WAHYU KEPADA YOHANES (Bagian 47-48)
“HENDAKLAH ENGKAU SETIA SAMPAI MATI, dan Aku akan
mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan…BARANGSIAPA MENANG, IA TIDAK AKAN
MENDERITA APA-APA OLEH KEMATIAN YANG KEDUA” (Wahyu 2:10,11)
KESETIAAN
“Policarpus adalah kepala gereja Smirna sekitar tahun 155 M. Kumpulan orang banyak di stadion geger karena
penangkapannya. Tetapi saat polisi tiba
di pondoknya untuk menangkapnya, dia malah menjamu mereka, mohon waktu satu jam
untuk berdoa sebelum membawanya. Para
opsir kagum dengan kemurahan hatinya dan sedih karena mereka harus
menangkapnya. Saat dia berjalan menuju
stadion diiringi sorak-sorai orang banyak, ada suara dari surga mengatakan,
“Kuatkan hatimu, Policarpus, dan jalani nasibmu.”
Gubernur,
karena rasa hormatnya kepada usianya, berusaha membujuk Policarpus untuk
menghindari kematian dengan menawarkan jalan keluar yang simpel, “Yang perlu
kau lakukan hanyalah mengatakan, ‘Enyahlah para ateis’”. Orang banyak menggunakan kalimat itu kepada
orang-orang Kristen, menyebut mereka ateis.
Palicarpus melambaikan tangannya ke arah kerumunan orang kafir dan
mengatakan, “Enyahlah para ateis.” Tidak
puas, gubernur mengatakan, “Kutukilah Kristus, maka aku akan membebaskan
engkau.” “DELAPAN PULUH ENAM TAHUN AKU
TELAH MELAYANI DIA DAN DIA TIDAK MELAKUKAN KESALAHAN APA PUN TERHADAPKU,” jawab
kepala gereja itu. “Bagaimana aku bisa
menghujat Raja yang telah menyelamatkan aku?”.
Ketika gubernur mengancam akan membakarnya, Policarpus menjawab,”Engkau
mengancam aku dengan api yang menyala selama satu jam saja, karena engkau tidak
tahu tentang api penghakiman yang akan membakar orang-orang yang tidak
taat. Tetapi untuk apa kita
menunda-nunda? Laksanakan saja keinginanmu!”.
Ketika
mereka ingin memakukan Policarpus di tiang, dia berkata, “Biarkan aku
begini. Dia yang akan menolongku
bertahan dari api juga akan menolongku untuk tetap berada disini, bahkan tanpa
paku”. Ketika mereka menyalakan api, api
itu membentuk kubah sekelilingnya, tampak seperti perapian. Sang kepala gereja berdiri di
tengah-tengahnya, tak tersentuh api. Kumpulan
orang banyak, tak sanggup menerima kekalahan mereka membunuhnya denga
belati. Policarpus pun mati karena
imannya.
Ancaman
kematian bagi orang-orang Kristen bukan masalah dalam dunia dewasa ini. Mudah
menganggap bahwa cerita-cerita seperti ini tidak relevan dalam kehidupan kita
sehari-hari, terutama jika kita hidup nyaman di komplek-komplek perumahan. Kemartiran saudara-saudari kita di masa lalu,
bahkan di masa kini menantang kita untuk memperhitungkan seberapa besar iman
kita. Bagaimanakah sikap kita jika
ditempatkan dalam situasi yang sama?.
Dapatkah iman kita bertumbuh dan matang tanpa tantangan seperti itu?. Seberapa besarkah Yesus benar-benar berharga
bagi kita?.” 1)
-Hendaklah
engkau setia sampai mati—Melukiskan anjuran supaya terus setia walaupun harus
menuntut korban nyawa.
PAHALA (perjanjian):
1.
Mahkota kehidupan – Melambangkan upah
yang akan diberikan kepada pemenang atas Setan walaupun harus melalui
kesusahan.
2.
Tidak akan menderita kematian kedua
–Melukiskan terhindarnya orang-orang percaya dari kematian kedua sebagai
hukuman atas dosa dan akhir dosa. 2)
“Bilamana nubuatan-nubuatan tentang akhir
zaman digenapi, dan umat Allah akan menghadapi penderitaan serupa seperti yang
dialami umat Kristen mula-mula, apakah saya akan berada di pihak Kristus?. Ketika menghadapi suatu cobaan berat yang
nampaknya seakan mengganggu kenyamanan serta ketenangan pribadi saya, akankah
saya menemukan kesenangan di dalam pengenalan dan penerimaan akan Yesus Kristus
sebagai yang “pertama dan terakhir”?.
Kematian yang kedua –Kematian yang pertama
ialah “tidur” yang berlangsung selama penghakiman, dari mana terdapat
kebangkitan. Kematian yang kedua
bertentangan dengan hidup yang kekal. Itu adalah kehilangan secara permanen akan
keberadaan yang merupakan “upah dosa.” (Lihat Roma 6:23). 3)
Ay 11: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan
Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh
kematian yang kedua”.
1) ‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa
yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat’.
Jemaat
Smirna yang sedang menderita disuruh mendengarkan Firman Tuhan! Ini perlu
diperhatikan karena banyak orang justru tidak mau mendengar Firman Tuhan pada
waktu sedang menderita, seperti misalnya bangsa Israel dalam Kel 16:8.
Padahal orang yang menderita justru membutuhkan Firman Tuhan dan karenanya
harus mau mendengar!
Penerapan:
Pada
waktu sedang mengalami penderitaan yang berat, jangan lalu justru tidak pergi
ke Kebaktian dan Pendalaman Alkitab. Juga jangan lalu membuang Saat Kebaktian
pagi saudara. Pada saat-saat seperti itu, Tuhan biasanya justru berbicara
paling jelas dan memberikan penghiburan yang paling manis!
2) ‘Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita
apa-apa oleh kematian yang kedua’.
a)
‘Barangsiapa menang’.
Ini sudah
dibahas dalam Wah 2:7, sehingga tidak akan diulang di sini.
b)
‘ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua’.
· Kata ‘menderita’ menunjukkan bahwa kematian kedua ini tidak
menunjuk pada pemusnahan.
· Untuk kata ‘tidak’ di sini, dalam bahasa Yunaninya
digunakan ‘double negatives’ (2 x kata ‘tidak’), yaitu OU ME, yang
menunjukkan penekanan, dan bisa diterjemahkan ‘sekali-kali tidak’.
Istilah ‘kematian yang
kedua’ hanya ada dalam Kitab Wahyu (bdk. Wah 20:6,14 21:8). 4)
REFERENSI:
1.
Jon
Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing House,
2007.hal.57
2.
DR. U.
Aritonang, Tafsiran Buku Wahyu: Universitas Advent Indonesia Cisarua -Bandung,
1988 hal.13
3.
Leo R. Van
Dolson, “Kemenangan Sekarang ini-Kemuliaan Masa Mendatang”(Wahyu, Bagian I ),
Bandung: Indonesia Publishing House, Pelajaran Sekolah Sabat Penuntun Guru,
April-Juni 1989.hal.39-40
4.
Pdt. Budi
Asali M.Div. , Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.
WAHYU KEPADA YOHANES
(48)
“Dan tuliskanlah kepada MALAIKAT JEMAA DI
PERGAMUS: inilah firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua:
AKU TAHU DI MANA ENGKAU DIAM, yaitu di sana, di tempat takhta Iblis;…DI MANA
IBLIS DIAM”(Wahyu 2:12,13.)
FIRMAN ALLAH : PEDANG TAJAM BERMATA DUA,
HINDARKAN KOMPROMI
“Beberapa
yang mempelajari ayat ini mengatakan bahwa jemaat di PERGAMUS adalah jemaat
yang BERKOMPROMI. Ini menjelaskan alasan
mengapa Yesus memakai pendekatan pedang tajam bermata dua. Jemaat ini membutuhka kemampuan tajam
membedakan yang berasal dari Firman Allah.
Baca Ibrani 4:12 “Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari
pada pedang bermata dua mana pun;…..
Jemaat di
Pergamus tampaknya berlawanan dengan jemaat Efesus, yang memiliki doktrin yang
kokoh namun kekurangan KASIH. Jemaat
Pergamus lemah dalam bidang yang menjadi kekuatan jemaat Efesus, doktrin yang
kokoh. Menurut Yesus, Pergamus adalah
tempat berbahaya untuk didiami orang-orang Kristen. Dalam pengertian tertentu, Dia menyebut kota
itu tempat kediaman Iblis. Pergamus
mungkin yang paling mengesankan di antara tujuh kota yang disebutkan dalam
Kitab Wahyu. Reruntuhannya yang terletak
di puncak bukit terjal menjulang beberapa ratus kaki di atas dataran
rendah. Struktur terbesar yang masih
tersisa adalah amfiteaternya, yang menampung hingga 15 000 orang. Dibangun di punggung bukit terjal, kota itu
menghadap ke lembah di sebelah barat.
Para arkeolog mengambil sebagian dari yang paling spektakuler dari
kuil-kuilnya, Altar Pergamon, dan membangunnya kembali dalam sebuah museum di
Berlin bagian timur. Kuil itu mencakup
anak tangga besar dari marmer (hampir 20 kaki tingginya dan lebarnya 100 kaki)
dan puncaknya mengikuti bentuk tapal kuda oleh barisan tiang-tiang penopang
atap yang diukir pada marmer itu. Itu
sebuah karya luar biasa, memancarkan rasa percaya diri akan kejeniusan manusia
dan kekuatan kepercayaan yang diwakilinya.
Kemegahan seperti itu pasti menarik para penonton kepada agama-agama
kafir Romawi.
SIKAP
KOMPROMI dengan mudahnya menyusup masuk tanpa disadari orang-orang
Kristen. Kekuatan pencapaian manusia
jauh lebih mengesankan dewasa ini.
Pencakar langit raksasa, kemajuan teknologi yang menakjubkan, tak
disadari semuanya menyarankan bahwa kehidupan nyata harus ditemukan dalam pencapaian
dan keangkuhan manusiawi. Firma pronn
Allah adalah pedang tajam bermata dua yang menyingkapkan kepalsuan ini kepada
yang sebenarnya. Bagaimana pun, Pergamus
saat ini sebagian besar tinggal puing-puing.
1)
PERGAMUS – CITADEL – BENTENG- 323 – 538 (ayat
12-17)
·
Pergamus
pernah menjadi ibu-kota propinsi Asia dan pusat kebudayaan Yunani:
1.
Sesuai
dengan arti namanya, sidang ini menjadi sidang yang popular walaupun menghadapi
penganiayaan.
·
Sumber
berita :
1.
Yang
memakai pedang tajam bermata dua- Melambangkan Kristus dalam kemegahan
kemuliaan-Nya.
·
Engkau diam
di tempat takhta iblis –Melukiskan setan bertempat tinggal di mana orang-orang
Kristen berdiam. 2)
“Oleh
karena masa yang dilambangkan oleh Pergamus adalah masa perkembangan Kepausan
(313-538 Masehi), tampaknya terbukti bahwa tahta Setan itu merujuk kepada pusat
perbaktian kepausan yang bernama Roma.”3)
“Hampir
tidak terasa cara-cara kekafiran menemukan jalannya ke dalam jemaat
Kristen. Roh kompromi dan penyesuaian
ditahan untuk sejenak oleh penganiayaan-penganiayaan berat yang diderita jemaat
di bawah kekafiran. Tetapi begitu
penganiayaan itu berhenti, dan Kekristenan memasuki pekarangan dan
istana-istana raja-raja, ia menyingkirkan kesederhanaan Kristus dan
rasul-rasul-Nya yang bersahaja itu bagi kebesaran dan kemegahan imam-imam serta
penguasa-penguasa kafir; dan di tempat dari tuntutan-tuntutan Allah ia
menggantikan teori-teori serta tradisi-tradisi manusia. Perubahan secara nama saja dari Konstantin di
penggalan awal dari abad keempat menyebabkan kegembiraan yang besar; dan dunia,
berjubahkan suatu bentuk kebenaran, melangkah ke dalam gereja”. 4)
Ay 12: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Pergamus: Inilah firman
Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua:”.
1) Kota ‘Pergamus’.
a)
Perbedaan nama ‘Pergamus’ dan ‘Pergamum’.
KJV:
Pergamos.
RSV/NIV/NASB:
Pergamum.
William
Barclay: “Pergamos is the feminine form of the name and Pergamum
the neuter. In the ancient world it was known by both forms but Pergamum was
much the commoner and the newer translations are right to prefer it” (=
Pergamos adalah bentuk perempuan dari nama itu dan Pergamum adalah bentuk
netralnya. Dalam dunia purba kota itu dikenal dengan kedua bentuk itu, tetapi
Pergamum jauh lebih lazim, dan terjemahan-terjemahan yang lebih baru bertindak
benar pada waktu memilihnya) - hal 87.
b)
Keadaan / situasi kota Pergamus.
Pergamus
adalah ibukota dari propinsi Asia. Steve Gregg mengatakan bahwa kalau Efesus
adalah ‘New York dari Asia’ (kota terbesar di Asia), maka Pergamus adalah
‘Washington D.C. dari Asia’ (ibukota Asia).
Kota
Pergamus mempunyai perpustakaan terbesar kedua di dunia, yang mempunyai 200.000
‘buku’. Ini hanya kalah oleh perpustakaan di Alexandria, Mesir.
Catatan: Barclay mengatakan bukan ‘buku’ tetapi ‘parchment rolls’
/ gulungan kulit / perkamen. Dan A. T. Robertson (hal 303) mengatakan bahwa
kata ‘parchment’ (charta Pergamena) diturunkan dari kata Pergamum.
Pergamus
adalah kota tertua di Asia, dan kota ini:
· adalah kota yang pertama-tama mendirikan kuil bagi Kaisar Agustus.
Karena
Pergamus adalah ibukota Asia, maka Pergamus merupakan pusat penyembahan
terhadap kaisar. Di kota ini orang-orang kristen diperintahkan untuk
mempersembahkan dupa / kemenyan kepada patung kaisar sambil mengatakan ‘Kaisar
adalah Tuhan’.
· mempunyai kuil bagi Dewa Zeus.
· mempunyai kuil bagi Dewa Asclepius / Aesculapius yang berbentuk
ular dan dianggap sebagai dewa penyembuh.
Karena
itu, banyak orang datang ke Pergamus mencari kesembuhan, sehingga Steve Gregg
mengatakan bahwa kota ini seperti ‘Lourdes’ (= kota kesembuhan orang Katolik)
bagi dunia purba.
Herman
Hoeksema: “because of this imaginary power of this god, he was
generally known as Soter, that
is, Savior. ... the serpent, the symbol of the devil, was hailed as the savior
of men and was worshipped as such” (= karena kuasa, yang sebenarnya hanya
merupakan khayalan, dari allah / dewa ini, ia pada umumnya dikenal sebagai
SOTER, yaitu Juruselamat. ... ular, simbol dari setan, dipanggil / disebut /
diterima dan disembah sebagai juruselamat manusia) - hal 83.
Herman
Hoeksema: “Setan, sang ular, dan bukannya Kristus, dihormati dan
disembah sebagai juruselamat manusia; dan Kaisar, manusia, disembah sebagai
tuhan dari semua sebagai ganti dari Dia kepada siapa semua kuasa di surga dan
di bumi diberikan. ... pangeran kegelapan adalah penguasa jaman ini. Dan ia
tetap berkuasa atas kerajaan-kerajaan dunia. Pada dasarnya, ia diterima
sebagai juruselamat dimanapun Kristus ditolak; dan keilahian manusia
diproklamirkan dimanapun keilahian Anak Manusia tidak diakui”. - hal 84.
Catatan: bagian terakhir (yang saya garisbawahi) perlu dicamkan oleh
gereja-gereja / pendeta-pendeta dari kalangan Liberal, yang sudah ada yang
berani mengatakan bahwa Yesus bukanlah Juruselamat satu-satunya, dan bahkan
bukan Allah.
George
Eldon Ladd: “Pergamum, while not as important a commercial city as
Ephesus and Smyrna, was nevertheless more important as a political and
religious center. ... Pergamum was a stronghold of both pagan religion and
emperor worship and provided an unusually difficult environment for a
Christian church” (= Pergamum, sekalipun tidak sepenting Efesus dan
Smirna sebagai kota perdagangan, tetapi lebih penting sebagai pusat politik dan
agama. ... Pergamum merupakan kubu dari agama kafir dan penyembahan kaisar dan
memberikan lingkungan yang luar biasa sukarnya untuk suatu gereja Kristen)
- hal 45.
Semua ini
menyebabkan Yesus mengatakan bahwa jemaat Pergamus diam ‘di tempat takhta
Iblis / dimana Iblis diam’ (ay 13).
2) Asal usul ‘jemaat
/ gereja di Pergamus’.
Matthew
Poole: “Pergamos was a famous city of Troas; we read of Pergamos
no where else in Scripture, but of Troas we read of Paul’s being there,
Acts 16:8,11; 20:5,6, and preaching Christ there, 2Cor. 2:12” (=
Pergamus adalah kota yang termasyhur di Troas; kita tidak membaca tentang
Pergamus di tempat lain dalam Kitab Suci, tetapi tentang Troas kita membaca
tentang keberadaan Paulus di sana, Kis 16:8,11; 20:5,6, dan mengkhotbahkan
Kristus di sana, 2Kor 2:12) - hal 954.
Jadi ada
kemungkinan bahwa gereja di Pergamus merupakan hasil penginjilan rasul Paulus.
3) ‘Inilah
firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua’.
Homer
Hailey: “The sword, recognized by the Romans as the symbol of
authority and judgment, belongs to Christ and not to Rome” (= Pedang,
diakui oleh orang Romawi sebagai simbol dari otoritas dan penghakiman,
merupakan milik Kristus dan bukan milik Roma) - hal 130.
Geoffrey
B. Wilson: “ Adalah penting bahwa mereka, yang sedang hidup di
bawah ancaman dari pedang Romawi, untuk diingatkan bahwa Kristus memegang dan
menggunakan pedang yang jauh lebih kuat / berkuasa (1:16), dengan mana ia akan
mengunjungi orang yang tidak setia dalam penghakiman yang cepat / tidak ditunda
(ay 16)”. - hal
34.
Robert H.
Mounce (NICNT): “In the context of
life in a provincial capital where the proconsul was granted the ‘right of the
sword’ (ius gladii), the power to execute at will, the sovereign Christ with
the two-edged sword would remind the threatened congregation that ultimate
power over life and death belongs to God” [= Dalam kontex kehidupan dalam
suatu ibukota propinsi dimana prokonsul / gubernur Romawi diberi ‘hak pedang’
(ius gladii), kuasa untuk menjalankan hukuman mati sekehendaknya, Kristus yang
berdaulat dengan pedang bermata dua akan mengingatkan jemaat yang terancam
bahwa kuasa terakhir / tertinggi atas kehidupan dan kematian ada pada Allah]
- hal 96.
Penerapan:
Ini juga
perlu untuk kita renungkan, khususnya pada saat ini dimana kita hidup pada masa
yang sangat berbahaya (banyak kejahatan, perampokan, kerusuhan, dsb).
Lebih-lebih kalau misalnya nanti situasi politik dan pemerintahan di Indonesia
berkembang sedemikian rupa sehingga kekristenan betul-betul ditindas /
dianiaya. Dalam keadaan seperti ini kita memang harus hati-hati / tidak
gegabah, karena bertindak gegabah / sok beriman adalah sama dengan mencobai
Tuhan. Tetapi sebaliknya kita tidak boleh takut. Kita harus ingat bahwa nasib
kita ada di tangan Kristus / Tuhan, dan bukan di tangan manusia.
Bandingkan
dengan Mat 10:28-30 - “(28) Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang
dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah
terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam
neraka. (29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari
padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut
kepalamupun terhitung semuanya”.
Perhatikan
bahwa sekalipun dalam ay 28nya Yesus berkata bahwa manusia bisa membunuh
tubuh kita, tetapi dalam ay 29-30nya terlihat bahwa tanpa kehendak Tuhan
hal itu tidak mungkin terjadi.
Ay 13: “Aku tahu di mana engkau diam, yaitu di sana, di tempat takhta
Iblis; dan engkau berpegang kepada namaKu, dan engkau tidak menyangkal imanmu
kepadaKu, juga tidak pada zaman Antipas, saksiKu, yang setia kepadaKu, yang
dibunuh di hadapan kamu, di mana Iblis diam”.
1) ‘Aku tahu
di mana engkau diam’.
Barclay
menterjemahkan: ‘I know where you stay’.
William
Barclay: “Kata untuk ‘diam / tinggal’ di sini adalah KATOKEIN;
dan itu berarti ‘mempunyai tempat tinggal tetap / permanen di suatu
tempat’. Itu merupakan kata yang sangat tidak lazim untuk digunakan terhadap
orang-orang Kristen di dunia ini. Biasanya kata yang digunakan terhadap mereka
adalah PAROKEIN, yang berarti ‘tinggal untuk sementara’. ... Di sini ada
sesuatu yang sangat penting. Prinsip dari kehidupan Kristen bukanlah lari /
meloloskan diri, tetapi penaklukan. Kita mungkin merasa bahwa akan jauh lebih
mudah untuk menjadi orang Kristen di tempat lain dan dalam keadaan yang lain,
tetapi kewajiban orang Kristen adalah bersaksi bagi Kristus dimana kehidupan
telah meletakkannya. ... Makin sukar untuk menjadi orang Kristen dalam suatu
keadaan yang ditentukan, makin besar kewajiban untuk tetap tinggal dalam
keadaan ini. Jika dalam jaman awal orang-orang Kristen telah lari setiap kali
mereka dihadapkan pada pertempuran yang sukar, maka tidak mungkin akan ada
suatu dunia bagi Kristus”. - hal 91-92.
Herman
Hoeksema: “Bisa ditanyakan suatu pertanyaan apakah tidak
sebaiknya gereja kecil itu pindah tempat keluar dari kota yang jahat dimana
Iblis bertakhta dan berdiam. Adalah lebih aman baginya di kota lain di
sekitarnya. Tetapi itu bukanlah pesan yang harus diberikan oleh Yohanes kepada
gereja itu, juga itu bukan sikap dari Kitab Suci pada umumnya. ... Kitab Suci
tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa gereja Kristus seperti itu harus
beremigrasi dari dunia dan secara hurufiah hidup di suatu tempat yang terpencil”. - hal 85.
Penerapan:
Apakah
keadaan di Indonesia pada saat ini menyebabkan saudara ingin pindah keluar
negeri? Atau ingin pindah keluar negeri andaikata mempunyai uang untuk itu?
Memang bisa dimengerti bahwa manusia berusaha mencari tempat yang lebih aman
dan lebih menyenangkan, tetapi kita perlu mengingat beberapa hal:
· keamanan diri kita sebetulnya tidak tergantung tempat / sikon
dimana kita berada, tetapi tergantung kepada Tuhan. Tuhan bisa melindungi dan
membebaskan Petrus, yang dikelilingi oleh musuh-musuhnya (Kis 5:18-dst),
dan Tuhan bisa membunuh Herodes ditengah-tengah para pendukung / pengagumnya
(Kis 12:21-23).
· kita tidak boleh hidup demi kesenangan diri kita, tetapi demi
kesenangan dan kemuliaan Tuhan. Inilah penyangkalan diri (bdk. Mat 16:24).
· kita harus menjadi ‘terang’ (Mat 5:14), dan makin
gelap suatu tempat, makin dibutuhkan terang. Jadi negara kita yang sedang kacau
ini justru sangat membutuhkan keberadaan kita sebagai terang di sini.
Tetapi
pada saat yang sama saya juga berpendapat bahwa kata-kata Barclay dan Hoeksema
di atas tidak boleh dimutlakkan, seakan-akan dalam keadaan apapun kita tidak
boleh pindah. Bandingkan dengan:
¨ Kej 46:1-7
dimana Yakub pindah ke Mesir, dengan restu dari Allah, karena adanya bahaya
kelaparan.
¨ Kis 9:22-26
dimana Paulus lari dari Damsyik ke Yerusalem, karena mau dibunuh.
¨ Mat 24:15-21,
khususnya ay 16 dan ay 20 dimana kata ‘melarikan diri’ muncul
2 x. Di sini / dalam situasi ini Tuhan bahkan memerintahkan untuk lari.
Dari
semua ini saya menyimpulkan bahwa kita boleh lari / pindah, kalau:
* betul-betul mau dibunuh / akan mati kalau tidak pindah, bukan
sekedar pada waktu mengalami keadaan sukar.
* kita diyakinkan dalam pergumulan kita, bahwa Tuhan mengijinkan /
menyuruh kita lari.
2) ‘di
tempat takhta Iblis ... dimana Iblis diam’.
Kata-kata
‘takhta Iblis’ bisa menunjuk kepada pemerintah Romawi yang ada di
Pergamus (ingat kota ini adalah ibukota propinsi), atau menunjuk kepada
penyembahan berhala dan semua praktek setan di kota ini. Tetapi kebanyakan
penafsir seperti Barclay, Leon Morris, George Eldon Ladd, Robert H. Mounce,
dsb., menganggap bahwa kota ini disebut ‘takhta Iblis’ karena kota ini
merupakan pusat penyembahan kepada kaisar di Asia.
Pulpit
Commentary: “ Bahkan reruntuhannya sekarang memperlihatkan /
membuktikan kebesarannya pada jaman kuno, pada waktu ia menonjol dalam daftar
kota-kota yang termasyhur. Ia merupakan tempat tinggal raja, ia adalah kota
besar dari keilahian kafir. Tuhan kita memandangnya sebagai tempat ‘dimana
takhta Iblis ada’. ... Bukan bahwa keindahan seni, dan mahalnya bahan, dan
kuatnya struktur, tidak diperhitungkan oleh Kristus sesuai dengan nilai mereka
yang sebenarnya; tetapi dimana manusia menyembah hal-hal ini demi diri mereka
sendiri, dan hal-hal itu digunakan untuk menyembunyikan kejahatan, dan dimana
ketidakmurnian motivasi dan hidup meracuni semua, maka keindahan materi dilupakan
dalam kejelekan dunia. ‘Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan
melihat hati’”. - hal
72-73.
Catatan:
bagian terakhir dikutip dari 1Sam 16:7b.
Adam
Clarke: “It was a maxim among the Jews, that where the law of God
was not studied, there Satan dwelt; but he was obliged to leave the place where
a synagogue or academy was established” (= Merupakan suatu pepatah di
antara orang Yahudi, bahwa dimana hukum Allah tidak dipelajari, di sana Setan
tinggal / diam; tetapi ia harus meninggalkan tempat dimana sebuah sinagog /
tempat ibadah Yahudi atau suatu akademi didirikan) - hal 978.
Pepatah
ini jelas merupakan pepatah bodoh. Justru di tempat dimana Tuhan dikasihi,
diajarkan / diberitakan, maka di sanalah setan senang untuk tinggal dan
menggoda orang-orang itu.
John
Stott: “Let us rid our minds of the medieval caricature of Satan.
Forget the horns, the hooves and the tail, and we are left with the Biblical
portrait of a spiritual being, highly intelligent, immensely powerful and
utterly unscrupulous” (= Marilah kita membuang dari pikiran kita karikatur
tentang setan dari abad pertengahan. Lupakanlah tanduk, kuku dan ekor, dan kita
mempunyai gambaran yang Alkitabiah tentang seorang makhluk rohani, sangat
pandai, sangat kuat / berkuasa dan jahat secara total) - hal 60.
Stott
juga mengatakan bahwa baru-baru ini ada suatu pengumpulan pendapat di Inggris
yang menunjukkan bahwa hanya 24 % dari orang-orang Inggris yang berusia di
bawah 21 tahun yang percaya akan adanya setan.
Dan Stott
lalu mengatakan: “How delighted he must be!” (= Alangkah senangnya
ia!) - hal 60.
3) ‘engkau
berpegang kepada namaKu’.
a) Di kota ini nama Yesus tak diakui / dihormati. Yang
diakui dan dihormati adalah nama Dewa Asclepius / Aesculapius dan nama Kaisar.
Tetapi orang kristen Pergamus tetap setia kepada nama Kristus! Ini menunjukkan
bahwa orang bisa tetap setia kepada Kristus, sekalipun keadaan sekitarnya
begitu sukar. Kalau mereka bisa mengapa kita tidak?
b) Ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya setia
kepada nama Kristus, tetapi juga memberitakan nama Kristus.
Herman
Hoeksema: “ Merupakan sesuatu yang bisa dimengerti jika mereka
memelihara iman dan berpegang erat-erat pada nama Yesus, tetapi mereka
memelihara semua itu untuk diri mereka sendiri, hidup dalam pengasingan, dan
dengan hati-hati menghindari perselisihan / bentrokan terbuka dengan lingkungan
yang jahat. Tetapi sekali lagi, ini bukan panggilan dari gereja Kristus. ...
Gereja tidak boleh berdiam diri, bahkan pada waktu dunia mengancam dengan
kemarahan yang besar sekali / jahat / dari setan. Gereja harus mengaku, dan tidak
mengaku berarti menyangkal”. - hal 86.
4) ‘engkau
tidak menyangkal imanmu kepadaKu’.
a)
‘imanmu kepadaKu’.
NIV: ‘your
faith in me’ (= imanmu kepadaKu).
KJV/RSV/NASB/Lit:
‘my faith’ (= imanKu).
John
Stott: “Commentators are agreed that, grammatically speaking, ‘my
faith’ means ‘your faith in me’” (= Para penafsir setuju bahwa berbicara
secara gramatika, ‘imanku’ berarti ‘imanmu kepadaKu’) - hal 56.
b)
‘tidak menyangkal’.
Kata ‘menyangkal’
ada dalam aorist tense (= past tense / bentuk lampau), dan karena
itu rupanya kata-kata ‘tidak menyangkal’ menunjuk pada satu kejadian
tertentu di masa lampau, dimana jemaat dihadapkan pada pemaksaan untuk
menyangkal Yesus. Rupanya pada peristiwa itu juga Antipas mengalami kematian
syahid. Tetapi jemaat Pergamus tetap tidak mau menyangkal Kristus.
Pulpit
Commentary: “Here is one of the million proofs that man’s moral
character is not necessarily formed by external circumstances, however antagonistic
those circumstances may be” (= Di sini ada satu dari jutaan bukti bahwa
karakter moral manusia tidak harus dibentuk oleh keadaan luar, betapapun
bermusuhannya keadaan itu) - hal 101-102.
5) ‘juga tidak pada zaman Antipas, saksiKu, yang
setia kepadaKu, yang dibunuh di hadapan kamu’.
a) ‘Antipas’.
Ada yang
menganggap bahwa nama ‘Antipas’ ini adalah nama asli seseorang; tetapi ada juga
yang menganggap bahwa sama seperti nama-nama lain dalam Kitab Wahyu, ini hanya
bersifat simbolis, yang menunjuk kepada segolongan orang yang ‘anti Paus’.
Catatan: lihat di depan tentang penafsiran simbolis dari ke tujuh gereja
(hal 1-2, point no 1,c dari buku ini).
Matthew
Poole: “Our being able from no history to give an account of this
martyr, hath inclined some to think this epistle wholly prophetical, and that
Antipas signifieth not any particular person, but all those who opposed the
pope, as if it were Antipapa” (= Ketidakmampuan kita memberikan catatan /
cerita dari sejarah tentang martir ini, telah mencondongkan beberapa orang
untuk berpikir bahwa surat ini sepenuhnya bersifat nubuat, dan bahwa Antipas
tidak berarti seseorang yang tertentu, tetapi semua mereka yang menentang Paus,
seakan-akan kata itu adalah Antipapa) - hal 954-955.
Steve Gregg: “Some who take this approach have
suggested that Antipas does not refer to an individual, but to a class of men
opposed (‘anti’) to the popes (‘papas’), which men were martyred in great
numbers in Rome and Constantinople” [= Sebagian dari orang-orang yang
mengambil arti ini mengusulkan bahwa Antipas tidak menunjuk kepada seorang
individu, tetapi kepada segolongan orang yang menentang (‘anti’) Paus
(‘papas’), yaitu orang-orang yang mati syahid dalam jumlah besar di Roma dan
Constantinople] - hal 70.
Saya berpendapat bahwa Antipas adalah nama orang.
b) Ada yang menterjemahkan kata-kata ‘saksiKu yang
setia’ dengan ‘martirKu yang setia’.
William
Barclay: “The Risen Christ calls Antipas my faithful MARTUS. We
have translated that ‘martyr’; but MARTUS is the normal Greek word for
‘witness’. In the early church to be a martyr and to be a witness were one and
the same thing. ‘Witness’ meant so often ‘martyrdom’” (= Kristus yang
bangkit menyebut Antipas ‘MARTUS-Ku yang setia’. Kita telah menterjemahkannya
‘martir’, tetapi MARTUS adalah kata Yunani yang normal untuk ‘saksi’. Dalam
gereja mula-mula menjadi ‘martir’ dan menjadi ‘saksi’ adalah hal yang satu dan
sama) - hal 92.
Catatan: A. T. Robertson mengatakan (hal 305) bahwa arti ‘martir’
adalah arti modern yang baru muncul pada abad ke 3.
c)
Kematian Antipas.
Adam
Clarke: “Ada suatu karya yang masih ada yang disebut
‘Perbuatan / Kisah Antipas’, yang membuatnya sebagai uskup dari Pergamus, dan
menyatakan bahwa ia dibunuh dengan dimasukkan ke dalam sapi dari kuningan yang
dibakar. Tetapi cerita ini menentang dirinya sendiri, karena orang Romawi,
dibawah pemerintahan siapa Pergamus saat itu, tidak pernah membunuh seseorang
dengan cara ini. Diduga bahwa ia dibunuh oleh suatu gerombolan, yang memilih
cara ini untuk mempertahankan kehormatan dari dewa mereka Aesculapius, dalam
pertentangan dengan tuntutan dari Tuhan Yesus kita”. - hal 978.
d)
Tak diingat dalam sejarah, tetapi diingat oleh Kristus.
Pulpit
Commentary: “Tentang Antipas kita tidak mengetahui apapun lebih
dari yang disebutkan di sini. Tidak ada catatan sejarah, kecuali ini, yang
menunjuk kepadanya. Tetapi Kristus tidak pernah lupa. Diingat oleh Dia adalah
cukup masyhur / popular”. - hal 73.
Mungkin
kalau ini terjadi pada jaman sekarang, orang kristen sendiri bahkan akan
mengecam Antipas sebagai orang kristen yang extrim. Tetapi Yesus justru memuji
Antipas dengan sebutan ‘saksiKu yang setia’. Perlu diingat bahwa istilah
‘saksiKu yang setia’ yang diberikan kepada Antipas, merupakan istilah
yang sama dengan yang ditujukan kepada Kristus sendiri dalam Wah 1:5. Jadi
ini merupakan suatu pujian yang sangat tinggi.
e) A. T. Robertson mengatakan (hal 305) bahwa kematian
syahid Antipas ini disusul oleh beberapa orang lain di Pergamum, yaitu
Agathonice, Attalus, Carpus, dan Polybus. Seringkali orang digoda setan dengan
berpikir: ‘Dari pada mati secara sia-sia, lebih baik menyangkal Yesus /
berkompromi’. Tetapi dari cerita tentang Antipas ini terlihat bahwa kematian
syahid tidaklah sia-sia. Pertama, kesetiaan sampai mati itu menyenangkan Allah,
dan kedua, itu memotivasi orang kristen lain untuk juga berani mati demi
Kristus.
Tetapi
sebaliknya kalau kita menyangkal Kristus, berkompromi dengan dunia, dsb, kita
menghancurkan motivasi orang kristen lain untuk menderita dan mati demi
Kristus!.5)
REFERENSI:
1.
Jon
Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing House, 2007.
hal.58.
2.
DR. U.
Aritonang, Tafsiran Buku Wahyu: Universitas Advent Indonesia Cisarua -Bandung,
1988 hal.13,14.
3.
Leo R. Van
Dolson, “Kemenangan Sekarang ini-Kemuliaan Masa Menda DR. U. Aritonang,
Tafsiran Buku Wahyu: Universitas Advent Indonesia Cisarua -Bandung, 1988 hal.40
4.
E.G. White,
The Great Contorversy, hal.49-50.
5.
Pdt. Budi
Asali M.Div., Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar