TETAPLAH BERDOA
(1 Tesalonika 5:17)
Sesuatu yang penting tentu akan kita lakukan
dengan segera. Kita tidak perlu disuruh untuk melakukan sesuatu yang
menyenangkan. Dan, kita tentu tidak berhitung untuk berhubungan dengan orang
yang kita sayangi. Seperti apa doa bagi kita saat ini? Kalau kita menganggap
doa sebagai sesuatu yang penting, menyenangkan dan sangat penting untuk
membangun hubungan dengan Tuhan, sebagai sarana kita merasakan kasihNya yang
lembut dan sarana menyatakan perasaan sayang kita kepadaNya, seharusnya doa
otomatis menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Sayangnya ada
banyak orang yang menjadikan doa hanyalah bagian dari kewajiban, ritual atau
kebiasaan. Tentu baik kalau kita terbiasa berdoa dengan sikap hati yang benar,
didasari kerinduan dan kasih pada Tuhan. Tapi kalau cuma kebiasaan yang tidak
lagi diresapi dan dinkmati, tentu akan banyak kuasa yang terkandung dari doa
yang akan kita lewatkan. Ada juga yang berdoa karena takut berdosa, takut masuk
neraka, takut setan dan sejenisnya, itu pun bukan motivasi yang pas untuk
mendasari doa.
Seberapa pentingkah doa dalam
kehidupan kita? Dalam urutan prioritas, dimana letak doa itu? Ada banyak
yang menomordua atau menomortigakan doa. Doa hanya dilakukan kalau sempat atau
kapan butuh. Mereka hanya melakukannya disaat tidak terlalu sibuk. Kalau sedang
banyak agenda kerja, doa pun kemudian disisihkan. Ah, nanti saja, kan bisa
besok. Seperti itu kira-kira. Atau lagi ada acara bagus di televisi, lagi ada
sederetan DVD yang harus ditonton, siaran langsung olah raga dan sebagainya.
Doa pun kemudian digeser ke waktu yang tersisa, atau malah ditunda sampai
besok, atau malah besok-besok.
Bekerja itu penting, mengurus
keluarga, bersosialisasi dan sebagainya itu penting. Tentu saja. Kita butuh
hiburan setelah lelah bekerja, itu pun tidak salah. Tetapi doa merupakan
sesuatu yang sangat penting dan seharusnya tidak boleh dinomorduakan apalagi
diabaikan sama sekali. Doa merupakan salah satu sarana komunikasi kita dengan
Tuhan yang seharusnya menempati posisi di urutan teratas. Disaat kita sibuk
kita harus berhati-hati agar tidak tergoda untuk berkompromi mengurangi jam-jam
khusus untuk bersekutu secara pribadi dengan Tuhan. Orang bisa terjebak untuk
lebih mementingkan menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu ketimbang terus
memberikan waktu khusus untuk mendengar suara Tuhan. Kalau dibiasakan, kita
akan semakin malas berdoa dan bayangkan betapa berbahayanya hal itu dalam
menghadapi dunia yang sulit dan penuh kejahatan hari ini.
Ada pula yang berdoa hanya kalau ada
perlu saja. Ada yang harus diminta pada Tuhan, minta sesuatu dikabulkan, minta
pertolongan. Doa satu-dua kali, lantas berhenti karena kecewa Tuhan tidak
langsung memberi jawaban atau mengabulkan permintaan. Kemudian langsung
bergeser pada alternatif-alternatif lain termasuk yang jelas-jelas jahat di
mata Tuhan. Jangan lupa, kuasa kegelapan pun sepintas bisa memberi solusi
jangka pendek, tapi ada jebakan disana yang berujung maut. Tuhan hanyalah salah
satu alternatif. Kalau pakai kekuatan Tuhan rasanya lama, pindah kepada
kekuatan manusia atau kuasa kegelapan.
Yang lebih aneh lagi, ada yang
melakukan ketiganya sekaligus, tinggal menunggu mana yang lebih cepat memberi
solusi. Kalau yang terjadi, doa bukan lagi menjadi sarana membangun hubungan
dengan Tuhan dan mendengar suaraNya, tetapi lebih kepada alat memaksakan
kehendak kita dimana Tuhan wajib mengabulkan dengan tempo yang
sesingkat-singkatnya kalau tidak mau kita marah dan meninggalkannya. Pergeseran
paradigma ini bisa tanpa sadar terjadi pada diri kita. Karenanya kita harus
benar-benar memperhatikan motivasi kita dalam berdoa. Jika masih rutin, apakah
landasannya masih benar atau sudah bergeser? Kalau kita masih jarang-jarang dan
meletakkan doa hanya pada urutan ke sekian di bawah banyak hal lain, ini
saatnya kita kembali menempatkan doa pada posisi yang seharusnya. Tuhan memberkati kita. Amen!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar