
Segala sesuatu tentang gereja melibatkan kehidupan. Yesus kristus,
kepala gereja adalah Juruselamat yang hidup.
Gereja termasuk individu dan dihidupkan secara rohani sebagai akibat
dari kelahiran baru (Yoh. 3:3; Ef.2:1-3).
Baik secara individu atau secara lembaga gereja didiami oleh Roh yang
hidup (Yoh. 14; 1 Kor.3:16-17), dan pekerjaannya dipimpinan oleh sebuah buku
kehidupan (Ibrani 4:12). Karena gereja berdenyut seiring kehidupan Kristus,
kita berharap gereja bertumbuh, kecuali pertumbuhannya dihambat oleh penyakit.
Untuk memutuskan bahwa Allah tidak menghendaki kita, sebagai
gereja-gereja, untuk bertumbuh berarti kita telah memutuskan untuk mati.
Tidak ada pilihan lain, karena makhluk hidup seharusnya bertumbuh.
Gereja harus bertumbuh karena gereja itu hidup.
Para pendeta rindu akan pengetahuan tentang bagaimana mendapat atau
mempertahankan kesehatan gereja-gereja mereka dalam keadaan atau situasi
sekarang pandemic covid-19 ini, gereja ingin kesehatan dalam gereja yang merupakan
masalah yang fundamental, gerakan pertumbuhan gereja dipusatkan pada aspek
diagnostik dan memberikan sarana untuk membantu gereja-gereja menentukan
keadaan kesehatan gereja.
Pertumbuhan gereja adalah kenaikan yang seimbang dan kuantitas, kualitas
dan kompleksitas organisasi sebuah gereja lokal. Secara global dunia sekarang
menghadapi persoalan besar terkait dengan wabah corona-covid 19.
Virus ini telah menghancurkan sendi-sendi vital kehidupan manusia. Salah
satu dampaknya adalah, aktivitas pembelajaran diselengarakan secara jarak jauh
menggunakan aplikasi pada internet. Demikian juga berbagai kegiatan yang
bersifat pengerahan masa juga dilarang untuk dilaksanakan, termasuk pelaksanaan
peribadatan untuk semua agama yang ada di Indonesia.
Pada awalnya pelarangan untuk melaksanakan peribadatan ini menimbulkan
pro dan kontra, tetapi pada pelaksanaannya, seluruh komponen keagamaan dengan
kesadaran akan bahaya penularan covid-19, dengan rela tidak melaksanakan
peribadatan di tempat-tempat ibadah yang lazim digunakan, tidak ada lagi ibadah
di gedung gereja. Ibadah gereja mulai dialihkan secara Online, melalui
teknologi live streaming.
Semua itu bertujuan untuk berpartisipasi dalam menghambat laju penularan
covid-19 yang bisa terjadi melalui kontak fisik.
Dalam kondisi seperti gereja mengalami pergumulan, berkenaan telah
terjadinya perubahan sosial. Perubahan sosial ini telah menuntut perubahan pola
peribadatan bagi aktivitas kegerejaan.
Perubahan ini adalah keniscayaan, dan apabila gereja tidak
mengantisipasinya, pastilah akan ditinggalkan umat.
Dengan ini disarankan agar gereja bersikap terbuka terhadap fenomena
ini, berupaya serius untuk menjangkau, melayani umat sesuai konteks terhadap
zaman yang sedang terjadi. Gereja tidak perlu apriori atau bahkan apatis.
Sikap seperti ini justru akan merugikan gereja sendiri. Salah satu
kondisi yang berbahaya bagi gereja adalah ketika gereja sudah tidak lagi
relevan pada suatu perubahan sosial.
Kita mengidentifikasi bahwa saat ini merupakan lahir dan berkembangnya
“Gereja-gereja Cyber-Cyber churhes” dari gaya broadcast ke pola peribadatan
Virtual. Pada awalnya gereja ini menggunakan website dengan kelompok-kelompok
melaksanakn ibadah secara online.
Perubahan Cara Beribadah Melihat situasi keadaan dunia secara umum dan
Indonesia secara khusus, dengan keadaan semua dilarang berkumpul dalam jumlah
besar dan harus kembali di rumah untuk mengurangi atau memberhentikan
penyebaran Covid-19, hampir semua sektor kehidupan merasakan dampaknya. Salah
satunya adalah dibatasinya ibadah di gereja. Sebagian besar gereja, baik di
Indonesia maupun luar negeri sudah tidak lagi mengadakan pertemuan bersama di
gedung gereja, mereka melakukan ibadah di rumah secara online.
Awalnya, ada banyak sikap pendeta yang tidak sejalan dengan anjuran
pemerintah tersebut, namun seiring berjalannya waktu hampir setiap minggunya
ibadah dilakukan secara live streaming.
Fenomena sampar modern ini telah menstimulasi gereja untuk melakukan
strategi dalam beribadah, tidak terbatas pada pola konvensional, yakni bertemu
di rumah ibadah.
Ketika bait Allah yang didirikan Salomo dihancurkan oleh tentara Babel,
hal tersebut mengubah cara pandang selama berabad-abad Kerajaan Yehuda, yang
menjadikan bait Allah di Yerusalem sebagai kebanggaan dan pusat ibadah.
Hancurnya bait Allah, bangsa Yehuda dipaksa untuk memikirkan ulang
esensi ibadah mereka.
Suku Yehuda menyimpulkan dalam ibadah bukanlah persembahan, tetapi
ketaatan (1Sam. 15:22).
Pembuangan ke Babel membuat paradigma yang berbeda dalam ibadah umat
Tuhan: fokus pada ritual (persembahan kurban) bergeser pada ketaatan
(pengajaran firman).
Ibadah bersama dalam skala besar sekarang menjadi ibadah dalam skala
yang lebih kecil. Gereja modern, khususnya gereja-gereja yang telah menerapkan Small
Group (Kelompok Kecil) secara baik tidak terlalu kesulitan menerapkan sistem
ini, yakni ibadah di rumah-rumah.
Peristiwa Covid-19 ini harus dilihat secara berimbang, dalam artian
tidak sekadar pada wabah penyakit menular dan mematikan, yang harus memaksakan
pembatasan sosial dan berdampak pada gereja. Karena sejatinya, Covid-19 ini
hanya sebuah bentuk lain dari wabah yang lain yang pernah ada dan akan ada
lagi, seperti halnya sampar.
Wabah seperti ini pernah ada sebelumnya, dan umat Tuhan diajarkan untuk
menyatakan sikap terkait pola ibadahnya. Dan ketika wabah yang hampir serupa
ini muncul lagi dan mungkin dengan intensitas yang lebih besar, maka lagi-lagi
gereja saat ini harus menyatakan sikap, juga terkait pola ibadahnya.
Artinya, yang perlu ditandaskan dalam kasus ini adalah sebuah sikap
untuk tetap menyatakan ibadah kepada Allah dalam beragam bentuk yang
disesuaikan dengan zamannya.
Esensi gereja rumah adalah gereja atau ibadah yang fokus pada
persekutuan keluarga sebagai pilar gereja.
Ketika dunia yang dilayani berubah, gereja
harus dapat menyesuaikan pelayanannya dengan perubahan itu, tetapi tidak mengubah
tujuan pokoknya, melaksanakan tugas tersebut sedemikian rupa sehingga
menjangkau setiap orang di mana dan kapan pun mereka berada.
Kekurangan dan Kelebihan Ibadah
Online
Namun
harus di akui bahwa pelaksanaan Ibadah secara Online itu bukan suatu yang
mudah. Ini memerlukan persiapan yang matang, sebab tidak semua gereja siap
dengan cara seperti ini, baik pendeta maupun jemaat masih belum terbiasa dengan
pola ibadah online, khususnya yang ada di perdesaan yang kurang sinyal atau
jaringan untuk melakukan Ibadah online. Kekurangan pola ini adalah tidak
terjadinya kontak personal antar jemaat.
Kebaktian mingguan yang biasanya diwarnai
dengan berbagai symbol keakraban atau kebersamaan yang memberi daya pikat
sendiri bagi jemaat, seringkali mereka merasa bahwa kebaktian seperti ini hanya
seperti main-main saja, dan belum masuk ke hadirat Allah secara
sungguh-sungguh. Di sisi lain terkait dengan kondisi jemaat.
Jemaat belum siap baik secara mental,
spiritual dan fisik untuk mengikuti ibadah dengan Online. Kendala berikutnya
terkait dengan persembahan. Memang jemaat dihimbau untuk memberi persembahan
melalui transfer ke nomor rekening gereja, tetapi masalahnya tidak semua jemaat
memiliki mengerti dengan cara seperti ini, apa lagi gereja yang ada di pedesaan
yang jauh dari perkotaan untuk mentransfer uang, ini sangatlah menyulitkan bagi
jemaat ataupun pendeta yang ada di pedesaan.
Kebaktian dengan cara seperti ini memiliki
banyak keuntungan ibadah online, di antaranya semua jemaat dapat terlibat, khususnya
gereja-gereja yang ada di perkotaan dan tidak dibatasi territorial negara. Pada
kenyataannya kebaktian dengan cara ibadah online ini dapat melibatkan seluruh
jemaat bahkan yang ada di luar negeri untuk menyampaikan kabar baik (Injil)
melalui online yaitu Youtube, Facebook, life streaming, Instagram, Google meet,
zoom, dan aplikasi lainnya. Dengan ibadah online juga membuat jemaat tidak
harus keluar rumah untuk ibadah, cukup hanya membuka Youtube, zoom, ataupun
Google Meet di rumah.
Untuk melihat pendeta tau Gembala berkotbah,
tidak perlu lagi untuk tatap muka. Ibadah Online juga menguntungkan jemaat
untuk tidak macet di jalan untuk pergi ibadah, khususnya gereja-gereja yang ada
dikota-kota besar. Persembahan dilakukan dengan menstranfer uang ke rekening
gereja. Jemaat sangat terlihat antusias mengikuti kebaktian dengan Ibadah
online dan sangat membantu jemaat yang ada dikota untuk tidak harus mengikuti
ibadah digereja melainkan hanya di rumah melalui media.
Tujuan Ibadah
Online
Pelaksanaan ibadah secara online ini
memiliki beberapa model. Semua
ini sangat tergantung pada aplikasi yang di gunakan. Aplikasi-aplikasi computer berkenaan dengan
pelaksanaan ibadah secara online ini sangat banyak ragamnya.
Hal ini dapat menjadi alternatif pilihan:
Facebook, Istragram, Google meet, Zoom, dan aplikasi lainnya.
Secara liturgis, gereja-gereja yang
melaksanakan ibadah secara online ini tidak melakukan liturgis yang jauh dari
kebiasaannya, hanya waktu lebih dipersingkat. Dalam prosesnya, jemaat
dimasukkan ke dalam grup yang telah dibuat, semuanya nanti akan dinotivikasi
untuk waktu pelaksanaan ibadah. Ibadah diselenggarakan sesuai waktu ibadah
mingguan gereja. Pendeta-pengkotbah, pemimpin acara, pemusik dan singer
melaksanakan ibadah di gereja, sementara jemaat tinggal di rumah masing-masing
dan membuka gadget untuk mengikuti kebaktian secara streaming.
Kebaktian diselenggarakan selama 1 jam,
dengan urutan acara yang lebih disederhanakan dibanding dengan kebaktian biasa.
Namun semua elemen dalam peribadatan ada di dalamnya: penyembahan atau pujian,
penyampaian Firman, persembahan, doa syafaat, dan diakhiri dengan doa penutup
dan berkat. Tetapi ada juga yang menyelengarakan kebaktian di studio. Pendeta,
pemimpin acara dan singer pergi ke studio untuk melaksanakan proses ibadah, dan
semua jemaat mengikuti dari rumah dengan melihat di monitor atau handphone
masing-masing.
Sebelum dilaksanakan kebaktian dengan cara
ini, diumumkan terlebih dahulu agar jemaat berpakain rapi sebagaimana ketika di
gereja, sebab semua jemaat yang terlibat di dalam kebaktian dapat dilihat di
dalam monitor secara online. Tujuan ibadah online memperluas penginjilan
diseluruh dunia, melalui facebook, istragram, Google meet, Zoom, dan aplikasi
lain untuk mempermudah pengabaran injil melalui ibadah online, melalui ibadah
online injil kepada setiap manusia yang percaya dapat diselamatkan dari
penghukuman Allah.
Kabar baik atau injil ini penting untuk
didengar oleh semua orang, karena pada dasarnya Injil itu untuk semua orang.
Hal ini tampak dari perkataan Tuhan Yesus berikut: “Pergilah ke seluruh dunia,
beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan
diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya dihukum(Mark. 16:15-16).
Jadi, salah satu tujuan dari ibadah online
untuk memberitakan Injil untuk semua manusia di seluruh dunia merupakan bukti
dan fakta keuniversalan dari Injil tersebut. Tujuan dari ibadah online ini yang
pertama adalah memuliakan Allah. Ibadah yang berpusat pada Allah seharusnya
adalah ibadah dimana Allah dimuliakan, tanpa mengabaikan faktor manusianya.
Tujuan ibadah bukan sekedar menerima berkat
dari Allah, tetapi juga memberikan persembahan kepada Allah. Tujuan ibadah yang
kedua adalah memberikan persembahan kepada Allah. Hal penting dalam ibadah
bangsa Israel adalah pemberian.
Tiga kali Allah berbicara tentang hari raya
wajib yang harus diadakan oleh umat perjanjianNya, dan dalam ketiganya Allah
memerintahkan supaya “jangan orang menghadap hadirat Tuhan dengan tangan hampa”
(Kel.23:15, 34:20, dan Ul.16:16). Tidak ada penyembah yang boleh menghampiri
Allah dengan tangan kosong karena penyembahan dalam Perjanjian Lama melibatkan
pengorbanan, persembahan, dan sajian, serta semuanya harus dibawa sendiri oleh
mereka. Pemazmur menyerukan: “Berilah kepada Tuhan kemuliaan namaNya, bawalah
persembahan dan masuklah ke pelataranNya.” (Mazmur 96:8). Perjanjian Baru juga
menekankan pentingnya memberi dalam ibadah, manusia harus memberikan
persembahannya dalam iman yang benar dan ketaatan total, sebagaimana dalam
zaman Kain dan Habil (Ibrani 11:4). Paulus juga mengatakan bahwa kita tidak
boleh datang dengan tangan kosong (I Korintus 16:1-2).
Pada intinya, ibadah adalah mempersembahkan
seluruh diri kita kepada Allah (Roma 12:1), seluruh pikiran, perasaan, sikap,
dan harta kita. Pemberian luar kita adalah gambaran dari dedikasi di dalam diri
kita.
Tujuan ibadah online juga untuk merasakan
kekudusan Allah. Saat manusia merasakan kekudusan Allah, maka hati nuraninya
akan tersentuh, digerakkan oleh kekudusan Allah untuk kembali hidup sesuai
dengan kekudusan Allah. Tujuan ibadah adalah untuk memandang, merasakan,
memahami kekudusan-Nya. Agar hati nurani diperbaharui, bertobat, digerakkan
untuk hidup kudus, memuliakan Allah yang adalah kudus. Ibadah yang berkenan
kepada Allah lebih dari sekedar melakukan hal-hal yang benar, tetapi
mempersembahkannya “dalam iman” (Ibrani 11:4), “dalam roh” (Yohanes 4:24), dan
dalam “hormat dan gentar” (Ibrani 12:28). Hasil ibadah yang terpenting adalah
mengalami kehadiran Allah dan kehidupan yang diubahkan melalui kebenaran Firman
Allah yang disampaikan.
Yang menentukan suatu perubahan baik atau
buruk adalah hasilnya, apakah membantu jemaat untuk dapat mengalami kehadiran
Allah dan diubahkan kehidupannya oleh penyampaian kebenaran Firman Allah.
Bentuk dan Model Ibadah memaparkan bahwa Alkitab sendiri tidak mengajarkan
adanya satu bentuk seragam dalam ibadah yang harus dipraktekkan oleh orang-orang
Kristen pada masa kini. Permulaan ibadah dalam Alkitab dilakukan dengan
membangun altar dan mempersembahkan korban binatang, pada masa Musa ditambahkan
unsur nyanyian, hari-hari raya, membacakan perjanjian dengan Allah, pemercikan
darah perjanjian kepada umat, persembahan, dan pembangunan kemah suci.
Daud membuat organisasi ibadah bangsa Israel
dengan menunjuk imam-imam dan orang-orang Lewi untuk melayani dalam ibadah di
kemah suci, menunjuk mereka menjadi penjaga pintu gerbang, pemain-pemain musik,
dan bendahara-bendahara.
Pada saat bangsa Israel kemudian melakukan
penyimpangan ibadah, maka Allah mengutus nabi-nabi-Nya untuk menegur mereka dan
mengembalikan ibadah yang tulus dari hati dan kehidupan yang benar. Solusi Ibadah online dalam gereja digital atau
online dapat saja menciptakan dan memungkinkan komunikasi, komunitas, aplikasi
khususnya dimana jemaat dapat mengakses secara bebas seperti: baik outline
khotbah, materi pelajaran alkitab berseri, diskusi isu-isu terkini hingga
menjadi media penggumuman mingguan gerejawi, melalui gawai pintar mereka
masing-masing. Ibadah online memungkinkan jemaat untuk meningkatkan kualitas
pengalaman pemuridan mereka di gereja. Dan tentu, semua ini hanyalah sarana
untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pemuridan masa kini.
Perhatian utama yang senantiasa menjadi
awasan adalah, bahwa seluk-beluk teknologi-komunikasi ibadah online ini,
bukanlah tujuan utama, melainkan sekedar untuk memungkinkan panggilan gereja
dan konteks berteologi di era teknologi digital ini. Di tengah situasi sekarang
ini, gereja-gereja seharusnya terpanggil untuk memberikan kontribusi nyata. Bukan hanya slogan-slogan rohani yang
menguatkan hati, tetapi sebuah langkah konkrit. Ada banyak hal yang bisa
dilakukan oleh gereja. Salah satunya adalah mengkaji ulang pengadaan ibadah
konvensional.
Upaya ini tidak melanggar Firman Tuhan.
Pertama, pemisahan sosial merupakan himbauan pemerintah yang baik. Sebagai
warga negara yang baik, gereja tidak memiliki alasan untuk tidak menaati
himbauan yang baik seperti ini (Rm. 13:1-7). selain itu, Tuhan juga
memerintahkan umat Allah untuk mengusahakan kesejahteraan kota di mana Tuhan
membuang mereka (Yer. 29:7). mengurangi jumlah pertemuan dan jemaat yang hadir
dalam ibadah-ibadah konvensional merupakan tanggung-jawab sosial bagi semua
masyarakat, termasuk orang-orang Kristen.
Tidak menghiraukan himbauan ini akan
memberikan pesan negatif kepada dunia bahwa orang-orang Kristen tidak memiliki
kepekaan sosial. Sekali lagi, ini bukan tentang ketakutan atau kelemahan iman.
Sama sekali tidak. Ini tentang kepedulian dan kontribusi bagi masyarakat.
Kedua, persekutuan orang Kristen tidak dibatasi oleh lokasi. Yang disebut
gereja adalah semua orang di segala tempat yang memanggil nama Yesus sebagai
Tuhan (1 Kor. 1:2). ini disebut gereja universal. Kristus sebagai Gembala
Agung. Yang dipentingkan dalam persekutuan ini adalah kesehatan.
Lokasi bukanlah halangan. Sebagai contoh,
Paulus mengajak jemaat di Korintus untuk bersatu dengan dia dalam roh dan
mengambil keputusan bersama tentang suatu kasus di jemaat (1 Kor. 5:3-5). Dengan
cara yang sama, ibadah online, terutama dalam kondisi saat ini yaitu covid-19.
yang pertama tentu saja adalah menyediakan ibadah online. Jika peralatan
memadai dan kecepatan internet kencang serta sudah terbiasa, gereja bisa
mengadakan Ibadah Live streaming. Pastikan saja bahwa proses mengunggah berkas
dan mengunduhnya berjalan dengan cepat dan mulus, khususnya di perkotaan yang
biasanya sangat mudah untuk mencari jaringan internet. Sehingga mempermudah
jemaat yang ada dikota dapat melakukan ibadah secara online dengan rekaman
maupun live Streaming. Pastikan jaringan internet kuat jangan sampai terjadi
masalah teknis ( jaringan lambat). Hal ini akan mempersulit jemaat atau gereja
untuk live streaming, oleh sebab itu seharusnya jemaat ataupun gereja menyediakan
jaringan di rumah maupun di gereja seperti: wifi atau sesuatu yang membuat
jaringan internet kuat dan tidak bermasalah.
Bagaimana dengan jemaat atau gereja yang ada
diperdesaan yang sulit untuk mendapatkan jaringan? Dalam setuasi sekarang ini
yaitu covid-19, sesuai dengan himbauan pemerintah untuk tidak melakukan
perkumpulan atau pertemuan secara sosial, maka kita memberikan solusi dalam
ibadah khususnya jemaat atau gereja yang ada di pedesaan yang jaringan internet
yang tidak memadai untuk melakukan Ibadah online, dalam hal ini gereja atau
gembala harus memiliki ide atau kreatif dalam melaksanakan ibadah seperti:
gembala melakukan ibadah dengan cara menggunakan Toa untuk menyampaikan Firman
Tuhan, sehingga jemaat dapat mendengar apa yang di sampaikan gembala atau
pendeta, di rumah mereka masingmasing. Cara seperti ini tidak harus berkumpul
di gereja cukup berdiam dirumah saja. Dan gembala juga dapat melakukan ibadah
dengan cara menggunakan Speaker dan Mikrofon, dengan hal ini dapat melakukan
ibadah, meskipun tidak bertemu secara lansung antara gembala dengan jemaat
dalam sebuah gereja, tetapi dapat membantu gereja atau jemaat untuk melakukan
ibadah. Dengan cara seperti ini adalah solusi untuk ibadah online, khususnya
jemaat dan gereja di pedesaan yang tidak adanya jaringan internet.
Kesimpulan
Kebaktian dengan pola Ibadah online tidaklah
bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan. Di satu sisi, gereja adalah anggota
tubuh Kristus yang keberadaannya tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Dengan
demikian, gereja harus bisa berkontekstual terhadap suatu perubahan tanpa
kehilangan esensinya sebagai tubuh Kristus.
Secara biblikal menyembah Allah dengan roh
dan kebenaran itu adalah penyembah yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Berdasarkan hal ini, sebagai rekomendasi, gereja perlu memikirkan secara serius
pelaksaan “Ibadah online” sebagai upaya memaksimalkan pelayanan gereja dan pertumbuhan
gereja dan nama Tuhan dipermuliakan.
DAFTAR PUSTAKA
*Jim stevens dan Ron Jenson, Dinamika
Pertumbuhan Gereja ( Malang: Gandum Mas) 1981.
*Siahan, Harls Evan R. “Aktualisasi
Pelayanan Karunia Di Era Digital”, EPIGRAPHE: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani
1, no. 1 (2017), www.stttorsina.ac.id/jurnal/index .php/epigraphe.
*Howard Clinebell, Tipe-tipe dasar
Pendampingan dan Konseling Pastoral. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002).
*Campbell, Heidi A. Digital Religion
Understanding Religious Practice In New Media Worlds, (London and New
York:Routledge, 2013).
*Dick Houtman and Step Aupers ,
Religions of Modernity Relocating the Sacred to the Self and the Digital
(Boston: Brill. 2010). 1 6
*F. Lumingkewas, M.S. Panjaitan. “Ibadah
Jemaat Kristen Kontemporer Abad 21 Dan Tinjauan Kritis Liturgis,” FIDEI: Jurnal
Teologi Sistematika dan Praktika 2, no. 1 (2019).
*Wayne Grudem, Systematic Theology
(Michigan: Inter-Varsity Press, 1994).
*Harun Hadiwiyono, Iman Kristen (
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007).
*Pen, Nugroho, Erickson, Milard J.
Teologi Kristen. V.3. (Malang: Gandum Mas; 2004).
*Henry Thiesen, Teologi Sistematika
(Malang: Gandum Mas, 2008).
*Paul Enns, The Moody Handbook of
Theology (Malang: Literatur SAAT, 2008).
*Jim Rice, dalam http://www.cpx.cts.edu/newmedia/findings/models-of-the-church-andsocial-media#ednref25(Di
akses 5 oktober 2020).
*H. Richard Niebuhr. The King of god in
America. (Middletown, Connecticut: Wesleyan University Press) 1988
*Kalis Stevanus, Benarkah Injil untuk
semua orang?, (Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2017), “ BIA: Jurnal Dampak Injil
bagi Transformasi Spiritual dan Sosial Vol 2, no 1 (2019) aul A. *Basden.The
Worship Maze:Finding a Style to Fit Your Church.Downers Grove, IL: Inter
Varsity Press, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar