Senin, 10 Agustus 2015

Allah Tidak Pernah Terlambat Menghakimi (Zefanya)--9


"HARI TUHAN (ZEFANYA)"

PENDAHULUAN

Pentingnya pertobatan. Seperti pekabaran Habakuk dan nabi-nabi lainnya pada zaman Israel purba, pekabaran nabi Zefanya juga menitikberatkan pada imbauan bagi pertobatan. Allah akan menghakimi manusia oleh sebab dosa dan kejahatan harus dihukum, tetapi pehukuman bukanlah kata akhir. Apabila umat Allah itu menyadari dosa-dosa mereka lalu bertobat, Tuhan akan memulihkan keadaan mereka dan janji berkat disediakan bagi mereka jika mau kembali kepada Tuhan dan hidup dalam ketaatan. Itulah pekabaran hakiki dari para nabi kepada bangsa Israel purba, termasuk Zefanya.
 Zefanya adalah nabi yang agak luar biasa karena dia berdarah ningrat. Hizkia, raja Yehuda ke-13 (716-687 SM) yang baik itu adalah kakek buyutnya. Hampir dapat dipastikan bahwa Zefanya lahir di masa pemerintahan raja Manasye (687-642 SM) yang jahat (tapi tampaknya sempat bertobat di saat-saat terakhir; baca 2Taw. 33:23), dan juga telah mengalami masa pemerintahan raja Amon yang jahat pula meski waktunya singkat (642-640 SM). Nama Zefanya (Ibr.: צְפַנְיָהTsĕphanyah) mengandung arti "Yahwe menyimpannya" dan para peneliti berspekulasi bahwa sang nabi memang "disimpan" oleh Tuhan untuk menjadi jurukabar Allah pada waktu yang ditentukan-Nya. Zefanya melayani sebagai nabi Tuhan bersamaan dengan masa pelayanan nabi Yeremia dan Habakuk serta seorang nabiah bernama Hulda (2Taw. 34:27-28).
 Sebagaimana ditegaskan di awal kitabnya, nabi Zefanya menerima pekabaran Tuhan pada masa pemerintahan raja Yosia (640-608 SM), putra raja Amon yang didaulat untuk menggantikan sang ayah ketika dia masih berumur 8 tahun (2Taw. 34:1). Sepuluh tahun setelah dinobatkan menjadi raja, yaitu pada usia 18 tahun dan cukup dewasa, Yosia mengadakan reformasi rohani secara nasional (ay. 8) sehingga dirinya tercatat sebagai yang terakhir dari delapan raja yang baik yang pernah memerintah di Yehuda. Namun, kenyataan bahwa pekabaran tentang penghakiman Allah (Zef. 2-6) ini datang pada zaman pemerintahan Yosia yang saleh itu menunjukkan bahwa kebangunan rohani yang dijalankannya belum membuat rakyat Yehuda sungguh-sungguh bertobat. Mungkin sifat berdosa yang terpupuk selama masa pemerintahan dua raja sebelumnya yang jahat itu, yakni Manasye dan Amon (baca 2Raj. 21:9-17, 18-20; 2Taw. 33:9, 21-22), sudah begitu jauh merasuk bangsa itu sehingga meskipun telah dipimpin oleh raja yang taat tapi perilaku kebanyakan rakyat Yehuda masih tetap saja jahat. Pertobatan tanpa perubahan hati, tapi hanya pada penampilan luar saja, tidak akan bertahan lama.
 "Khotbah Zefanya mengutuk kebusukan tanpa harapan yang ditemukan di masyarakat Yehuda. Dia menunjuk kepada perlunya pertobatan yang didasarkan pada fakta bahwa kasih Allah masih memanggil umat-Nya kepada kerendahan hati dan kesetiaan. Pekabarannya bersifat rangkap dua: ada ancaman akan penghakiman yang segera dan menyeluruh; namun ada juga janji bahwa yang selamat dari segala bangsa akan bergabung dengan umat Israel yang sisa untuk melayani Tuhan dan menikmati berkat-berkat-Nya" [alinea kedua: tiga kalimat pertama].
 Ikhtisar kitab Zefanya. Secara garis besar kita dapat membagi kitab Zefanya ke dalam empat bagian sebagai berikut:
  • Pendahuluan (1:1-3)
    • Tajuk: Identitas sang nabi (1:1)
    • Pengantar: Pekabaran ganda tentang penghakiman menyeluruh (1:2-3)
  • Hari Tuhan atas Yehuda dan Bangsa-bangsa Kafir (1:4-18)
    • Penghakiman para penyembah berhala di Yehuda (1:4-9)
    • Ratapan di seluruh Yerusalem (1:10-13)
    • Murka Allah yang tak terhindarkan (1:14-18)
  • Penghakiman Allah atas Bangsa-bangsa (2:1;3:8)
    • Seruan pertobatan kepada Yehuda (2:1-3)
    • Penghakiman atas Filistin (2:4-7)
    • Penghakiman atas Moab dan Amon (2:8-11)
    • Penghakiman atas Etiopia (2:12)
    • Penghakiman atas Asyur (2:13-15)
    • Penghakiman atas Yerusalem (3:1-5)
    • Yerusalem menolak untuk bertobat (3:6-8)
  • Keselamatan Bagi Umat yang Sisa (3:9-20)
    • Bangsa-bangsa ditobatkan, Pemulihan umat yang sisa, Yerusalem disucikan (3:9-13)
    • Sukacita di Yerusalem (3:14-17)
    • Bangsa Yehuda dipulihkan (3:18-20)
Berdasarkan ikhtisar ini kita dapat menyimpulkan bahwa inti pekabaran dalam kitab Zefanya adalah: 1) Allah memerintah atas seluruh bangsa di dunia; 2). Orang jahat akan dihukum dan orang saleh akan dibenarkan; 3). Allah memberkati orang-orang yang bertobat dan percaya kepada-Nya.
1.   PANDANGAN YANG KELIRU (Hari Kegelapan)
 Hari Tuhan. Dalam PL, "hari Tuhan" disebutkan beberapa kali dalam dua pengertian: hari pehukuman bagi orang jahat dan hari kelepasan bagi orang saleh yang menderita. Hari Tuhan lebih berbicara tentang suatu masa ketimbang sebagai satu hari dalam arti harfiah, dan biasanya itu merujuk kepada waktu yang sudah dekat atau segera (Yes. 13:6; Yeh. 30:3; Yoel 2:1; 3:14; dan Zef. 1:7, 14). Sedangkan dalam PB hari Tuhan umumnya merujuk kepada hari kiamat (Kis. 2:20; 1Kor. 1:8; 2Kor. 1:14; Luk. 21:34; 1Tes. 5:2; 2Ptr. 3:10). Pada hakikatnya Hari Tuhan itu adalah waktu di mana Allah akan bertindak atau melaksanakan rencana-Nya atas manusia.
 "Kebanyakan orang di zaman Israel purba percaya bahwa pada hari ini Tuhan akan menyelamatkan dan meninggikan Israel sedangkan bangsa-bangsa musuh akan dibinasakan selamanya. Sangat mengejutkan bagi orang-orang yang mendengarkannya, sang nabi menyatakan bahwa hari Tuhan adalah hari kebinasaan bagi umat Tuhan sekalipun (baca Zef. 1:1-5) oleh sebab mereka telah berdosa kepada-Nya (Zef. 1:17)" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].
 Tak bisa menghindar. Bangsa Israel purba itu mengira--karena status mereka sebagai umat Tuhan--bahwa "hari Tuhan" akan selalu mendatangkan keberuntungan bagi mereka tetapi kemalangan bagi musuh-musuh mereka. Padahal, hari Tuhan yang dimaksudkan oleh nabi Zefanya bahwa bagi umat itu sendiri "hari Tuhan pahit...sebab mereka telah berdosa kepada Tuhan" (Zef. 1:14, 17). Tampaknya bangsa Israel purba itu terlalu "pede" (=percaya diri) untuk menantikan hari Tuhan tanpa berkaca diri untuk melihat keadaan kerohanian mereka sendiri. Sehingga, seperti kata nabi Amos, "Celakalah mereka yang menginginkan hari TUHAN! Apakah gunanya hari TUHAN itu bagimu? Hari itu kegelapan, bukan terang! Seperti seseorang yang lari terhadap singa, seekor beruang mendatangi dia, dan ketika ia sampai ke rumah, bertopang dengan tangannya ke dinding, seekor ular memagut dia! Bukankah hari TUHAN itu kegelapan dan bukan terang, kelam kabut dan tidak bercahaya?" (Am. 5:18-20).
 Ironis, karena bangsa yang berdosa itu tidak dapat meluputkan diri dari "hari Tuhan" yang mereka nanti-nantikan itu. Bahkan, hari itu akan datang atas mereka sendiri, untuk menghukum orang-orang yang selama ini telah begitu serakah menimbun harta seolah-olah keselamatan mereka bergantung atas kekayaan. Apa yang orang-orang itu tidak pernah pikirkan, atau tidak peduli untuk memikirkannya, ialah dengan menindas saudara-saudara mereka yang miskin dan lemah maka mereka telah merancang "hari Tuhan" yang gelap itu bagi diri mereka sendiri. Hari Tuhan hanya tampak cemerlang untuk orang-orang benar dan setia kepada Tuhan, tetapi bagi orang-orang jahat hari itu adalah kesuraman, sekalipun mereka tergolong sebagai umat Tuhan.
 Gaya hidup sekuler. Sebagian kaum Yehuda yang terlibat dalam praktik-praktik kekafiran adalah orang-orang yang memiliki gaya hidup duniawi dan telah menimbulkan pengaruh sekularisasi ke dalam jemaat, dan mereka menganggap hal itu bisa berterima dan tidak apa-apa di hadapan Tuhan. "Orang-orang yang merasa diri puas di Yerusalem itu menyatakan bahwa Tuhan tidak akan melakukan hal yang baik maupun yang menyakiti. Sungguh mereka tidak menyangka Tuhan hendak berbuat apa-apa (Zef. 1:12). Tetapi penghakiman ilahi mengungkapkan betapa Allah bekerja secara aktif untuk memastikan bahwa akan ada masa depan bagi umat-Nya yang setia...Zefanya memperjelas bahwa penghakiman Allah tidak hanya bersifat menghukum tetapi juga memperbaiki. Tuhan menyodorkan suatu janji perlindungan bagi mereka yang mencari Dia (Zef. 2:3)" [alinea ketiga: tiga kalimat terakhir; alinea keempat: dua kalimat pertama].
 Sang nabi bernubuat tentang hari Tuhan yang akan menimpa orang-orang jahat di Yerusalem. "Pada hari pembantaian itu," kata TUHAN, "Aku akan menghukum para pembesar, para putra raja, dan semua orang yang mengikuti tata cara orang asing" (Zef. 1:8, BIMK). Di zaman mana saja, para pemimpin dan keluarga serta kroni mereka adalah kelompok orang-orang yang paling nyaman hidupnya karena status mereka yang lebih beruntung ketimbang rakyat biasa atau golongan bawah. Mereka ini, bersama dengan banyak orang-orang kaya, merupakan kelompok masyarakat "yang mengikuti tata cara orang asing" (BIMK) atau "yang memakai pakaian asing" (TB), yaitu cara berpikir dan cara hidup sekuler (=duniawi) yang merupakan hal "asing" bagi umat Tuhan.
 Apa yang kita pelajari tentang "hari Tuhan" sebagai hari kegelapan?
1. Tuhan tidak pernah terlalu cepat ataupun terlalu terlambat untuk bertindak, baik untuk menghakimi umat-Nya yang berbuat jahat maupun menolong umat-Nya yang benar dan taat. Allah selalu bertindak menurut jadwal-Nya sendiri, yaitu "hari Tuhan" di mana Dia akan melaksanakan semua rencana-Nya.
2. Seperti pada zaman Israel purba, ada bahaya serupa di mana sekelompok umat Tuhan pada zaman akhir yang merasa diri mereka aman karena tidak "memeriksa diri" (1Kor. 11:31; Gal. 6:4). Bagi orang-orang ini hari Tuhan akan menjadi sesuatu yang mengejutkan.
3. Keduniawian sama sekali tidak dapat disandingkan dengan kerohanian. Sekularisme adalah dosa yang dilakukan umat Tuhan pada zaman Zefanya, dan itu juga merupakan dosa pada zaman akhir. Setiap bentuk sekularisme harus dihindari oleh umat Tuhan, baik dalam gaya hidup maupun cara berpikir.
2. MENCARI TUHAN DALAM KERENDAHAN HATI (Orang yang Rendah Hati di Negeri)
Setia dan rendah hati. Menurut anda, kepada siapakah ditujukan amaran ini: "Carilah TUHAN, hai semua orang yang rendah hati di negeri, yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati; mungkin kamu akan terlindung pada hari kemurkaan TUHAN" (Zef. 2:3)? Banyak kali kita berpikir bahwa teguran dan amaran Tuhan itu hanya ditujukan kepada orang-orang lain, yaitu mereka yang "tidak dalam kebenaran" atau yang kita anggap kelakuannya tidak benar di hadapan Tuhan. Tetapi dengan bersikap rendah hati seseorang sanggup melihat ketidaksempurnaan dan kekurangan pada dirinya, serta lebih mampu untuk memeriksa diri sendiri tanpa membanding-bandingkan dengan orang lain. Kerendahan hati adalah sifat yang mendorong sikap untuk mau belajar dan mendengar.
 "Orang yang rendah harti adalah mereka yang tetap setia kepada Allah dan yang dituntun serta diajar oleh-Nya. Pemazmur berkata: 'Tuhan itu baik dan benar, sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati (Mzm. 25:8-9).' Orang yang rendah hati didesak untuk bersiap bagi penghakiman yang akan datang dengan mencari Tuhan, kebenaran, dan kerendahan hati" [alinea ketiga].
 Manusia bersifat berubah-ubah, bahkan gampang sekali berubah. Banyak di antara kita yang begitu setia pada hari ini tapi besok sudah luntur. Banyak faktor penyebab naik-turunnya iman dan kerohanian kita, baik faktor dari dalam maupun dari luar diri kita. Tidak heran bahwa pekabaran Tuhan yang paling penting pada zaman akhir ini ialah, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan" (Why. 2:10; huruf miring ditambahkan). Sebab tidak sedikit umat Tuhan yang semula setia dalam kebaikan dan kesalehan, belakangan jadi berubah sehingga tidak dapat mempertahankan kesetiaan kepada Tuhan. Gantinya setia sampai mati, banyak orang Kristen yang "setia sampai murtad"! Artinya, kesetiaan mereka hanya bertahan sampai mereka murtad.
 Pengharapan keselamatan. Dalam doktrin Kekristenan, kita setia menyembah Tuhan bukan untuk mencari keselamatan, atau rajin beribadah kepada-Nya supaya hidup kita diberkati. Sebaliknya, kita menyembah dan beribadah kepada Tuhan oleh karena kita sudah selamat dan hidup kita telah diberkati oleh-Nya. Jadi, bagi orang Kristen beragama itu bukan untuk membujuk dan mengambil hati Tuhan supaya kita beroleh keselamatan dan dikaruniai dengan kehidupan yang diberkati. Keberagamaan bagi orang Kristen adalah "kewajiban" yang kita tunjukkan kepada sebagai anak-anak Tuhan, sebab peribadatan atau penyembahan adalah "ungkapan" rasa syukur atas segala kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Itulah sebabnya keberagamaan dan penyembahan kita tidak boleh hanya sebatas dalam liturgi yang bersifat lahiriah, melainkan harus merupakan gaya hidup yang berasal dari hati sanubari dan diamalkan melalui perilaku sesehari.
 "Kelangsungan hidup bergantung semata-mata pada kasih karunia ilahi, dan kasih karunia adalah sesuatu yang sama sekali tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa. Dalam menghadapi hari kiamat yang sudah di muka pintu, ada pengharapan untuk masa depan dari Allah yang pemurah itu. Tuhan sudah menjanjikan untuk melindungi semua orang yang percaya kepada-Nya (Yoel 3:16; Nah. 1:7). Kepercayaan semacam ini membuang sikap mengandalkan diri sendiri, kelicikan, dan penipuan" [alinea keempat: empat kalimat terakhir].
 Pena inspirasi menulis: "'Carilah Tuhan, hai semua orang yang rendah hati di negeri, yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati; mungkin kamu akan terlindung pada hari kemurkaan Tuhan.' Perkatan ini ditujukan kepada kita yang berkumpul di sini, yang telah ditempa oleh penghakiman-Nya dan memelihara peraturan-peraturan-Nya. Akan menjadi suatu hal yang menyedihkan kalau kita sampai mengabaikan atau menolak untuk mencari Tuhan dengan tekun. Akan merupakan suatu kesalahan besar membiarkan kesempatan berharga ini berlalu begitu saja, karena ada berkat-berkat besar bagi semua yang mau mencarinya dengan segenap hati" (Ellen G. White, Review and Herald, 4 Maret 1884).
 Apa yang kita pelajari tentang amaran kepada orang-orang yang rendah hati?
1. Pekabaran nabi Zefanya tidak hanya ditujukan kepada orang-orang jahat di Yehuda, tetapi juga bagi orang-orang yang "rendah hati" di negeri itu. Orang yang rendah hati adalah mereka yang taat dan setia kepada Tuhan di tengah kemurtadan yang meluas.
2. Kesetiaan manusia tidak abadi karena sifat manusia yang gampang berubah. Dalam keadaan inilah pekabaran nabi Zefanya itu relevan bagi umat Tuhan yang "setia" pada akhir zaman, yaitu agar mencari Tuhan dan mempertahankan kesetiaan.
3. Keselamatan kekal adalah pengharapan setiap umat Tuhan, tetapi walaupun keselamatan itu diperoleh secara cuma-cuma setiap orang yang sudah mendapatkannya berkewajiban untuk mempertahankan keselamatan itu. Caranya ialah dengan hidup dalam kuasa Allah dan tidak mengandalkan diri sendiri.
3. DOSA YERUSALEM (Kota yang Korup)
 Menegur bangsa sendiri. Seperti nabi-nabi Tuhan yang lain, Zefanya mengumandangkan pekabaran Tuhan dengan tegas dan berani. Mungkin latar belakangnya sebagai keturunan raja turut berperan dalam ketegasan sikapnya yang terpantul dalam tegurannya yang tajam terhadap bangsanya sendiri. Tetapi, yang lebih penting lagi, Zefanya memang mengasihi bangsanya dan ingin agar mereka bertobat dari dosa-dosanya supaya hukuman Allah tidak menimpa mereka.
 Seusai mengumumkan penghakiman Tuhan atas bangsa-bangsa kafir di sekitar Israel, "Dia lanjutkan dengan mengungkapkan dosa-dosa mereka yang tinggal dalam kota Allah di bumi ini, yaitu Yerusalem sendiri...Ibukota Yehuda itu berada di jantung kepedulian Zefanya" [alinea pertama: kalimat terakhir; alinea kedua: kalimat pertama].
 "Celakalah si pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan! Ia tidak mau mendengarkan teguran siapa pun dan tidak mempedulikan kecaman; kepada TUHAN ia tidak percaya dan kepada Allahnya ia tidak menghadap. Para pemukanya di tengah-tengahnya adalah singa yang mengaum; para hakimnya adalah serigala pada waktu malam yang tidak meninggalkan apa pun sampai pagi hari. Para nabinya adalah orang-orang ceroboh dan pengkhianat; para imamnya menajiskan apa yang kudus, memperkosa hukum Taurat" (Zef. 3:1-4).
Ketika kita mendengar kata "penindasan" kita teringat akan kota Niniwe, tetapi saat disebutkan tentang "nabi-nabi pengkhianat" dan "imam-imam yang menajiskan tempat kudus dan memperkosa Taurat" sadarlah kita bahwa yang dibicarakan ini adalah dosa-dosa Yerusalem. Tragisnya, kalau orang Niniwe langsung bertobat sewaktu mendengar pekabaran nabi Yunus (Yun. 3:4-9), warga Yerusalem "tidak mau mendengarkan teguran siapapun dan tidak mempedulikan kecaman," bahkan lebih dahsyat lagi "kepada Tuhan ia tidak percaya." Bayangkanlah, penduduk Niniwe adalah orang kafir tetapi mereka menaruh perhatian pada pekabaran nabi Yunus kemudian percaya kepada Allah dan bertobat, sedangkan penduduk Yerusalem adalah umat Tuhan tetapi kepada Allahnya sendiri mereka tidak percaya dan tidak mau bertobat!
 Teguran terhadap para pemimpin. Bangsa Israel purba di zaman nabi-nabi terbiasa hidup dalam sistem kepemimpinan yang paternalistik di mana hampir semua aspek kehidupan diatur oleh para pemimpin, baik pemimpin kenegaraan (sosial-politik) maupun pemimpin keagamaan (rohani). Dalam kondisi seperti itu para pemimpin adalah panutan dan guru bangsa, sehingga rakyat akan mengikuti apa yang diajarkan kepada mereka dan meniru apa yang dilakukan oleh para pemimpin. Itulah sebabnya para pemimpin memikul tanggungjawab atas perilaku dan nasib rakyat.
 Hanya sebagian kecil saja dari bangsa Israel--dalam hal ini adalah warga Yehuda--itu yang atas kesadaran pribadi tetap setia serta taat pada perintah Allah dan tidak mengikuti praktik-praktik kemurtadan yang melanda negeri mereka. Orang-orang inilah yang disebut sebagai "umat yang sisa" atau "orang benar" yang karena pendirian mereka telah menjadi kaum yang terpinggirkan dan tertindas. "Tetapi TUHAN adil di tengah-tengahnya, tidak berbuat kelaliman. Pagi demi pagi Ia memberi hukum-Nya; itu tidak pernah ketinggalan pada waktu fajar. Tetapi orang lalim tidak kenal malu!" (Zef. 3:5).
 "Penyelewengan berasal langsung dari kegagalan para pemimpinya untuk menghidupkan peran dan tanggungjawab sesuai yang ditentukan pada mereka (bandingkan dengan Yer. 18:18, Yeh. 22:23-30). Pengadilan yang korup dijalankan oleh para pejabat yang seperti 'singa yang mengaum' dan para hakim digambarkan sebagai 'serigala pada waktu malam.' Bait Tuhan tidak berjalan dengan lebih baik sebab imam-imam tidak mengajarkan Firman Allah, dan nabi-nabi tidak membicarakan kebenaran" [alinea kedua: tiga kalimat terakhir].
 Pena inspirasi menulis: "Adalah dalam saat konflik keaslian seseorang itu ditonjolkan. Pada waktu itulah orang-orang yang menjunjung tinggi norma perlu tegas dan memperlihatkan sikap mereka. Pada waktu itulah kecakapan setiap prajurit sejati terhadap yang benar itu diuji; orang-orang yang lalai tidak pernah dapat mengenakan daun kurma kemenangan. Mereka yang benar dan setia tidak akan menyembunyikan fakta, tetapi akan mengunakan kesungguhan hati dan kekuatan dalam pekerjaan, lalu mengupayakan segala kemampuan mereka di dalam perjuangan menghadapi pertarungan yang mesti dihadapinya. Allah adalah Tuhan yang membenci dosa. Dan mereka yang menyemangati orang berdosa dengan berkata, 'Kamu aman-aman saja,' Allah akan mengutuknya" (Ellen G. White, Review and Herald, 23 September 1873).
 Apa yang kita pelajari tentang kecaman terhadap penyelewengan Yerusalem?
1. Peribahasa populer "Bagian tergelap berada tepat di bawah lilin/lampu" secara pas menggambarkan kondisi Yerusalem, "kota Allah" di bumi ini yang menjadi sumber terang tetapi tempatnya sendiri gelap karena menolak amaran Tuhan.
2. Pepatah ini juga bisa merupakan gambaran tentang umat Tuhan zaman ini yang mengaku memiliki kebenaran tetapi kehidupan mereka sendiri gelap oleh dosa dan tidak mau bertobat. Siapa yang mendapat lebih banyak terang kebenaran, dari padanya juga dituntut ketaatan yang lebih besar (baca Luk. 12:48).
3. Kepemimpinan selalu memiliki dua sisi: kewenangan dan tanggungjawab. Menjadi seorang pemimpin bukan saja untuk memanfaatkan kewenangan-kewenangan dan menikmati privilese, tetapi lebih penting lagi seorang pemimpin harus memikul tanggungjawabnya.
RINDU AKAN PERTOBATAN (Sukacita Allah yang Terbesar)
 Allah bersuka karena seorang yang bertobat. Pertobatan adalah kata yang paling sedap didengar di surga. Bahkan, satu jiwa yang bertobat dari dosa-dosanya akan membuat suasana surga yang memang selalu membahagiakan itu jadi semakin semarak lagi. Seperti kata Yesus, "Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan...Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat" (Luk. 15:7, 10).
 Ada satu kebiasaan menarik di gereja-gereja kita di Amerika dalam menyambut baptisan, khususnya jemaat yang para anggotanya terdiri atas banyak warga setempat, seperti yang saya saksikan di jemaat Azure Hills dua pekan silam. Satu jiwa yang dibaptis, seorang wanita, disambut oleh seluruh jemaat dengan tepuk tangan. Ini adalah suatu ekspresi kegembiraan yang cukup pantas untuk diperlihatkan oleh umat Tuhan atas seorang yang bertobat. Sayangnya hal ini tidak (belum?) menjadi kebiasaan di jemaat-jemaat Indonesia, termasuk yang ada di AS. Di surga, satu orang berdosa yang bertobat disambut dengan kemeriahan sukacita oleh segenap surga, termasuk Allah sendiri.
 Menyangkut pertobatan orang-orang di Yehuda itu, nabi Zefanya berkata, "Kamu dilindungi oleh TUHAN Allahmu yang perkasa. Kamu menang karena kuasa-Nya. Tuhan gembira dan bersukacita karena kamu, dalam kasih-Nya diberi-Nya kamu hidup baru" (Zef. 3:17, BIMK; huruf miring ditambahkan). Ayat ini merupakan salah satu dari tiga ayat kunci dalam kitab Zefanya, dua lainnya adalah 1:18 dan 2:3. Oleh karena pertobatan adalah pilihan pribadi yang tidak dapat dipaksakan, maka hanya atas orang-orang yang bertobat saja Tuhan dapat dengan leluasa melakukan pemulihan serta memperbarui hidup mereka dan melimpahkan berkat-berkat-Nya.
 "Yang paling penting, Allah akan tinggal di antara umat-Nya dan Ia akan membuat kesalahan-kesalahan masa lalu menjadi benar. Mereka tidak perlu lagi hidup dalam ketakutan sebab Tuhan akan berada bersama-sama dengan umat-Nya, tinggal di antara mereka. Ia akan menjadi Pembebas dan Juruselamat mereka...Berkat-berkat seperti itu biasanya membuat umat Allah bersukacita karena Dia, tetapi sang nabi menyatakan bahwa Allah akan bersukacita karena mereka. Kasih dan sukacita-Nya atas umat-Nya akan demikian besar sehingga Ia akan bersorak dengan kegirangan atas mereka" [alinea kedua: tiga kalimat pertama; alinea ketiga].
 Kesaksian nabi Yesaya. Seorang manusia yang bertobat dan bergabung dengan jemaat Allah menempatkan dirinya menjadi bagian dari "pengantin perempuan" yang menantikan Kristus sebagai "pengantin laki-laki" untuk dipersandingkan dalam "pesta perkawinan Anak Domba" (Why. 19:7; 21:2, 9). Namun, bahkan sebelum hari istimewa itu, Tuhan akan menyambut setiap manusia yang bertobat dengan sukacita "seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu" (Yes. 62:5). Khusus untuk umat Tuhan di Yehuda, Allah menyatakan "Aku akan bersorak-sorak karena Yerusalem, dan bergirang karena umat-Ku" (Yes. 65:19).
 "Ia akan meninggikan orang yang rendah hati lalu mengubah celaan, penderitaan, dan keterasingan menjadi suatu pengalaman kehormatan, berkat, dan hadirat-Nya sendiri. Keunggulan akan diberikan kepada yang lemah dan terbuang, sebuah tema di jantung pekabaran yang dikumandangkan oleh Yesus Kristus" [alinea keempat: dua kalimat terakhir].
 Pena inspirasi menulis: "Tuhan bersukacita atas umat-Nya. Ia bergirang karena mereka. Dia adalah jaminan mereka. Ia akan memperindah semua yang dengan segenap hati melayani Dia dengan roh kekudusan. Ia mengenakan mereka dengan kebenaran. Ia mengasihi mereka yang melakukan kehendak-Nya, yang menyatakan citra-Nya. Semua yang benar dan setia diselaraskan dengan citra Anak-Nya. Di dalam mulut mereka tidak ada kelicikan, karena mereka tampil di hadapan takhta Allah tanpa kesalahan" (Ellen G. White, Testimonies to Ministers, hlm. 415).
 Apa yang kita pelajari tentang satu hal yang menyenangkan Allah?
1. Gereja bersukacita oleh adanya baptisan, Allah bersukacita karena ada pertobatan. Jumlah baptisan dapat ditargetkan, tetapi tingkat pertobatan adalah kesediaan hati. Pertobatan hanyabisa terjadi melalui kebangunan rohani yang bersifat pribadi dengan pertolongan Roh Kudus.
2. Bila seorang manusia bertobat dengan sungguh dia akan dituntun oleh Roh Kudus untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan dengan demikian Tuhan leluasa untuk memperbarui diri dan hidupnya untuk menjadi manusia baru.
3. Hanya dengan pertobatan sejati seorang umat Tuhan dapat diubahkan menjadi anak Allah yang memantulkan citra Allah seperti yang diperlihatkan dalam kehidupan Yesus Kristus selama hidup di dunia ini. Allah sangat rindu untuk mengubahkan setiap anak-Nya kepada kesempurnaan Kristus.
PENGHAKIMAN ALLAH ITU PASTI (Jawaban Allah Terhadap Ketidakadilan)
 Kesalahan pasti dihukum. Pelajaran hari ini bukan pekabaran nabi Zefanya, melainkan pekabaran dari nabi Nahum yang khusus bertutur perihal hukuman Allah atas Asyur. Seperti pekabaran nabi Obaja yang memang tulisannya paling singkat, hanya satu pasal, oleh pengarang asli dari PSSD ini cuma diselipkan dalam pelajaran tentang pekabaran nabi Amos pada Sabat ke-IV (lihat pelajaran 25 April). Entah atas pertimbangan apa penyusun pelajaran SS ini hanya menyediakan porsi satu hari pembahasan saja untuk tulisan Nahum yang panjangnya kurang-lebih sama dengan tulisan Zefanya, yaitu tiga pasal, yang disisipkan pada pelajaran pekan ini.
 Nahum (Ibr.: נַחוּםNachuwm), yang arti harfiahnya ialah "kenyamanan" atau "pelipur lara," adalah nabi kedua yang diutus Allah ke Niniwe, ibukota kerajaan Asyur. Berbeda dengan sambutan penduduk Niniwe terhadap pekabaran nabi Yunus yang bernubuat pada permulaan abad ke-8 SM, penduduk kota itu sekarang menolak pekabaran yang disampaikan kepada mereka oleh nabi Nahum yang datang pada pertengahan abad ke-7 SM. Tentu saja setelah lebih dari satu abad berlalu kota yang didirikan oleh Nimrod (Kej. 10:8-12) itu kini dihuni oleh generasi baru, dan orang-orang tua yang dulu pernah mengenal Allah yang benar telah tiada untuk menyadarkan anak-cucu mereka.
 Perbedaan pokok antara kitab Yunus dengan kitab Nahun: inti pelajaran dari kitab Yunus adalah perihal diri nabi itu sendiri (jurukabarnya); inti pelajaran dari kitab Nahum ialah tentang penduduk Niniwe (sasaran pekabaran). "Nubuatan Nahum adalah Firman Allah terhadap kerajaan-kerajaan dunia ini yang diwakili oleh Niniwe...Nahum berbicara dengan keyakinan penuh karena dia sudah mengenal tabiat Allah, dan melalui karunia bernubuat (Nah. 1:1), dia telah ditunjukkan oleh Tuhan apa yang bakal terjadi. Tuhan tidak akan membiarkan orang yang bersalah itu tidak dihukum (Nah. 1:3; Kel. 34:6-7)" [alinea pertama: kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].
 Mematahkan "pisau cukur." Sejarah mencatat, pada tahun 612 SM kota Niniwe dihancurkan oleh pasukan sekutu yang terdiri atas tentara Babilon dan Madai, yang juga menyertakan orang-orang Skitia (leluhur bangsa Ukraina?) sebagai tentara bayaran yang terkenal jago memanah dari atas kuda. Setelah lebih dua tahun lamanya mengepung kota Niniwe, pada tahun ketiga pasukan penyerbu itu merangsek masuk bertepatan dengan meluapnya sungai Khosyer yang mengalir di tengah kota itu sehingga meruntuhkan tembok-temboknya, lalu mereka membakar kota itu. Penghancuran ini menggenapi nubuatan nabi Nahum (Nah. 2:5-6; 3:13-15), dan kota yang hancur lebur itu tidak pernah dibangun kembali sehingga menggenapi nubuatan sang nabi (Nah. 1:9-10). Reruntuhan kota Niniwe baru ditemukan kembali dalam penggalian arkeologis tahun 1850 dan dengan demikian membuktikan kebenaran isi kitab Yunus dan Nahum.
 "Bangsa Asyur telah menjarah banyak bangsa dan mempunyai nafsu kekuasaan yang tak pernah puas. Kekejaman mereka sangat tersohor. Sebagai 'pisau cukur' Allah (Yes. 7:20), mereka dengan giat telah mencukur tetangga-tetangga mereka. Sekarang tiba saatnya pisau cukur itu dipatahkan. Alat penghakiman Allah pun tidak dikecualikan dari penghakiman. Niniwe tidak ada lagi, tetapi kesaksian nubuatannya terus hidup. Hal itu mengingatkan kita bahwa meskipun keadilan Allah kelihatannya lambat, pada akhirnya tidak ada yang dapat menghentikannya"  [alinea kedua].
 Sifat Allah yang adil itu sangat membenci ketidakadilan. Hukuman-Nya keras dan kejam karena "Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya" dan Dia "tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah" (Nah. 1:2, 3), namun demikian "Tuhan itu panjang sabar" (ay. 3). Allah sangat menyukai pertobatan orang-orang berdosa, itulah sebabnya Dia menjanjikan keselamatan dan kedamaian kepada mereka yang bertobat dengan menghalau musuh-musuh mereka. Seperti yang dijanjikan kepada umat-Nya di Yehuda, "Negerimu tak akan lagi dijajah oleh penjahat. Mereka sudah dihancurkan sama sekali" (ay. 15, BIMK).
 "Sebesar-besarnya amarah Tuhan, lebih lembut lagi kemurahan-Nya. Dia melindungi mereka yang menunggu kepenuhan dari kebaikan-Nya. Nahum mengajarkan bahwa Allah memperhatikan orang-orang yang berharap kepada-Nya, tetapi dengan banjir yang meluap-luap Ia akan menghalau musuh-musuh-Nya ke dalam kegelapan (Nah. 1:8)" [alinea keempat: tiga kalimat pertama].
 Pena inspirasi menulis: "Adalah mengagumkan bagi saya bahwa Allah mau mempertahankan dengan kegigihan anak-anak manusia sampai begitu lama, menahankan ketidaktaatan mereka, namun membiarkan mereka hidup, melecehkan kemurahan-Nya, bersaksi dusta terhadap Dia dengan pernyataan-pernyataan yang paling jahat. Tetapi cara Allah bukanlah cara kita, dan kita tidak akan heran akan panjang sabar-Nya yang mengasihi serta pengasihan dan rasa iba-Nya yang tak terbatas, karena Dia telah memberi suatu bukti yang tak terbantahkan bahwa seperti inilah tabiat-Nya--lambat untuk marah, menunjukkan kemurahan kepada banyak orang yang mengasihi Dia dan memelihara perintah-perintah-Nya" (Ellen G. White, Manuscript Releases, jld. 21, hlm. 243).
 Apa yang kita pelajari tentang tindakan Allah terhadap ketidakadilan?
1. Zaman berubah, manusia juga berubah. Niniwe di zaman nabi Yunus yang tanggap terhadap amaran Allah berbeda dari Niniwe pada masa nabi Nahum yang pembangkang. Dosa atau kejahatan bisa saja sama tetapi akibatnya berlainan, karena sikap yang berbeda terhadap nasihat.
2. Menjadi alat Tuhan adalah satu hal, berbuat pelanggaran adalah hal yang lain. Seseorang mungkin saja telah digunakan Allah untuk melaksanakan maksud-Nya dan mengerjakan pekerjaan-Nya, tetapi pertobatan tetap dituntut dari padanya. Pengalaman Asyur adalah pelajaran berharga bagi kita.
3. Allah sama sekali tidak dapat bertoleransi dengan dosa, tetapi Dia sangat toleran terhadap orang berdosa. Sifat-Nya yang panjang sabar itu membuka pintu pertobatan seluas-luasnya, tetapi banyak di antara kita yang justeru memanfaatkan sifat Allah itu untuk terus menimbun dosa (Pkh. 8:11).
PENUTUP
 Hari perhitungan. Seringkali kita manusia menganggap enteng kesabaran Tuhan dan menyangka bahwa panjang sabar Allah itu tidak terbatas. Allah memang tidak terbatas, tetapi kesabaran-Nya ada batasnya. Karena itu kita harus memanfaatkan kesabaran Allah dengan sebaik-baiknya. "Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat..." (2Ptr. 3:15).
 "Dengan ketepatan yang tidak meleset Dia yang Tidak Terbatas itu masih mengadakan perhitungan dengan bangsa-bangsa. Sementara kemurahan-Nya ditawarkan, dengan seruan pertobatan, perhitungan ini tetap terbuka; tetapi bilamana angka-angkanya telah mencapai suatu jumlah tertentu yang Allah sudah tetapkan, maka murka-Nya mulai bekerja. Perhitungan pun ditutup. Kesabaran ilahi berhenti. Kemurahan tidak lagi memohon demi kepentingan mereka" [alinea pertama].
 Pembalasan dari Allah adalah sebuah keniscayaan. Tuhan berfirman, "Sebab hari pembalasan telah Kurencanakan dan tahun penuntutan bela telah datang" (Yes. 63:4). Seperti dikatakan oleh penulis kitab Ibrani yang mengutip Ul. 32:35, "Sebab kita mengenal Dia yang berkata: 'Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.' Dan lagi: 'Tuhan akan menghakimi umat-Nya'" (Ibr. 10:30). "Di hadapan dunia-dunia yang masih suci dan seisi surga, dunia ini harus memberi pertanggungjawaban kepada Hakim segenap bumi, yaitu Dia yang mereka tuduh dan salibkan. Betapa hari itu kelak menjadi suatu hari perhitungan! Itulah hari pembalasan Allah yang dahsyat" [alinea kedua: dua kalimat pertama].
 Satu-satunya jalan untuk luput dari pembalasan Allah ialah pertobatan. Tuhan tidak lalai dengan janji pembalasan-Nya, hanya saja Ia sabar terhadap manusia karena tidak ingin kita binasa tetapi supaya semua orang bertobat (2Ptr. 3:9). Sebaliknya, dengan bersikeras untuk tidak bertobat, kita menimbun murka dan hukuman Allah atas diri kita (Rm. 2:5).
 "Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan" (Rm. 2:4-5).
SUMBER :

1.   Zdravko Stefanofic, Profesor bidang studi Ibrani dan Perjanjian Lama, Universitas Walla Walla,U.S.A--- Penuntun Guru Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa, Trw.II, 2013. Bandung: Indonesia Publishing House.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar