KASIH
KRISTIANI.
PENDAHULUAN
1 Korintus 13 adalah salah satu pasal
yang paling di kenal dalam Alkitab, sekaligus pasal yang paling rumit.
Bagi kebanyakan orang Kristen, gambaran
kasih disini lebih merupakan gagasan ketimbang pengalaman, atau lebih bersifat
teoritik ketimbang praktis. Daya tarik ayat ini membuat banyak orang Kristen
terpana bagaikan memandang gunung yang menjulang tinggi dalam kemegahannya
sehingga membuat kita tertarik untuk mengukur ketinggiannya, namun menyadari
betapa kita terikat di bumi dan tidak memiliki peralatan untuk mendakinya. Kita
mengenal kasih, tetapi kita juga mengenal diri kita dan betapa jauhnya
aktualitas kasih kita. Kasih itu sendiri “tak pernah gagal”, kitalah yang
gagal, bahkan seringkali gagal menerapkannya.
Kita tahu, jauh lebih mudah menulis
dan membicarakan tentang kasih ketimbang melaksanakannya. Walau pun demikian,
pada ayat-ayat pembukaan, Paulus menantang kita untuk “mengejar dan mendapatkan
kasih” (1 Korintus 14:1). Kita belum memilikinya dalam pengertian
melaksanakannya, namun kita sangat mendambakannya. Bukankah ini seharusnya
memberi kita semangat? Bukankah kerinduan itu sendiri merupakan kilasan kasih
yang selalu berharap, selalu bertekun (1 Korintus 13:7)?
Bukankah keinginan kita untuk menyingkirkan
keangkuhan dan kedengkian serta ambisi merupakan tanda kasih? Ketika kita
bersikap kasar, bukankah kepedihan yang muncul membuktikan kasih kita kepada
orang yang kita lukai? Apabila kita mengakui diri kita kurang mengasihi,
setidaknya kita telah mulai “meninggalkan sifat dan tindakan kita yang
kekanak-kanakan” (1 Korintus 13:11). Orang yang bersifat kekanak-kanakan tidak
mengasihi tetapi merasa mengasihi. Saat kita sadar bahwa kita “tidak mengasihi”
namun ingin berubah kita telah membuat semacam kemajuan. Marilah kita, tetap
mengaktualisasikan kasih yang telah didefinikan ini (1 Korintus 13:1-13) dalam
kehidupan kita, karena kasih adalah kekuatan untuk hidup dalam sukacita sebagai
orang-orang yang tidak sempurna di dalam kasih.
APAKAH KASIH ITU ?
Pertanyaan penting yang akan kita
ajukan ialah: Apakah kasih itu? Kasih dalam pengertian insani atau pun ilahi
merupakan bentuk ungkapan yang paling dalam dari kepribadian sekaligus hubungan
pribadi paling akrab dan paling dekat.
Kata Ibrani Perjanjian Lama yang paling dominan untuk kasih adalah “aheb”
berkonotasi beragam makna sesuai dengan konteksnya. Perjanjian Baru kebanyakan
menggunakan dua kata Yunani yaitu: “agape” dan “philia”. Kata “agape” adalah
kata yang paling dominan dalam Perjanjian Baru. Kata “agape” jarang digunakan
dalam bahasa Yunani sebelum kata itu dipakai secara khas oleh orang Kristen
untuk mengungkapkan kasih. “Agape” dipakai untuk menyatakan
kasih Allah, kasih sejati, tidak mementingkan diri, tidak menuntut balas jasa,
dan kasih dari hati yang peduli pada orang lain. Sedangkan kata “philia” yaitu kasih sayang
antar sahabat atau teman; kata ini sering diasosiakan dengan kasih
persaudaraan. Dua kata Yunani klasik “eros” dan “storge” tidak digunakan dalam
Alkitab. Kata “eros”, menunjukkan cinta dengan daya tarik seksual atau erotika.
Kasih ini sering dihubungkan dengan romantistik. Sedangkan kata stôrge berarti
kasih alami dalam keluarga, seperti kasih seorang ibu dan anaknya tidak
digunakan di dalam Alkitab.
Kasih “agape” dapat diaktulisasikan
kepada Allah dan kepada sesama. Secara khusus, dalam konteks 1 Korintus pasal
13 ini, Paulus menggunakan kata “agape” dalam hubungan dengan sesama. Kristus
dalam Matius 22:34-40 meringkas tugas orang Kristen dengan hukum kasih, yaitu
kasih kepada Tuhan, kepada diri sendiri dan kepada sesama. Kasih agapaô perlu memenuhi hidup kita
dan mengontrol kasih yang lainnya (philia, eros, storge). Semua kasih yang lain
hanya dapat diperbaiki dan berfungsi dengan benar dalam proporsi yang tepat
bila kasih “agape” mengontrolnya. Kasih ini mengatur relasi kita dalam
keluarga, sesama, ditempat kerja (Yohanes 13:34), dan bagi mereka yang
membutuhkan bahkan mereka yang memusuhi (Lukas 10:25-37).
MENGAPA PAULUS MENULIS PASAL KASIH INI?
Mengapa Rasul Paulus, ketika menulis surat
kepada jemaat di Korintus, ini justru menuliskan tentang kasih?
Paulus memiliki dua alasan pokok dalam
pikirannya ketika ia menulis surat 1 Korintus ini: Pertama, untuk membetulkan masalah yang serius dalam jemaat
di Korintus yang telah diberitahukan kepadanya. Hal-hal ini meliputi
pelanggaran yang dianggap remeh oleh orang Korintus, tetapi dianggap oleh
Paulus sebagai dosa serius. Kedua,
untuk memberikan bimbingan dan instruksi atas berbagai pertanyaan yang telah
ditulis oleh orang Korintus. Hal-hal ini meliputi soal doktrin dan juga
perilaku dan kemurnian sebagai perorangan dan sebagai jemaat.
Secara khusus alasan yang paling penting
mengapa Rasul Paulus menulis pasal tentang kasih (1 Korintus 13) ini adalah
karena ia sedang memberikan teguran kepada jemaat di Korintus. Mereka adalah
jemaat yang menerima karunia besar dari Tuhan, karunia-karunia Roh Kudus, dan
gereja yang dinamis sekali. Tetapi, Korintus adalah jemaat yang paling
bermasalah, baik itu masalah doktrinal, kurangnya moralitas, hubungan seksual
di antara anggota keluarga, dan sebagainya. Di tengah-tengah situasi yang kacau
itu, Rasul Paulus memberikan pengajarannya tentang penggunaan karunia dan
pentingnya karunia Roh Kudus sehingga tidak mereka salah gunakan. Setelah dia
memberikan pengajarannya, barulah dia menekankan bahwa yang terpenting dari
semuanya adalah kasih.
Ada tiga hal yang Paulus harapkan dipahami oleh jemaat melalui ajaran tentang
kasih dalam 1 Korintus 13 ini, yaitu: motivasi kasih (1 Korintus 13:1-3),
karakteristik kasih (1 Korintus 13:4-8a), dan keunggulan kasih (1 Korintus
13:8b-13).
MOTIVASI KASIH (1 KORINTUS 13:1-3)
Apa gunanya penggunaan karunia,
perbuatan besar dan dahsyat jika tidak ada kasih yang melatar belakanginya?
Banyak orang tidak akan setuju perlunya memeriksa motivasi dari apa yang kita
sebut perbuatan baik. Banyak orang mengklaim bahwa karisma, pengetahuan, dan
pengorbanan adalah sama dengan kasih. Tetapi masing-masing hal itu perlu
diperiksa seperti yang pasal ini sudah lakukan.
Paulus mengatakan, “Sekalipun aku
dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika
aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang
yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui
segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki
iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai
kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala
sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika
aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku”. (1 Korintus
13:1-3).
Di dalam ayat ini, tercatat tujuh karunia, yaitu: karunia
bahasa lidah, nubuat, hikmat (menyelami rahasia), pengetahuan, iman, memberi
(membagi-bagikan), dan mati syahid (menyerahkan tubuh untuk dibakar).
Karunia-karunia ini sangat penting, seperti ditunjukkan di pasal-pasal yang
mengapitnya (khususnya pasal 12 dan 14). Namun demikian, kata Paulus, memakai
atau menjalankan karunia tanpa kasih tidaklah berguna dan tidak berfaedah,
bahkan sia-sia. Kasih adalah “jalan yang lebih utama” dan melampaui
“karunia-karunia utama” (1 Korintus 12:31). Karena itu kasih harus “dikejar” (1
Korintus 14:1) dan karunia-karunia dijalankan dengan kasih (1 Korintus 13:1-3).
Ingat, karunia-karunia (charismata) akan berhenti diujung sejarah, tetapi kasih
akan tetap berlanjut (1 Korintus 13:8).
1. Fasih berbicara tanpa kasih
adalah omong kosong.
Walaupun seseorang sangat pandai berbicara,
sopan, atau menghibur yang mendengarkan, tanpa kasih, dia akan menggunakan
lidahnya untuk tujuan pribadinya. Meskipun ribuan orang akan terkesan,
tergerak, dan tersentuh, namun perkataannya sama saja dengan bunyi gong.
2. Berpengetahuan tanpa kasih tidak
berguna.
Ilmuwan, teolog, doktor, dan filsuf semuanya
berpura-pura memiliki pengetahuan yang luar biasa, tetapi tanpa kasih,
pengetahuan ini akan menghancurkan mereka dan orang lain.
Mereka yang memiliki pengetahuan adalah
mereka yang seharusnya menggerakkan dunia. Para ekonom, pemuka agama, konselor,
atau peneliti, semuanya memiliki pengetahuan khusus yang akan memberikan dampak
signifikan dalam sejarah manusia. Dampak tidak diperoleh dari pengetahuan,
namun dari apa yang dilakukan seseorang dengan pengetahuan itu. Bila dia tidak
mengasihi, maka pengetahuan tidak lagi penting. Ketidakpedulian yang dibarengi
kasih adalah lebih baik daripada pengetahuan yang dibarengi dengan pengejaran
kepentingan diri, apa pun bidang pengetahuannya.
Sekarang ini, kita menghabiskan banyak
waktu, energi, dan uang untuk mengejar pengetahuan. Kita meluangkan sedikit waktu
untuk memeriksa hati mereka yang bergelar tinggi. Gereja-gereja yang mencari
pendeta tampaknya lebih menekankan gelar daripada kasih.
3. Kebaikan dan pengorbanan tanpa
kasih tidak berfaedah.
Kita akan berpikir bahwa mereka yang
menyerahkan seluruh milik mereka dan melakukan pengorbanan diri yang besar
merupakan suatu hal yang sangat mulia. Namun sekali lagi, kita bisa memberikan
seluruh kekayaan kita, bahkan mengorbankan hidup kita, tetapi tanpa kasih,
semua itu tidak ada gunanya. Saya bertanya-tanya seberapa besar bantuan yang
diberikan atas dasar kasih daripada atas dasar motivasi memiliki reputasi
terkenal.
Bila nama kita tidak dikenal, akankah kita
tetap memberikan sebanyak yang kita sudah kita lakukan? Pengorbanan yang besar
tidak sama dengan kasih karena pengorbanan ini bisa saja berasal dari alasan
egois agar dihargai dan dikenal.
Ringkasannya, kita harus mulai memeriksa
segala tindakan kita; apakah kita melakukannya atas dasar kasih atau pemenuhan
ego. Kita memiliki kemampuan yang hebat untuk membohongi diri kita sendiri dan
orang lain menurut maksud kita yang sebenarnya. Sering kali, jauh di dalam
hati, kita menyukai perhatian, tepuk tangan, piala, dan kekuasaan. Kemampuan
besar dalam pidato, pengetahuan, dan pengorbanan akan menggerakkan orang, namun
tidak akan menyelamatkan mereka. Komunikasi,
pengetahuan, dan ketaatan adalah tiga penajam hidup yang sangat
berkuasa, namun ketiga hal ini
membutuhkan hati yang mengasihi untuk mewujudkannya dengan benar di
dunia ini sehingga memberikan manfaat bagi orang lain.
KARAKTERISTIK KASIH (1 KORINTUS 13:4-8a)
Semua orang mengaku memiliki kasih,
namun sedikit yang telah merasakan kekuatan, pengertian, dan komitmennya yang
luar biasa. Kasih berdasarkan pengertiannya memiliki beberapa natur. Tanpa
sifat-sifat (natur) itu, kasih akan hilang. Paulus mengatakan “Kasih itu sabar; kasih itu
murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia
tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia
tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita
karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu,
percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala
sesuatu. Kasih tidak berkesudahan..” (1
Korintus 13:4-8a).
1. Natur kasih.
Paulus dalam 1 Korintus 13:4-8a, tidak berusaha mendefinisikan apa itu
kasih, tetapi memperlihatkan sifat-sifat dan tindakan moral dari kasih.
Tercatat enam belas sifat dan
tindakan moral kasih yang disebutkan Paulus, yaitu: (1) kasih itu sabar
(bersabar, memberi kesempatan), hê agapê makrothumei ; (2) kasih itu murah hati
(bermurah hati atau baik hati), hê agapê chrêsteuetai ; (3) kasih itu tidak
cemburu (tidak iri hati), hê agapê ou zêloi; (4) kasih itu tidak memegahkan
diri, hê agapê ou perpereuetai; (5) kasih itu tidak (menjadi) sombong, hê agapê
ou phusioutai; (6) kasih itu tidak melakukan yang tidak sopan, hê agapê ouk
askhêmonei; (7) kasih itu tidak mencari keuntungan-keuntungan diri sendiri, hê
agapê ou zêtei ta heautês; (8) kasih itu tidak pemarah (tidak mudah
tersinggung, hê agapê ou paroxunetai; (9) kasih itu tidak menyimpan kesalahan
orang lain (tidak mengingat hal yang jelek), hê agapê ou logizetai to kakon;
(10) kasih itu tidak bersukacita karena ketidakadilan (tidak bersukacita atas
perbuatan yang tidak benar), hê agapê ou khairei epi tê adikia; (11) kasih itu
bersukacita bersama kebenaran, hê agapê sugkhairei tê alêtheia; (12) kasih itu
menutupi segala sesuatu, hê agapê panta stegei; (13) kasih itu percaya segala
sesuatu, hê agapê panta pisteuei; (14) kasih itu mengharapkan segala sesuatu,
hê agapê panta elpizei; (15) kasih itu sabar menanggung segala sesuatu, hê
agapê panta hupomenei; (16) kasih itu tak berkesudahan, hê agapê oudepote
ekpiptei .
2. Dua aspek kasih.
Enam belas komponen kasih diatas dapat dikelompokan menjadi dua kategori
yaitu: aspek kasih yang memberi diri dan aspek kasih yang mengekang diri. Baik
kasih yang memberikan diri, maupun kasih yangmengekang diri adalah kasih agape,
kasih yang memang tidak lagi bertumpu pada apa yang orang lain lakukan kepada
kita.
(1)
Aspek kasih yang memberikan diri.
Ada delapan karakteristik dari kasih yang memberi diri yaitu: Kasih itu
sabar, kasih itu murah hati, kasih bersukacita karena kebenaran, kasih menutup
segala sesuatu, kasih percaya segala sesuatu, kasih mengharapkan segala
sesuatu., kasih menanggung segala sesuatu, dan kasih tak berkesudahan. Semua
orang dapat memberikan dirinya, tapi pertanyaannya adalah kepada siapa dan
untuk siapa. Jadi, murah hati adalah benar-benar kita harus keluar dari diri
kita, melampaui diri kita yang sempit ini sehingga kita melebarkan, memperluas
diri kita, dan akhirnya bisa memberikan diri kepada orang lain meskipun rasanya
tidak ada keinginan.
(2)
Aspek kasih yang mengekang diri.
Ada delapan karakteristik dari kasih yang mengekang diri, yaitu: Kasih
tidak cemburu, kasih tidak memegahkan diri, kasih tidak sombong, kasih tidak
melakukan yang tidak sopan, kasih tidak mencari keuntungan untuk diri sendiri,
tidak pemarah, kasih tidak menyimpan kesalahan orang lain, dan kasih tidak
bersukacita karena ketidakadilan. Semua kata-kata yang digunakan mengacu pada
satu konsep yang serupa akarnya, yaitu mengekang diri. Jadi, kasih membuat
manusia membatasi dirinya, kasih membatasi tindakan kita yang seharusnya
agresif menjadi tidak agresif. Tidak cemburu artinya seolah-olah kita mau
menuntut sesuatu yang seharusnya menjadi milik kita, kita mau menguasai sesuatu
yang baik, yang indah, dan yang menyenangkan buat kita. Tapi kasih berhasil
membatasi diri sehingga kita tidak menguasai orang. Jadi, kasih mempunyai unsur
mengekang diri.
3. Penjelasan dari enam belas karakter
kasih.
(1) Kasih Itu Sabar.
Orang yang sabar yang mampu untuk mendengarkan dan peduli pada
orang-orang di sekitarnya. Kasih tidak memaksakan aturan dan batasan waktunya
sendiri. Orang-orang, khususnya orang-orang yang terluka, dapat menyedot banyak
waktu kita. Orang sabar percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan memberikan cukup
waktu untuknya mendengarkan orang lain. Kasih juga mampu memperlakukan semua
orang dengan cara yang benar. Kita cenderung mengharapkan orang lain untuk
mendengarkan kita seperti kita mendengarkan orang lain, tetapi sering kali hal
ini tidak berhasil. Orang yang sabar percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan
memberikan hikmat untuk memerhatikan setiap orang dengan baik.
(2)
Kasih Itu Murah Hati.
Murah hati atau baik hati adalah bersikap baik dan peduli pada orang
lain. Kasih itu murah hati. Kita mungkin berpikir hal ini tidak perlu
dikatakan, namun setelah apa yang telah dilakukan atas nama kasih diteliti
baik-baik, kita akan bijaksana bila mengukur kasih hanya dengan gelas ukur yang
disebut kemurahan hati. Bila seseorang itu tidak murah hati, berarti dia tidak
mengasihi.
(3)
Kasih Tidak Cemburu.
Rasa cemburu atau iri hati biasanya muncul saat orang lain (dan bukan
kita) mendapatkan perhatian. Saat kecemburuan muncul, kita harus mempertanyakan
apakah ada kasih. Beberapa orang mengatakan bahwa kasih itu cemburu karena
kasih menginginkan dan mengharapkan orang lain. Namun, kasih yang sejati
memberikan hak mereka atas perhatian orang lain. Kasih justru memberikan
dirinya sendiri supaya orang lain mendapatkan keuntungan.
(4)
Kasih Tidak Memegahkan Diri.
Ketika seseorang memegahkan diri, maka objek pembicaraan direndahkan dan
dipandang sebagai alat untuk digunakan. Memegahkan diri berarti meninggikan
diri sendiri dan merendahkan orang lain. Kasih meminta seseorang untuk melihat
sisi baik dalam diri orang lain dan lebih sering diam jika belum melihat sisi
baik yang ada pada diri orang lain.
(5)
Kasih Tidak Sombong.
Kesombongan mulai muncul ketika kita merasa lebih baik daripada orang
lain. Perbedaan memegahkan diri dari kesombongan adalah bahwa memegahkan diri
berbicara tentang keberhasilan seseorang, sedangkan kesombongan terdapat di
dalam pikiran. Kesombongan akan mengeluarkan buah yang tidak diinginkan melalui
pandangan, perilaku, komentar, tipuan, dan perlakukan umum terhadap orang lain.
Kasih lebih menghormati orang lain di atas keinginan pribadinya.
(6)
Kasih Tidak Melakukan yang Tidak Sopan.
Tindakan yang tidak sopan adalah tindakan yang aneh untuk menarik
perhatian orang lain. Perilaku yang aneh atau kasar menarik perhatian orang
lain. Mencari perhatian untuk diri sendiri adalah lawan dari kasih di mana kita
seharusnya memberikan perhatian kepada orang-orang yang membutuhkan. Kita
berfokus pada orang lain.
(7)
Kasih Tidak Mencari Keuntungan untuk Diri Sendiri.
Ketika kita mencari kesejahteraan diri kita sendiri, kita menghalangi
kemampuan kita untuk mengasihi. Kasih mengusahakan kesejahteraan orang lain.
Bila kita lebih mementingkan diri sendiri, maka kita akan memberikan perlakuan
istimewa pada diri kita sendiri. Kita bahkan akan berbohong, curang, memfitnah,
mengumpat, dan lain untuk melayani kebutuhan diri kita sendiri.
(8)
Kasih Tidak Pemarah.
Kasih yang sejati tidak mudah goyah. Kasih yang pura-pura mudah berubah.
Seseorang akan mudah marah saat dia hidup untuk dirinya sendiri. Kita pasti
merasa tidak nyaman saat tersinggung; setidaknya harga diri kita diserang,
namun natur kasih tidak akan berubah.
(9)
Kasih Tidak Menyimpan Kesalahan Orang Lain.
Tidak menyimpan kesalah berarti cepat mengampuni orang lain dan menolak
kepahitan. Kasih tidak pahit hati. Mungkin ia terluka, tersakiti, dan teraniaya,
namun kasih akan selalu mengampuni. Kasih tidak menyimpan kesalahan atau
berencana untuk balas dendam. Kasih menghapus kesalahan setiap hari untuk
memampukannya memerhatikan kebutuhan orang lain.
(10)
Kasih Tidak Bersukacita Karena Ketidakadilan.
Orang yang tidak hidup di dalam kasih berpikir bahwa mereka tidak
bersalah atas perilaku yang kasar dan tidak adil, dan mereka merasa bahagia
dengan perilaku buruk tersebut. Apabila kita merasa kebahagiaan dalam perilaku
buruk orang lain maka kasih tidak ada di dalamnya. Entah kita atau orang lain
terlibat dalam perilaku yang tidak baik, mereka yang memiliki kasih yang sejati
tidak akan bersukacita.
(11)
Kasih Bersukacita Karena Kebenaran.
Kasih mungkin rendah hati karena kebenaran, namun kasih masih tetap
menemukan kesetiaannya yang terdalam terhadap kebenaran. Kasih tidak
memilih-milih orang sehingga menghalangi kebenaran. Pasangan dari kasih adalah
kebenaran, di mana cahayanya bersinar terang; tidak ada kebohongan dan
ketidaksetiaan.
(12)
Kasih Menutup Segala Sesuatu.
Mudah marah berujung pada konflik pribadi yang tidak ada gunanya,
misalnya dalam hubungan saudara kandung atau pernikahan. Dengan menanggung
segala sesuatu, kasih dapat menahan kekasaran, dosa, dan kebobrokan moral yang
absolut. Dari air berlumpur, muncullah bunga lili putih.
(13)
Kasih Percaya Segala Sesuatu.
Mencari Tuhan untuk memohon pertolongan, kekuatan dan pembaharuan untuk
setiap situasi sulit yang saya alami adalah bagian dari kasih. Kasih
terlindungi dari pesimisme usia dan memampukan setiap orang dengan penuh hormat
dan harapan.
(14)
Kasih Mengharapkan Segala Sesuatu.
Kasih bukanlah khayalan buta, namun dengan kesetiannya, kasih dapat
melihat ke depan pada kesempatan istimewa yang setiap relasi bawa setiap hari.
Kasih hidup dalam pengharapan kepada Tuhan bahwa anugerah Tuhan dapat bersinar
di tempat yang gelap.
(15)
Kasih Menanggung Segala Sesuatu.
Kasih sanggup bertahan karena kasih Allah di dalam Kristus adalah
selamanya. Kasih yang kita miliki memang terbatas, namun saat kasih Allah
memenuhi kita, maka tidak ada yang bisa menghentikannya. Kasih Allah mengatasi
rasa malu, celaan, dan kejahatan. Kasih itu rendah hati sama seperti kasih
Allah dalam Kristus mengejar hal-hal tersebut sehingga kita bisa menerima kasih
itu.
(16)
Kasih Tak Berkesudahan.
Tidak ada rentang waktu untuk kasih Allah. Kasih Allah tidak berhenti
saat matahari terbenam atau dimulai pada minggu yang baru. Kasih illahi akan
terus ada menembus waktu dan kekekalan. Di
malam-malam gelap, akan selalu ada cahaya abadi dari kasih Allah. Kasih akan menyinari
kebencian dan menembus hal yang paling buruk dengan pengorbanan.
KEUNGGULAN KASIH (1 KORINTUS 13:8-13)
Di jantung kasih ada kekuatan untuk
bertahan. Kasih “tahan menderita dan tahan menanggung segala sesuatu” (1
Korintus 13:4-7); Kasih tidak berkesudahan (1 Korintus 13:8); Kasih tetap
bertahan (1 Korintus 13:13). Frase Yunani “kasih tidak berkesudahan” adalah “hê
agapê oudepote ekpiptei” yang dapat diterjemahkan “kasih sejati tidak pernah
gagal; tidak pernah berhenti sampai kesudahannya”. Makna frasa “hê agapê
oudepote ekpiptei”, harus dipahami dari kata “hê agapê” sendiri, serta
pemakaian frasa “oudepote ekpiptei”. Pertama-tama, analisa leksikal perlu
dilakukan pada kata “hê agapê” , dimana pemakaian kata “hê agapê” oleh Paulus
dilihat sebagai kasih yang mengarahkan relasi antar manusia. Tentu saja ini
diperkuat oleh konteks yang memperlihatkan bahwa Paulus sedang berusaha
membenahi kesalahpahaman jemaat Korintus mengenai karunia-karunia lahiriah.
Tetapi meskipun “hê agapê” pada pasal
13 dimengerti sebagai kasih yang mengarahkan relasi antar manusia, “hê agapê”
juga mempunyai makna teologis yang khusus. Pengertian terhadap makna “hê agapê”
harus dimulai dengan pemahaman bahwa bagi Paulus, sumber “hê agapê” sendiri
adalah Allah yang bekerja di dalam Kristus. Sangat jelas bahwa Paulus amat
sepakat dengan Yohanes 4:8, “Allah adalah kasih”. Paulus memahami bahwa kasih
adalah natur dari Allah sendiri (Roma. 8:37-39). Karena itu Paulus mengingatkan
jemaat Korintus yang sejatinya telah berada di dalam Kristus, harus memiliki
kasih itu dalam kehidupan mereka. Paulus melihat kasih Kristus yang rela
disalib adalah kasih yang diwujudkan dalam tindakan (Efesus 5:1-2). Sehingga
kasih pun adalah sebuah tindakan, sebuah behavior, bukan sebagai sesuatu yang
abstrak yang tidak dapat dilihat.
Kontras dengan banyak pemikiran dunia dalam memandang kasih hanya
sebagai emosi, Alkitab dengan gamblang menjelaskannya dan memperlihatkannya
bahwa kasih bukan semata-mata apa yang dirasakan oleh seseorang, melainkan apa
yang dilakukannya!. Disini kita mendapat hikmat Kristiani yang praktis yang
tahu bagaimana kita seharusnya bertindak karena Allahlah yang pertama-tama
mengasihi kita (1 Yohanes 4:19). Kasih adalah sebuah kualitas karakter yang
membedakan antara antara umat Allah dengan manusia dunia. Kasih adalah dasar
sikap hidup umat Kristen, sehingga kasih adalah yang pertama-tama dan terutama
untuk dimiliki orang Kristen sebelum segala karunia-karunia lahiriah. Inilah
yang disebut dengan keutamaan kasih.
Kata “ekpiptei” memakai present tense,
yang berarti saat ini, terus-menerus, tanpa mengerti sampai kapan berakhirnya.
Sehingga sebenarnya bentuk present pada kata kerja ini juga punya unsur future,
melihat hubungan dengan kata kerja yang mengikutinya. Modus indikatif memastikan
keseriusan, dan kepastian bahwa “hê agapê” tidak akan berakhir. Berbeda dengan
dua kata kerja pada klausa berikutnya, memakai tensa future, lebih tepatnya
predictive future, yang berarti di masa depan dua subjek pada dua klausa
tersebut (pengetahuan dan bahasa) benar-benar akan berakhir, digantikan dengan
suatu keberadaan yang lain. Bentuk indikatif yang dipakai adalah declarative
indicative, yang menunjukkan pernyataan yang tegas oleh Paulus, serta kepastian
dari hal yang dinyatakan. Kesimpulan yang jelas adalah bahwa karunia-karunia
lahiriah, yang tidak sempurna (1 Korintus 13:9) akan lenyap ketika yang
sempurna tiba (1 Korintus 13:10). Frase “Yang sempurna tiba” atau “elthê to
teleion” disini jelas merujuk kepada kedatangan Kristus kali yang kedua, karena
saat itulah Paulus akan “mengenal dengan sempurna” dan “meninggalkan sifat
kanak-kanak.” “hê agapê” berbeda dengan karunia-karunia lahiriah, karena ketika
yang sempurna itu tiba ia tidak akan berakhir. Dengan tepat Terjemahan Baru
Bahasa Indonesia menerjemahkan “oudepote ekpiptei”dengan frasa “tidak
berkesudahan.” Inilah sifat “hê agapê” yang melampaui temporalitas dan punya
nada eskatologis.
Nada eskatologis dari “hê agapê” ini
diperkuat oleh ayat 13 yang merupakan kesimpulan dari pasal 13 dan menunjukkan
keutamaan kasih, bahkan bila dibandingkan dengan iman dan pengharapan. Kasih
adalah yang paling besar dari kedua hal tersebut, karena ketika Kristus datang
kali yang kedua, iman dan pengharapan akan berakhir. Iman akan mencapai
kepenuhannya, dan pengharapan akan mendapatkan penggenapannya. Di dalam
kekekalan, kasih akan terus bertahan sebagai karakter dari relasi Allah dan
umat-Nya.
Kasih bertahan dan karena itu akan ada
untuk menilai kehidupan kita. Kita mungkin mengagungkan orang-orang yang
memiliki karunia, tetapi kasihlah yang membuat karunia ini berkilau dalam
kehidupan seseorang. Bisa berbicara dengan bahasa yang berbeda mungkin bisa
membuat orang lain kagum, tetapi seperti yang dikatakan dalam nubuatan bahwa
kemampuan itu akan sia-sia bila orang tersebut tidak memiliki kasih. Karunia
akan disalahgunakan bila kita tidak membiarkan kasih mengendalikan hati kita.
Kasih bukanlah perasaan meskipun kasih
menghasilkan banyak perasaan yang menyenangkan. Kasih merupakan suatu komitmen
untuk dengan sengaja memberikan diri kepada orang lain. Kontras dengan banyak
pemikiran dunia dalam memandang kasih hanya sebagai emosi, Alkitab dengan
gamblang menjelaskannya dan memperlihatkannya bahwa kasih bukan semata-mata apa
yang dirasakan oleh seseorang, melainkan apa yang dilakukannya! Disini kita
mendapat hikmat Kristiani yang praktis yang tahu bagaimana kita seharusnya
bertindak karena Allahlah yang pertama-tama mengasihi kita (1 Yohanes 4:19).
Bila kasih berhenti, maka kita tahu bahwa itu bukanlah kasih. Bila kasih
menemui halangan terhadap kepribadian seseorang, keganjilan, penampilan, atau
karunia, maka kita melihat kasih itu sebagai pesona atau hasrat saja.
Meskipun Anda sehat, bersemangat, muda, dan cantik, waktu akan membawa
perubahan yang tidak diinginkan, misalnya sakit penyakit, kelemahan, keriput
pada kulit, dan hilangnya rasa kasih.
Kasih yang sejati tidak akan pernah
berkesudahan karena kasih tidak menyerah; kasih tidak bisa menyerah. Kekuatan
kasih tidak didasarkan pada apa yang Anda lihat pada diri seseorang, tetapi
dalam komitmen Anda terhadap orang itu. Kasih yang sejati tidak berhenti,
tetapi hari demi hari terus tumbuh menjadi lebih indah. Kasih tidak mengabaikan
kesulitan, rasa sakit, luka, dan rasa malu yang kadang-kadang membuat kita
marah, karena kasih yang berada dalam keadaan yang seperti ini akan menjadi
semakin kuat. Kita semua akan memikul tanggung jawab. Kita seharusnya
meninggalkan sikap yang buruk. Bila kita ingin dinilai secara menyeluruh, maka
saya perlu memahami hati kita sekarang dan mengejar ketiga hal yang luar biasa:
iman, pengharapan, dan kasih.
PENUTUP
Frase dalam 1 Yohanes 4:19, “kita
mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” diterjemahkan dari kalimat
bahasa Yunani “hemeis agapao hoti autos protos agapao hemes” (kita mengasihi,
sebab Ia lebih dahulu mengasihi kita). Frase “kita mengasihi” atau “hemeis
agapao” adalah bentuk kata kerja present aktif subjunctif, artinya sesuatu yang
sedang dan masih dilakukan. Kristus dalam Matius 22:34-40 meringkas tugas orang
Kristen dengan hukum kasih, yaitu kasih kepada Tuhan, kepada diri sendiri dan
kepada sesama.
Kasih perlu memenuhi hidup kita dan mengontrol kasih yang lainnya. Semua
kasih yang lain hanya dapat diperbaiki dan berfungsi dengan benar dalam
proporsi yang tepat bila kasih mengontrolnya. Kasih ini mengatur relasi kita
dalam keluarga, sesama, ditempat kerja (Yohanes 13:34), dan bagi mereka yang
membutuhkan bahkan mereka yang memusuhi (Lukas 10:25-37).
Alkitab mengajarkan bahwa kasih
merupakan sesuatu yang harus kita kembangkan, karena itu Alkitab memerintahkan
untuk mengasihi dengan aktif. Kasih bukan sekedar keinginan berbuat baik,
melainkan keputusan dan sikap melakukannya. Secara khusus, rasul Yohanes dalam
1 Yohanes Pasal 4 mendorong kita untuk mengasihi berdasarkan alasan: Pertama, Kasih adalah sifat
Allah sendiri yang dinyatakan dengan mengaruniakan AnakNya kepada kita
(ayat:7-10), dan kita mengambil bagian dalam sifatNya karena kita lahir dari
Dia (ayat 7). Kedua, Karena
Allah mengasihi kita, maka kita yang sudah mengalami kasih, yaitu anugerah,
belas kasih, kebaikan, dan pertolonganNya, wajib mengasihi orang lain meskipun
kita untuk itu kita harus berkorban secara pribadi (ayat 11). Ketiga, jika kita saling
mengasihi, Allah tetap ada di dalam kita dan kasih-Nya disempurnakan di dalam
kita (Ayat 12).
Karena Allah telah lebih dahulu
mengasihi kita, maka kita mendapat kekuatan untuk mengasihi. Terjemahan Bible
In Basic English mengatakan “we have the power of loving, because he first
loved us” (“kita memiliki kekuatan mengasihi, karena Ia lebih dahulu telah mengasihi
kita”). Jadi, marilah kita mengasihi bukan hanya dengan perkataan, tetapi
dengan perbuatan dan tindakan kasih (1 Yohanes 3:18). Bersama Paulus kita dapat
berdoa “… oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta
berdasar di dalam kasih... supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus
dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih
Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan”
(Efesus 3:16-19). Amin!
(Disusun oleh: Pdt.H.M. Siagian,MPTh).