Senin, 22 Juni 2015

Bagaimana Bertahan Menghadapi Krisis.

  
   Rencana keselamatan adalah sebuah rencana yang luar biasa, dan bagian dari rencana itu mencakup mengatasi rintangan yang terkadang menghalangi jalan dan menahan kita dari mencapai harapan serta mimpi kita.
   Kita semua menghadapi krisis selama waktu fana kita di bumi.
   Beberapa adalah kecil dan beberapa besar. Krisis kecil dapat berupa kehabisan bensin di jalan yang padat. Krisis besar dapat berupa kehilangan orang terkasih, kecelakaan yang melumpuhkan, atau tragedi keluarga. Beberapa krisis kita timpakan pada diri kita sendiri melalui ketidakpatuhan terhadap hukum-hukum Allah atau manusia. Beberapa menimpa kita bukan karena kesalahan kita sendiri. Mungkin sebagian besar dari kita telah mengalami apa yang disebut dengan “kejadian-kejadian buruk” dari kehidupan.
   Siapa pun yang pernah memainkan permainan di mana bola dilibatkan mengetahui semua tentang kejadian buruk. Itu adalah bagian dari permainan itu. Itu tidak bisa diprediksi dalam ukuran atau frekuensinya. Seorang pemain yang baik menyadari bahwa kejadian-kejadian buruk adalah bagian dari kehidupan dan berusaha untuk tetap hidup dengan iman dan keberanian. .
TERUSLAH BERENANG.
   Apakah Anda pernah menyaksikan film animasi berjudul Finding Nemo ?. Dalam film tersebut , Nemo ditangkap oleh seorang penyelam scuba dan berakhir di sebuah tangki ikan di kantor dokter gigi. Ayahnya, Marlin, bertekad untuk menemukan Nemo. Marlin bertemu seekor ikan bernama Dory selama perjalanannya. Mereka menghadapi rintangan demi rintangan sewaktu mereka berusaha untuk menemukan Nemo. Baik rintangan itu besar maupun kecil, pesan Dory kepada Marlin adalah sama: “Teruslah Berenang.”
   Jadi, jika ada rintangan dalam kehidupan ini, teruslah berenang . Rintangan datang ke dalam kehidupan kita masing-masing, namun untuk melewatinya dan untuk sampai ke tempat yang ingin kita tuju, kita harus terus berenang (bertahan tetap hidup dengan iman dan keberanian).
   Sikap orang Kristen dalam krisis.
1) Tetap percaya (trust) kepada Tuhan.
a) Tidak bersungut-sungut, apalagi marah kepada Tuhan. Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”. Ayub 2:9-10 - “Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’ Tetapi jawab Ayub kepadanya: ‘Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?’ Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya”. Salah satu bentuk sungut-sungut adalah dengan ingin kembali ke masa lalu. Pengkhotbah 7:10 - “Janganlah mengatakan: ‘Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?’ Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu”. Orang yang percaya Ro 8:28 tidak seharusnya berkata demikian (bahwa masa lalu lebih baik dari sekarang).
b) Tidak kuatir / takut / gelisah / panik. Apa alasannya untuk tidak takut / kuatir / gelisah / panik?
1. Tidak ada apapun yang bisa menggagalkan / mengubah Rencana Allah, termasuk segala ketakutan, kekuatiran, kegelisahan, dan kepanikan kita (bdk. Mat 6:27). Lalu apa gunanya takut, kuatir, gelisah, atau panik?
2. Rencana Allah dan pelaksanaannya (Providence of God), sekalipun kadang-kadang terlihat tidak enak / tidak menyenangkan, tetapi tujuannya selalu untuk kebaikan kita yang adalah orang percaya (Ro 8:28).
   Yer 29:11 - “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. Sama seperti Ro 8:28, Yer 29:11 ini juga berlaku hanya untuk orang percaya. Waktu Yesus ditangkap murid-murid lari ketakutan, tetapi Yesusnya sendiri tetap tenang (Mat 26:47-56 Yoh 18:1-12). Mengapa bisa demikian? Salah satu alasannya adalah karena murid-murid tidak mengerti bahwa segala sesuatu ada dalam tangan Allah, atau mereka mengerti tetapi lupa atau tidak percaya akan hal itu, sedangkan Yesus mengerti, ingat, dan percaya akan hal itu (Yoh 18:11 - ‘bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’).
   Ini juga terlihat dari Yoh 19:10-11b yang berbunyi: “Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?’ Yesus menjawab: ‘Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas’”.
   Jadi, kalau suatu waktu terjadi bahaya yang bisa menyebabkan panik / kuatir / takut, ingatlah bahwa semua ada dalam tangan Tuhan, sudah ditentukan dan pasti terjadi, dan ditujukan untuk kebaikan kita. Karena itu tetaplah tenang dan percaya / trust kepada Tuhan.
2) Banyak berdoa. Yesus menghadapi krisis dengan berdoa di Taman Getsemani (Mat 26:36-44), dan karena itu Ia bisa menghadapi krisis itu dengan cara yang benar. Murid-murid, yang disuruh berdoa untuk menghadapi krisis (Mat 26:41), ternyata tidur / tidak berdoa (Mat 26:40,43), dan akibatnya mereka kalah dalam krisis itu. Karena itu dalam krisis saat ini, kita harus banyak berdoa.    Kita harus senantiasa meminta penyertaan, perlindungan dan pemeliharaan Tuhan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk saudara seiman yang lain. Jadi kita harus saling mendoakan.
3) Dekatkan diri kepada Allah (Yak 4:7-8), banyak belajar Firman Tuhan, buang segala dosa. Hal-hal ini penting supaya: • doa kita jangan terhalang oleh dosa kita (Yes 59:1-2 Yoh 9:31).
   • kita bisa lebih beriman sehingga tidak kuatir, takut, gelisah, atau panik.
   Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self? Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have left” (= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang ada) - Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 32.
   John Owen: “Amidst all our afflictions and temptations, under whose pressure we should else faint and despair, it is no small comfort to be assured that we do nor can suffer nothing but what his hand and counsel guides unto us, what is open and naked before his eyes, and whose end and issue he knoweth long before; which is a strong motive to patience, a sure anchor of hope, a firm ground of consolation” (= Di tengah-tengah semua penderitaan dan pencobaan, yang tekanannya bisa membuat kita lemah / takut dan putus asa, bukan penghiburan kecil untuk yakin bahwa kita tidak bisa menderita apapun kecuali apa yang tangan dan rencanaNya pimpin kepada kita, apa yang terbuka dan telanjang di depan mataNya, dan yang akhirnya dan hasilnya Ia ketahui jauh sebelumnya; yang merupakan motivasi yang kuat pada kesabaran, jangkar pengharapan yang pasti, dasar penghiburan yang teguh) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 29. Ul 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini”.
   Charles Haddon Spurgeon: “Let the providence of God do what it may, your business is to do what you can” (= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu bisa) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.
   Jadi, kita boleh dan bahkan harus melakukan apapun yang penting (dalam batas Firman Tuhan) untuk menjaga dan memelihara kehidupan kita, seperti: ¨ tidak keluar rumah kalau tidak perlu. Sekalipun kita tidak boleh kuatir / takut, dan sebaliknya harus percaya kepada Tuhan, tetapi itu tidak berarti bahwa kita boleh sengaja mencari bahaya dan lalu ‘beriman’ pada perlindungan dan penjagaan Tuhan.
   Itu bukan beriman tetapi mencobai Tuhan! Bdk. Mat 4:5-7. ¨ buat persediaan makanan di rumah (bdk. Kej 41:34-36,47-49). ¨ menyiapkan pembelaan diri kalau keadaan betul-betul sudah memaksa. Ingat bahwa kekristenan tidak menentang pembelaan diri dalam keadaan terpaksa. Jangan menggunakan Mat 5:39 untuk mengatakan bahwa orang kristen tidak boleh membela diri. Ingat bahwa ‘tampar’ dalam Mat 5:39 itu adalah serangan yang tidak membahayakan jiwa. Dalam hal itu kita tidak boleh membalas. Tetapi kalau kita mendapatkan serangan yang membahayakan jiwa, kita boleh membela diri. Kita bukan hanya harus mengasihi orang lain, tetapi juga diri kita sendiri (Mat 22:39). ¨ mengungsi / siap mengungsi kalau memang dibutuhkan (Mat 4:12 Kis 9:23-26).
     4) Menolong saudara seiman. Pada waktu melihat ada orang kristen menderita, jangan berdasarkan Ro 8:28, saudara lalu berpikir: ‘Dia menderita, tetapi itu kan untuk kebaikannya. Jadi buat apa aku menolongnya?’. Ro 8:28 tidak pernah boleh digunakan dengan cara seperti itu. Sebetulnya kita juga harus menolong orang non kristen, tetapi bagaimanapun kita harus mengutamakan / mendahulukan saudara seiman, sesuai dengan Gal 6:10 - “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.
Kesimpulan:
    Allah, yang adalah Gembala dan Bapa kita yang mengasihi kitalah yang menetapkan, menguasai dan mengatur segala sesuatu, dan Ia melakukan semuanya untuk kebaikan kita. Karena itu, tetaplah tenang dan percaya, dan jangan takut / kuatir pada krisis / bahaya apapun. Tetapi pada saat yang sama, tetap usahakanlah untuk melakukan hal yang terbaik, sesuai dengan firman Tuhan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar