Rabu, 31 Agustus 2016

Disiplin Dalam Keluarga.



Image result for Disiplin dalam keluarga 
DISIPLIN DALAM KELUARGA
Pendahuuan:

  Seorang penceramah bernama DR. Victor Venezuela,  mahaguru di salah satu Universitas di Manila memberikan definisi terhadap ‘disiplin’ sebagai : SETTING A LIMIT (Pengaturan suatu batas).

Pembahasan:

   Pembahasan kita adalah mengenai DISIPLIN DALAM KELUARGA.
   Memang, hidup berkeluarga tanpa disiplin akan mendatangkan berbagai kesulitan bahkan bencana yang dapat merugikan semua anggota keluarga.  Sebaliknya, disiplin dalam keluarga akan menunjang anggotanya untuk menikmati serta menggali kebahagiaan dari padanya.

   Orang tua sebagai kepala keluarga hendaknya menetapkan disiplin melalui pertimbangan yang cukup matang dan sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, kemudian menjalankan serta menjabarkannya kepada anak-anak mereka.  Namun, sukarlah untuk menegakkan disiplin itu untuk dipatuhi oleh anak-anak jika kepala keluarga tidak lebih dahulu menghayatinya.

   Apakah yang dimaksud dengan disiplin yang didefinisikan sebagai Setting a limit(Pengaturan sesuatu batas?)

   Waktu anak-anak harus diatur kapan untuk belajar di sekolah dan di rumah, kapan untuk bermain, makan dan tidur oleh karena mereka belum mampu untuk mengatur segala kegiatan mereka sendiri.  Untuk itulah perlunya disiplin agar mengetahui kapan untuk tidur dan jam berapa untuk makan.
   Misalnya, seorang gadis yang akan menggunakan malam minggunya ber-rekreasi di luar rumah hendaknya mengetahui jam berapa sudah harus di rumah.  Andaikata sang putri belum pulang ke rumah setelah batas waktu yang ditentukan, peringatan tegas hendaknya diberikan agar kesalahan yang sama tidak terulang demi tegaknya disiplin dan utuhnya moral baiknya.

   Anak-anak yang tidak biasa bertanggungjawab cenderung untuk bergantung kepada orang lain.  Banyak pemuda yang ingin menikah tetapi tidak berani memikul kewajiban seorang kepala keluarga.  Sekiranya orang tersebut menikah, tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan keluarganya akan digeser kepada orang tua.  Hal ini tak mungkin terjadi jika rasa bertanggung jawabnya dikembangkan sejak kecil.

   Untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab, maka tugas-tugas kehidupan harus diambil alih oleh sang anak secara bertahap sampai tiba waktunya untuk berdiri di atas kaki sendiri.  Menurut penelitian ahli jiwa bahwa anak pertama lebih bertanggungjawab dari anak yang berikut.  15(limabelas) dari 16(enambelas) astronot pertama Amerika Serikat adalah anak pertama.  Atas hasil penelitian dari DR. Alfred Adler terhadap kelompok usia 19 tahun di negeri Belanda bahwa anak pertama memiliki jumlah I.Q. yang tertinggi dan kemudian merendah pada anak-anak berikutnya.

   Meskipun terjadi pengecualian terhadap beberapa anak, sudah hampir dapat dipastikan bahwa pemberian tugas kepada anak akan mempercepat pendewasaannya terutama untuk mempersiapkannya menuju hidup mandiri.
   Menurut Dr. Paul D. Meier, keluarga yang tidak berdisiplin(permissive home atmospheres), cenderung untuk menghasilkan gangguan psychotic dan neurotic terutama pada anak-anak wanita.  Kelalaian-kelalaian akan mewarnai jiwa anak-anak karena tujuan hidup mereka tidak dituntun dan diarahkan kepada nilai-nilai yang sewajarnya.

   Lingkungan yang akan mengisi jiwanya harus diawasi.  Pengaruh yang akan menempa tingkah lakunya harus dikendalikan.  Kesalahan-kesalahan yang dilakukannya harus di koreksi.  Untuk itulah disiplin diciptakan, dan untuk itulah perlunya kehadiran ibu-bapa bersama anak.
   Raja Solaiman pernah berkata, “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan (permissive) mempermalukan ibunya.”(Amsal 29:15).

   Setelah membaca daftar fakultas-fakultas dan kejuruan di berbagai universitas dan perguruan tinggi di berbagai negara, sayang belum ada fakultas “orang tua yang bertanggungjawab” atau kurikulum murni untuk membina serta mencetak orang tua yang bertanggungjawab.

   Saudaraku,…Kebutuhan dunia kini adalah orang-orang tua yang dapat mendisiplin diri sendiri, baru disiplin itu dapat diturunkan kepada anak-anak mereka.   Sukarlah satu keluarga untuk menghasilkan anak-anak yang berdisiplin tanpa kepala keluarga yang berdisiplin.  Disiplin bukan seperti cat yang mewarnai kulit luar saja, tetapi harus dihayati sehingga tingkah lakunya sebagai hasil disiplin itu sesuai dengan pola yang dicita-citakan.

   Bimbingan, perhatian, bekal pengetahuan disiplin dan kehadiran orang tua sangat menentukan arah pertumbuhan tingkah laku dan watak anak yang teguh membentuk identitasnya sendiri.  Kehidupan Musa pada usia 12 tahun pertama tetap mewarnai kehidupan selanjutnya.  Pendidikan dan pengaruh lingkungan istana Firaun selama 28 tahun tak mampu meniadakan(brainwashed)  nilai-nilai moral yang telah berakar lebih dulu oleh ketekunan orangtuanya.

Kesimpulan:
   Untuk menciptakan disiplin dalam keluarga harus dimulai dari orang tua sebagai penuntun dan mewariskannya kepada anak-anak mereka.  Jika anak-anak melihat sendiri disiplin itu secara nyata di dalam kehidupan orang tua, dan tidak hanya sebagai teori muluk-muluk, tumbuhnya disiplin itu akan subur dalam kehidupan selanjutnya.  Setelah mereka menjadi dewasa, maka disiplin itu akan mewarnai kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat.


   A m i n.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar