Selasa, 20 November 2018

Wahyu Kepada Yohanes (Bagian 21 - 26).


Related image
WAHYU KEPADA YOHANES  (Bagian 21)
“….DAN DI TENGAH-TENGAH KAKI DIAN ITU ADA SEORANG SERUPA ANAK MANUSIA, berpakaian jubah…” (Wahyu 1:13).

Allah perjanjian yang setia dan selalu ada bagi umat-Nya.

   Kabar baik Injil adalah Allah di dalam Kristus telah memenuhi kewajiban perjanjian di kayu salib dan oleh kebangkitan-Nya (Kis.13:32; 33:2; 2 Kor.1:20).  Bagi mereka yang memiliki hubungan dengan Yesus, tidak ada sesuatu pun dalam isi perjanjian itu harus ditakutkan.  Kita beroleh rasa aman di dalam hubungan kita dengan Dia.  Banyak orang Kristen merasa tidak aman.  Mereka tidak tahu apakah mereka telah cukup berusaha atau apakah hubungan mereka sehat.  Kepada mereka, Yesus katakan, “Aku ada disini diantara kamu.”  Apakah gereja telah sempurna?.  Sudah mereka lakukankah semua hal baik?”  Tidak.  Jelas bahwa gereja itu tidak sempurna, membuat kesalahan dalam beberapa hal, bahkan berpaling dari Yesus.  Namun demikian, Dia tetap berjalan di antara kaki-kaki dian sebagai Allah perjanjian yang setia dan selalu ada bagi umat-Nya.
( Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia    Publishing House, 2007.).
‘ada seorang serupa Anak Manusia’ (Bdk. Daniel 7:13-14).
a)   Ini menunjuk kepada Tuhan Yesus dalam hakekat manusiaNya.
Tetapi mengapa diberi kata ‘serupa’? Karena di sini Yesus menampakkan diri dalam kemuliaanNya, sehingga ada perbedaannya dengan Yesus dalam perendahanNya yang dulu dilihat oleh Yohanes (sebelum kematianNya).
b)   Tetapi seorang penafsir mengatakan bahwa ini justru menunjuk pada keilahian Yesus.
Geoffrey B. Wilson: “The word ‘like’ not only affirms a similarity with man, but also indicates that he is more than man and thus points to his deity” (= Kata ‘serupa’ bukan hanya menegaskan kemiripan dengan manusia, tetapi juga menunjukkan bahwa ia lebih dari manusia, dan dengan demikian menunjuk pada keilahianNya) - hal 22.
‘berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas’.
a)   Ada yang menganggap bahwa ini adalah pakaian imam besar, dan dengan demikian menunjukkan Yesus sebagai Imam Besar kita.
William Barclay: “The word which describes the robe is PODERES, ‘reaching down to the feet’. This is the word which the Greek Old Testament uses to describe the robe of the High Priest (Exodus 28:4; 29:5; Leviticus 16:4)” [= Kata yang menggambarkan jubah adalah PODERES, ‘mencapai kaki’. Ini adalah kata yang digunakan oleh Perjanjian Lama berbahasa Yunani untuk menggambarkan jubah Imam Besar (Kel 28:4; 29:5; Im 16:4)] - hal 45.
William Barclay: “Josephus also describes carefully the garments which the priests and the High Priest wore when they were serving in the Temple. They wore ’a long robe reaching to the feet,’ and around the breast, ‘higher than the elbows,’ they wore a girdle which was loosely wound round and round the body. The girdle was embroidered with colours and flowers, with a mixture of gold interwoven (Josephus: The Antiquities of the Jews, 3.7:2,4). All this means that the description of the robe and the girdle of the glorified Christ is almost exactly that of the dress of the priests and of the High Priest” [= Josephus juga menggambarkan secara teliti pakaian yang dikenakan oleh imam-imam dan Imam Besar pada waktu mereka melayani dalam Bait Allah. Mereka mengenakan ‘jubah panjang yang mencapai kaki’, dan mengelilingi dada, ‘lebih tinggi dari siku’, mereka memakai sabuk yang dililitkan pada tubuh secara longgar. Sabuk itu disulam dengan warna-warna dan bunga-bunga bercampur emas (Josephus: The Antiquities of the Jews, 3.7:2,4). Semua ini berarti bahwa penggambaran dari jubah dan sabuk dari Kristus yang telah dimuliakan hampir persis dengan pakaian imam-imam dan Imam Besar] - hal 45.
b)   Tetapi ada yang tidak setuju pada penafsiran di atas.
Beasley-Murray: “While it is true that the high priest wore such a robe, it was also worn by men of rank generally, and there is no need to bring in the high priest here” (= Sekalipun memang benar bahwa imam besar
mengenakan jubah seperti itu, tetapi itu juga dikenakan oleh orang-orang yang berkedudukan tinggi pada umumnya, dan tidak perlu memasukkan imam besar di sini) - hal 66-67.
Leon Morris sejalan dengan Beasley-Murray.
(Pdt. Budi Asali M.Div- Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.)

WAHYU KEPADA YOHANES  (Bagian 22)
“Anak Manusia,…KEPALA DAN RAMBUTNYA PUTIH BAGAIKAN BULU YANG PUTIH METAH, dan mata-Nya bagaikan nyala api.  Dan kaki-Nya mengkilap bagaikan TEMBAGA MEMBARA DALAM PERAPIAN; …” (Wahyu 1:13-16)

KEBESARAN YESUS

   “Berdasarkan ayat bacaan kita hari ini, dia menjelaskan bahwa rambut Yesus seperti wol.  Bukan maksud Yesus di dalam penglihatan ini untuk memberikan gambaran yang tepat menyerupai diri-Nya yang sebenarnya.  Dan putihnya kepala serta rambut Yesus bukan untuk menunjukkan bahwa Ia berambut pirang, sebaliknya itu untuk mengenang kembali “Yang Lanjut Usia” di dalam Daniel 7.  Yesus datang kepada Yohanes langsung dari takhta Allah untuk memberinya dorongan semangat Ilahi dalam menghadapi kesulitan yang akan dia alami serta bagi gereja-Nya.
( Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia    Publishing House, 2007).
Ay 14: “Kepala dan rambutNya putih bagaikan bulu yang putih metah, dan mataNya bagaikan nyala api”.
1)   Rambut putih menunjukkan usia lanjut / kekekalan (bdk. Dan 7:9), dan kekekalan menunjukkan keilahian.
Homer Hailey lebih memilih untuk menafsirkan bahwa kepala dan rambut putih menunjukkan kemurnian dan kekudusan, tetapi ia mengatakan bahwa kekekalan bisa diambil sebagai arti sekunder (hal 110).
Leon Morris menambahkan satu arti lagi untuk rambut putih, yaitu ‘kebijaksanaan’, dan Steve Gregg menambahkan arti ‘honor’ (= kehormatan).
2)   Mata yang seperti nyala api (bdk. Dan 10:6) menunjukkan kemahatahuan dan juga kemarahan yang suci (holy anger) terhadap dosa.
Pulpit Commentary: “His eyes were as a flame of fire, piercing men through and through, burning up all hypocritical pretence” (= MataNya bagaikan nyala api, menembus manusia, membakar semua kepura-puraan yang bersifat munafik) - hal 16.
Ay 15: “Dan kakiNya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suaraNya bagaikan desau air bah”.
1)   ‘Dan kakiNya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian’ (bdk. Daniel 10:6  Yeh 1:7).
a)   Logam apa yang dimaksud di sini?
Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘tembaga’ (= copper).
KJV: ‘brass’ (= kuningan).
RSV/NIV/NASB: ‘bronze’ (= perunggu).
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘tembaga membara’ adalah CHALKOLIBANOS.
William Barclay: “No one really knows what the metal is. Perhaps it was that fabulous compound called ‘electrum’, which the ancients believed to be an alloy of gold and silver and more precious than either” (= Tidak seorangpun yang betul-betul tahu ini logam apa. Mungkin itu adalah campuran yang menakjubkan yang disebut ‘electrum’, yang dipercaya oleh orang-orang kuno sebagai campuran dari emas dan perak, dan lebih berharga dari keduanya) - hal 49.
Beasley-Murray: “John’s word for bronze denotes a very precious metal, compounded of gold and silver, beloved of the ancients for its flashing qualities” (= Kata yang dipakai oleh Yohanes untuk perunggu menunjukkan logam yang sangat berharga, campuran emas dan perak, disenangi oleh orang-orang kuno karena berkilau) - hal 67.
b)   Macam-macam penafsiran tentang bagian ini.
·        William Barclay: “The brass stands for strength, for the steadfastness of God; and the shining rays stand for speed, for the swiftness of the feet of God to help his own or to punish sin” (= kuningan melambangkan kekuatan dan keteguhan / ketidak-berubahan / kesetiaan Allah; dan sinar yang berkilauan melambangkan kecepatan, kecepatan kaki Allah untuk menolong milikNya atau menghukum dosa) - hal 50.
·        Pulpit Commentary: ini menunjukkan ‘firmness, might and splendour’ (= keteguhan / ketegasan, kekuatan, dan kemegahan).
·        Adam Clarke mengatakan bahwa kaki yang seperti tembaga membara ini merupakan simbol dari ‘stability and permanence’ (= kestabilan dan keabadian), karena tembaga dianggap sebagai logam yang paling tahan lama.
·        Kaki yang seperti tembaga membara ini menunjukkan Providence (= pelaksanaan Rencana Allah) yang tidak bisa ditahan.
·        Kaki ini menginjak-injak kuasa kegelapan, semua musuh-musuhNya, sampai semua hancur terbakar. Bdk. Mal 4:3 yang menunjukkan janji Tuhan bagi orang percaya bahwa nanti kita akan menginjak-injak orang jahat.
·        Kaki yang seperti tembaga membara ini menunjukkan api yang menghanguskan dari penghakimanNya yang mendekat.
Saya condong pada 2 penafsiran yang terakhir (bdk. Wah 2:18).
(Pdt. Budi Asali M.Div- Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.).


WAHYU KEPADA YOHANES (Bagian 23)
“….Anak Manusia,…WAJAHNYA BERSINAR-SINAR BAGAIKAN MATAHARI YANG TERIK” (Wahyu 1:13-16)---ayat 16.

YESUS BINTANG KITAB WAHYU

   “Penampilan Yesus di Patmos sangat memukau.  Saat menatap-Nya, Yohanes tersungkur karena takjub (Wahyu 1:17).  Yesus tidak tampak seperti manusia biasa yang dikenalnya dulu di Galilea.  Ayat ini menyebutkan, Yesus itu memukau dan mengesankan seperti malaikat di dalam Daniel 10.  Tetapi Dia juga lebih daripada itu.  Dia memiliki karakteristik Keallahan.  Rambut-Nya seperti “bulu yang putih metah” bisa dibandingkan dengan salju, serta api membara merupakan karakteristik “Dia yang Lanjut Usia” yang tertulis dalam Daniel 7:9.
   Ketika Dia menyebut diri-Nya “Yang Awal dan Yang Akhir”(Wahyu 1:17,18), tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa Yesus datang kepada Yohanes sebagai Allah Perjanjian Lama(Yesaya 44:6; 48:12).
   Yesus benar-benar “BINTANG” dalam setiap pengertian kata.”

(Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing House, 2007.)
‘wajahNya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik’ (Bdk. Mat 17:2  Kis 9:3-5).
“Ini menunjukkan kemuliaan yang luar biasa. Tadinya Kristus rela merendahkan diriNya dengan berinkarnasi / menjadi manusia, sehingga tidak terlihat kemuliaanNya. Tetapi setelah Ia bangkit dari antara orang mati, dan lebih-lebih setelah Ia naik ke surga, maka Ia dimuliakan sehingga bersinar seperti matahari.”
James B. Ramsey: “It is His presence that makes them shine; the withdrawal of His supplies or care would leave them in utter darkness and utterly worthless. What more worthless than a candlestick in the dark, without a light? So nothing is more worthless than a church without Christ” (= KehadiranNyalah yang membuat mereka bersinar; penarikan suplai atau perhatianNya, akan meninggalkan mereka dalam kegelapan dan ketidakberhargaan total. Apa yang lebih tidak berharga dari kandil dalam kegelapan, tanpa terang? Demikian juga tidak ada yang lebih tidak berharga dari suatu gereja tanpa Kristus) - hal 84.
Herman Hoeksema: “She is a light, not of herself, but, as is clearly indicated by the fact that Christ stands, or walks, in the midst of the seven golden candlesticks, only through her fellowship with Christ in the Spirit. The Lord is her light, and apart from Christ she is in darkness and lies in the midst of death” (= Ia adalah terang, bukan dari dirinya sendiri, tetapi, seperti ditunjukkan secara jelas oleh fakta bahwa Kristus berdiri atau berjalan di tengah-tengah ketujuh kandil emas, hanya melalui persekutuannya dengan Kristus dalam Roh. Tuhan adalah terangnya, dan terpisah dari Kristus ia ada dalam kegelapan dan berada di tengah-tengah kematian) - hal 40.
Penerapan:
Karena itu, supaya kita bisa bersinar, kita harus dekat dengan Tuhan, dan banyak bersekutu dengan Tuhan. Kebaktian Pagi, dimana kita berdoa dan membaca Firman Tuhan secara pribadi, harus kita lakukan dengan disiplin dan sungguh-sungguh! Bdk. Yoh 15:4-5 - “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.
                    (Pdt. Budi Asali M.Div- Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.)

WAHYU KEPADA YOHANES (Bagian 24)
“KETIKA AKU MELIHAT DIA, TERSUNGKURLAH AKU DI DEPAN KAKINYA SAMA SEPERTI ORANG YANG MATI; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: ‘Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir…” (Wahyu 1:17)

KEBESARAN ALLAH YANG MELAMPAUI AKAL

“Yohanes mengenal Yesus cukup baik ketika Dia masih dalam wujud manusia(lihat 1 Yohanes).  Tetapi itu 60 tahun yang lalu.  Dan Yesus telah naik ke alam semesta lain.  Sang nabi tentu tak berharap Yesus sewaktu-waktu muncul.  Bukan hanya itu, Yesus memiliki kualitas-kualitas memukau yang Yohanes kaitkan dengan Allah sendiri.  Dia adalah “Yang Awal dan Yang Akhir”, yang menggambarkan Tuhan yang agung dalam Perjanjian Lama(Yes.44:6; 48:12).  Yesus datang kepada Yohanes sebagai Allah Perjanjian Lama.  Dia menciptakan dunia ini, memberikan hukum Taurat di Gunung Sinai, serta memenuhi Bait Allah dengan kemuliaan pada zaman Salomo.  Pastinya sangat mengejutkan bagi Yohanes.  Sebagai akibatnya, dia pun JATUH TERSUNGKUR.  Ini lebih daripada yang sanggup ditanggungnya.  Inilah Wahyu Yesus Kristus.  Dia lebih daripada manusia, Dia dalah Allah yang menjadi manusia.  Saat kita, seperti Yohanes, tersadar dari kenyataan ini, kita akan dihiburkan dengan mengatahui bahwa Tuhan benar-benar sanggup memenuhi segala yang kita butuhkan, termasuk HIDUP YANG KEKAL”.

(Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing House, 2007.)

‘Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kakiNya sama seperti orang yang mati’.
     Berkat yang menyebabkan ketakutan.
Rasul Yohanes melihat Yesus dalam kemuliaan. Seharusnya semua itu menimbulkan sukacita, syukur, dan pujian. Tetapi ternyata ia menjadi takut. Kita juga sering seperti itu dimana kita salah mengerti tentang apa yang terjadi pada kita / di sekitar kita sehingga kita menjadi takut, padahal semua itu membawa berkat bagi kita, dan sebetulnya tidak perlu kita takuti.
Dalam suatu buku Renungan Pagi diceritakan suatu cerita sebagai berikut:
“The story is told of a lone survivor of a shipwreck who was thrown upon an uninhabited island. After a while he built for himself a rude shelter in which he placed the few precious possessions he had managed to save from the ship. Being a Christian he prayed most earnestly for deliverance, and anxiously scanned the horizon to hail any ship that might come in that direction. One day, upon returning from a hunt for food, he was horrified to find his campsite in flames. All that he had salvaged was disappearing in the smoke! Disaster had struck, or so it appeared. However, that which seemed to have transpired for the worst was in reality for his gain. While to his limited vision such a cruel blow was inexplicable, to God’s infinite wisdom his loss was for the best, and actually resulted in the very thing for which he had been praying most earnestly - for the very next day a ship arrived! ‘We saw your smoke signal,’ the captain said! The Christian recognized then that even his seeming calamity had been God directed” (= Ada suatu cerita tentang seseorang yang merupakan satu-satunya orang yang selamat dari suatu kapal yang karam yang terdampar di suatu pulau yang tidak berpenghuni. Setelah beberapa waktu ia membangun tempat berlindung untuk dirinya sendiri dan di sana ia menempatkan beberapa barang-barang berharga yang berhasil ia selamatkan dari kapal itu. Sebagai seorang kristen ia berdoa dengan sungguh-sungguh untuk kelepasan, dan ia selalu mengawasi kaki langit untuk memanggil kapal yang datang ke arah tersebut. Suatu hari, pada waktu kembali dari mencari makan, ia terkejut karena mendapati bahwa perkemahannya terbakar. Semua barang-barang yang ia selamatkan habis terbakar! Bencana telah menimpa, atau begitulah kelihatannya. Tetapi hal yang terjadi yang kelihatannya sangat buruk itu sebetulnya menguntungkan dia. Sementara bagi pandangannya yang terbatas pukulan yang kejam itu tidak bisa dijelaskan, bagi hikmat Allah yang tak terbatas kerugiannya adalah untuk kebaikannya, dan betul-betul menghasilkan hal untuk mana ia telah berdoa dengan sungguh-sungguh - karena para hari berikutnya sebuah kapal tiba! ‘Kami melihat tanda asapmu’ kata kaptennya! Lalu orang kristen itu menyadari bahwa bahkan hal yang baginya terlihat sebagai bencana telah diarahkan oleh Allah) - ‘Bread for Each Day’, July 30.
(Pdt. Budi Asali M.Div- Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.)


WAHYU KEPADA YOHANES (Bagian 25)
“KETIKA AKU MELIHAT DIA, TERSUNGKURLAH AKU DI DEPAN KAKINYA SAMA SEPERTI ORANG YANG MATI ” (Wahyu 1:17)

“TERAPI KAGET”

   “Berjumpa Yesus dalam sebuah penglihatan sungguh mengejutkan Yohanes.  Anda bisa bilang bahwa Kitab Wahyu berasal dari semacam “terapi kaget” yang Yesus berikan kepada sang nabi.  Yesus datang kepadanya dalam wujud yang benar-benar tidak terduga.”.
    
(Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing House, 2007)

“Efek pertama apabila seseorang melihat kemuliaan Allah, tenaga fisiknya yang biasa akan hilang dan kemudian bersujud kepada Allah. (Baca Yehezkiel 1:28; 3:23; Dan.8:17; 10:7-10; Kisah 9:4).
                   SDA Bible Commentary Jld.7 hlm.739.


WAHYU KEPADA YOHANES (Bagian 26)
“Jangan takut ! Aku adalah YANG AWAL DAN YANG AKHIR, DAN YANG HIDUP;..dan Aku MEMEGANG SEGALA KUNCI MAUT DAN KERAJAAN MAUT ” (Wahyu 1:18).

KUNCI MAUT DIPEGANG OLEH YESUS

   Para sarjana Alkitab mengamati adanya hal mengherankan dalam ayat diatas.  Kita mendapati adanya persamaan antara gambaran Yesus di sini dengan Hekate, dewi terbesar dan terpopuler di Asia Kecil.  Hekate diakui sebagai dewi pemegang kunci Hades, alam maut mitologikal.  Orang-orang zaman purba menyebutnya trimorphos berarti memiliki tiga bentuk atau wujud berbeda dikaitkan dengan tiga bagian alam semesta yang besar {surga, bumi, dan dunia bawah tanah(Hades)}.
   Dalam wujud surgawinya dia dikenal dengan nama Selene atau Luna (bulan).  Di bumi dia disebut sebagai Artemis atau Diana (lihat Kis.19).  Dan dalam dunia bawah tanah, orang-orang Yunani menyebutnya sebagai Persephone.  Dia juga dikenal sebagai “yang awal dan yang akhir” (Wahyu 22:13).  Sebagai yang bebas bergerak di antara surga, bumi, dan dunia bawah tanah, Hekate bisa menjadi dewi pewahyu.  Di bumi ini dia bisa menyingkapkan apa yang di terjadi di surga dan di Hades.  Sebagai pemegang kunci Hades, dia juga bisa menjadi pemberi keselamatan.

   Mengapa Yesus merujuk gambaran diri-Nya sedemikian menyerupai dewi kafir?.  Karena Allah selalu menjumpai umat-Nya sebagaimana diri mereka apa adanya (Lihat 1 Kor.9:19-23).

(Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing House, 2007.)

    Kebangkitan rohani dan jasmani adalah mungkin karena kematian dan kebangkitan Kristus.  Yesus memegang “anak kunci kerajaan sorga”, tetapi Dia memberikannya kepada kita.  Dia adalah yang bangkit dari kematian secara rohaniah, dan akhirnya membangkitkan orang-orang mati yang benar dari kuburan.  Walaupun demikian, kasih karunia-Nya menyanggupkan kita untuk memperkenalkan kasih-Nya kepada orang-orang lain, supaya dengan kesaksian kita mereka boleh datang untuk menikmati berkat kerajaan kasih karunia dan akhirnya kerajaan kemuliaan.

   “Setan tidak dapat menahan orang mati itu di dalam genggamannya jika Anak Allah memanggil mereka untuk hidup kembali.  Ia tidak dapat menahan di dalam kematian rohani satu jiwa yang di dalam iman menerima kuasa perkataan Kristus.  Tuhan berkata kepada semua orang yang mati di dalam dosa, ‘Bangunlah, hai engkau yang tidur, dan bagkitlah dari antara orang mati”.  Efesus 5:14 Perkataan itu adalah hidup kekal.”
                   E.G White, Kerinduan Segala Zaman I, hlm.299.
  
    Sudahkah saya alami kebangkitan dari kematian rohani yang ditawarkan Kristus?. Apakah saya menggunakan anak kunci kerajaan sorga yang dipinjamkan Kristus kepada saya untuk memimpin orang-orang lain menikmati hidup yang dia berikan?.

(Leo R. Van Dolson, “Kemenangan Sekarang ini-Kemuliaan Masa Mendatang”(Wahyu, Bagian I ), Bandung: Indonesia Publishing House, Pelajaran Sekolah Sabat Penuntun Guru, April-Juni 1989.)

“tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata: ‘Jangan takut!”.
·        Kita yang adalah orang percaya tidak perlu takut pada kehadiranNya!
·        William Barclay: “.. there is also something lovely. When the seer fell in awed terror before the vision of the Risen Christ, the Christ stretched out his right hand and placed it on him and bade him not to be afraid. The hand of Christ is strong enough to uphold the heavens and gentle enough to wipe away our tears” (= ... di sini juga ada sesuatu yang bagus / indah. Pada saat sang pelihat jatuh ketakutan di hadapan penglihatan dari Kristus yang telah bangkit, Kristus mengulurkan tangan kananNya dan meletakkannya padanya dan memintanya untuk tidak takut. Tangan Kristus cukup kuat untuk me-nahan / menopang langit dan cukup lembut untuk menghapus air mata kita) - hal 50.
·        dalam kata-kataNya selanjutnya Tuhan memberikan alasan-alasan mengapa kita tidak perlu takut.
 ‘Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir’.
‘Aku adalah yang awal’ seharusnya adalah ‘I am the first’ (= Aku adalah yang pertama). Dengan kata-kata ini Yesus mengclaim diriNya sebagai Allah, yang ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.
Pulpit Commentary: “Here the Lord Jesus identifies himself with the living God who spake by the prophets. There cannot be two firsts! He who is the First is Jehovah, Lord of hosts. Jesus is the First. Therefore Jesus is the one living and true God” (= Di sini Tuhan Yesus mengidentikkan diriNya dengan Allah yang hidup yang berbicara oleh nabi-nabi. Tidak mungkin ada dua ‘yang pertama’! Ia yang pertama adalah Yehovah, Tuhan semesta alam. Yesus adalah yang pertama. Karena itu Yesus adalah Allah yang hidup dan benar) - hal 16.
Penerapan:
·        Bagian ini bisa saudara gunakan kalau saudara menghadapi orang-orang Saksi Yehovah. Mengapa? Karena mereka beranggapan bahwa Yesus hanyalah ‘allah kecil’, yang merupakan ciptaan pertama dari Yahweh / Yehovah. Kalau pandangan mereka ini benar, maka hanya Yahweh / Yehovah sendiri sajalah yang berhak berkata: ‘I am the first’ (= Aku adalah yang pertama), dan di sini Yesus seharusnya berkata: ‘I am the second’ (= Aku adalah yang kedua). Tetapi ternyata Yesus tidak berkata demikian. Ia berkata: ‘I am the first’ (= Aku adalah yang pertama)., dan ini membuktikan bahwa Ia betul-betul adalah Allah sendiri.
·        Bahwa Yesus adalah Allah, merupakan alasan pertama mengapa kita tidak boleh takut. Ingat baik-baik, Juruselamat dan Gembala kita itu adalah Allah sendiri! Apa yang harus / perlu kita takuti?
     ‘dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya’.
Bahwa Yesus sudah mati, tetapi bangkit kembali, merupakan alasan kedua mengapa kita yang percaya kepada Yesus tidak boleh takut. Paling banter kita mati, tetapi sama seperti Yesus, kitapun akan bangkit. Juga ditinjau secara rohani, kematian dan kebangkitan Yesus membereskan semua dosa kita. Jadi lagi-lagi menyebabkan kita tidak boleh takut.
     ‘Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut’.
Kematian / maut dan kerajaan maut / HADES mempunyai pintu gerbang (Maz 9:14b  Maz 107:18b  Yes 38:10), dan Kristus memegang kuncinya!
‘Kunci’ merupakan simbol dari kuasa dan otoritas. Jadi kalau dikatakan bahwa Kristus memegang kunci ‘maut’ / ‘death’ (= kematian), maka itu menunjukkan bahwa saat kematian setiap orang ada dalam tangan dan penguasaan Kristus.
James B. Ramsey: “Not a soul can pass from this world to the next, except just at the time and in the circumstances which He ordains” (= Tidak ada satu jiwapun bisa berpindah dari dunia ini ke dunia yang akan datang, kecuali hanya pada saat dan dalam keadaan yang Ia tentukan) - hal 67.
Bdk. Mat 10:28-30 - “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya”.
Dilihat dari ay 28 nya kelihatannya sekalipun manusia bisa membunuh kita, kita tetap tidak boleh takut, karena mereka tidak bisa membunuh jiwa. Tetapi dilihat dari ay 29-30 nya, terlihat bahwa sebetulnya membunuh tubuh kitapun orang-orang itu tidak bisa, kecuali kalau Tuhan memang menghendaki kematian kita. Ini semua menyebabkan kita tidak boleh takut kepada siapapun!
Tetapi apa artinya ‘Kristus memegang kunci kerajaan maut’?
·        ‘kerajaan maut’ diterjemahkan ‘hell’ (= neraka) oleh KJV. Kitab Suci bahasa Inggris yang lain tetap menggunakan kata Yunani HADES.
·        macam-macam penafsiran tentang HADES.
*        Adam Clarke: HADES menunjuk bukan pada neraka atau tempat penantian, tetapi pada kubur.
*        Homer Hailey: “Death claims the body, which returns to the dust; and Hades claims the spirit, which, after death, is in the realm of the unseen” (= Kematian menuntut tubuh, yang kembali kepada debu; dan HADES menuntut roh, yang setelah kematian berada dalam dunia dari yang tak kelihatan) - hal 113.
*        William Hendriksen: “It is evident that the term ‘Hades’ as used here cannot mean hell or the grave. It signifies the state of disembodied existence. It refers to the state of death which results when life ceases and when body and soul separate. Thus Hades always follows death (Rev. 6:8)” [= Jelaslah bahwa istilah HADES seperti yang digunakan di sini tidak bisa berarti neraka atau kuburan. Itu berarti keadaan dari keberadaan tanpa tubuh. Itu menunjuk pada ‘keadaan kematian’ yang diakibatkan dari kehidupan yang berhenti dan pada waktu tubuh dan jiwa berpisah. Demikianlah HADES selalu mengikuti kematian (Wah 6:8)] - hal 57.
Bahwa kunci maut / kematian maupun Hades dipegang oleh Yesus merupakan alasan ketiga mengapa kita tidak boleh takut.
(Pdt. Budi Asali M.Div- Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar