WAHYU KEPADA YOHANES (Bagian 39)
“Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau
TELAH MENINGGALKAN KASIHMU YANG SEMULA “ (Wahyu 2:4).
KASIH KITA
JANGAN SAMPAI MUDAH PUDAR
“Tidak ada yang lebih dingin dibandingkan
gereja yang tidak mengasihi. Dan kasih
yang sejati berarti keharusan melampaui semua formalitas, lebih daripada
sekadar memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar, kepada hubungan penuh kasih
mesra dengan sesama.
Orang-orang di sekeliling Anda merindukan
sentuhan kasih. Efesus adalah gereja yang
dulu mengasihi dengan cara demikian, tetapi telah meninggalkan kasih itu demi
KEMURNIAN DOKTRINAL. Di dalam antusiasme
kita untuk memastikan bahwa “para pengikut Nikolaus” di sekeliling kita tidak
menyusup ke dalam gereja, sering kita mengelompokkan mereka yang KESEPIAN dan
TERABAIKAN menjadi satu dengan orang-orang itu”.
“Jemaat di Efesus sangat setia pada Yesus,
tapi mereka menghadapi masalah. Jemaat
itu telah “meninggalkan kasihnya yang semula” dan dengan kesalahan pertama yang
fatal itu sedang mengarah kepada kehancuran.
Tidak seorangpun, selain Yesus, yang menyadarinya. Efesus sendiri mungkin tidak menyadari
kesalahannya, setidaknya sampai Kitab Wahyu disampaikan pada mereka.
Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia
Publishing House, 2007 hlm.47-48
WAHYU KEPADA YOHANES (Bagian 40)
“Sebab itu
INGATLAH betapa dalamnya engkau telah jatuh!.
BERTOBATLAH DAN LAKUKANLAH LAGI APA YANG SEMULA ENGKAU LAKUKAN…”(Wahyu 5
a).
KITA MENGASIHI ALLAH KARENA DIA LEBIH
DAHULU MENGASIHI KITA.
“Berdasarkan analisis Yesus tentang jemaat di Efesus, nasihat apakah
yang Dia tawarkan kepada mereka?.
Hal pertama : Dia katakan adalah
“ingatlah.” Dalam versi asli bahasa
Yunaninya, kata ini dalam bentuk kalimat perintah SAAT INI (Present
tense). Ini berarti agar mereka tidak
melupakan hubungan mereka yang sebelumnya dengan Tuhan. Tetapi jemaat perlu menyadari kehilangan itu,
untuk termotivasi oleh kenyataan bahwa mereka telah mengalami kemunduran.
Hal berikut yang Yesus perintahkan adalah :
agar mereka BERTOBAT. Bentuk kata yang
ini berbeda, mencerminkan tindakan SESAAT.
Di sini Dia memerintahkan agar mereka bertindak. Pertobatan mereka harus menjadi perubahan
haluan yang tegas. Sementara jemaat
telah terbiasa mengingat, mereka telah lupa bagaimana caranya bertobat. Mereka perlu mulai dari awal lagi dan
menyelaraskan tindakan dengan maksud tujuan mereka.
Ketiga, Yesus menasihatkan mereka MELAKUKAN
APA YANG PERTAMA-TAMA MEREKA LAKUKAN.
Ini juga sesuatu yang mesti mulai mereka lakukan. Hidupkan situasi semula yang menyebabkan
kasihmu MEREKAH dulu. Putar kembali
dalam ingatanmu saat-saat ketika engkau sungguh-sungguh dekat dengan Tuhan
dalam pembaruan pikiran serta tindakan.
“Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula kaulakukan”.
Para penasihat perkawinan mengatakan bahwa
pasangan yang cintanya telah luntur perlu mengulangi kembali hal-hal yang dulu
menyatukan mereka pada awalnya. Hampir
semua pasangan menikah pernah jatuh cinta.
Tidak peduli apa yang terjadi pada mereka hari ini, mereka pernah saling
tertarik satu sama lain. Jika itu bisa
terjadi dulu, itu bisa terulang lagi saat ini.
Pasangan yang sedang bertengkar perlu mulai
dari awal lagi. Nikmati kembali
kegembiraan yang diperoleh dengan berpegangan tangan, kata-kata ramah, serta
perhatian yang lemah lembut. Ambil waktu
luang dari pekerjaan, kurangi tekanan, dan bersikaplah muda kembali. Pulihkan kembali ikatan yang telah melemah
atau putus. Prinsip yang sama bisa
diterapkan pada kehidupan rohani. Jika
kasih Anda kepada Allah telah mulai berkurang, kembalilah pada hal-hal yang
dulu mendekatkan Anda dengan-Nya. Di
manakah Anda saat Anda pertama merasakan hadirat-Nya?. Apa yang Anda lakukan untuk
menyambut-Nya?. Anda tidak perlu
mengambil inisiatif untuk memulihkan hubungan dengan Allah. Injil mengatakan kepada kita bahwa Dia telah
melakukannya. Kita mengasihi Allah
karena Dia terlebih dulu mengasihi kita.
Dialah penggagasnya. Tugas kita
adalah merespons apa yang telah Dia perbuat.
Kita mengasihi-Nya karena Dia terlebih dulu mengasihi kita. 1.
Sumber:
Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung:
Indonesia Publishing House, 2007 hlm. 49.
WAHYU KEPADA YOHANES (Bagian 41)
“Bertobatlah
dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan… AKU AKAN datang kepadamu dan AKU AKAN
MENGAMBIL KAKI DIANMU dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat”. (Wahyu
2:5 b).
UMAT TUHAN
PERLU BERTOBAT
“Efesus
sekarang bernama Kusadasi, Filadelfia bernama Alashehir, dan tak seorang pun
orang-orang Kristen disana. Ketika
Yohanes menulis kitabnya, Kekristenan sedang berkembang dengan kokohnya di Asia
kecil bagian tengah dan barat.
Kenyataannya, banyak sarjana Alkitab meyakini bahwa jauh lebih banyak
orang-orang Kristen di Asia Kecil pada abad mula-mula ini dibandingkan di mana
pun juga di dunia. Namun selama
berabad-abad, gereja-gereja mengalami penurunan dalam jumlahnya, hingga Islam
akhirnya memunahkan mereka.
Wilayah-wilayah dimana gereja mula-mula pernah sangat kokoh berdiri
(mencakup Siria dan Arika Utara) sekarang hampir seluruhnya Islam. Sebagaimana yang Yesus peringatkan di dalam
ayat di atas, KAKI DIAN bisa diambil dari tempatnya. Namun demikian, bukan Islam yang sebenarnya
menghancurkan gereja. Di Afrika Utara,
pertentangan doktrinal dan etnik yang melemahkan Kekristenan. Orang-orang Kristen di Timur Tengah gagal
terlibat dalam budaya setempat, sehingga membukakan pintu pada ajaran Muhammad
yang jauh lebih kontekstual. Selama
Abad pertengahan, kepemimpinan gereja Eropa berusaha menghidupkan kembali
Kekristenan di Timur Tengah. Namun
mereka salah memahami Injil dan memilih suatu metode (Perang Salib) yang malah
membuat keadaan makin buruk. Gerejalah
yang menghancurkan Kekristenan di daerah Timur Tengah bagian timur. Sejarah seharusnya menjadi peringatan bagi
kita. Di mana Injil dulu pernah
berkembang luas, sekarang mengalami penurunan.
Namun demikian, wilayah-wilayah yang hampir-hampir tidak mengenal Injil
dua abad yang lalu (Afrika dan Asia) kini berkembang pesat jadi pusat
iman. Anda dan saya tidak boleh
memandang remeh rencana Allah. Jika kita
meninggalkan misi kita Tuhan akan membangkitkan orang-orang lain untuk
menggenapinya.1
Sumber:
Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung:
Indonesia Publishing House, 2007 hlm. 50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar