"KASIH DAN PENGHAKIMAN: DILEMA ALLAH (HOSEA)"
PENDAHULUAN
Metafora. Kita sudah pernah pelajari bahwa hubungan antara Allah dengan umat-Nya merupakan hubungan "multi-dimensional" dalam pengertian berdasarkan kiasan. Setidaknya ada lima hubungan metaforal dapat kita gali dari Alkitab yang melukiskan hubungan antara Allah dengan umat-Nya di dunia ini. Sekadar mengulang, hubungan-hubungan tersebut adalah: (1) hubungan Gembala-Domba yang mengetengahkan dimensi pemeliharaan, (2) hubungan Majikan-Hamba yang menyorot dimensi pelayanan, (3) hubungan Antar-Sahabat yang menonjolkan dimensi keakraban, (4) hubungan Suami-Istri yang menekankan dimensi kesetiaan, dan (5) hubungan Bapak-Anak yang menegaskan dimensi kasih-sayang.
Pekan lalu kita sudah membahas--berdasarkan urutan di atas--dimensi keempat dari hubungan Allah dengan manusia sebagai umat-Nya, yang diperagakan melalui ikatan suami-istri antara Hosea (yang tetap cinta istri) dengan Gomer (yang tetap suka selingkuh). Dalam pelajaran pekan ini kita akan mendalami dimensi kelima dari hubungan Allah dengan umat-Nya, yaitu hubungan sebagai Bapak dengan Anak.
"Dua metafora alkitabiah yang paling umum digunakan perihal hubungan Allah dengan umat-Nya adalah metafora suami-istri dan orangtua-anak. Pekan lalu kita telah meninjau metafora suami-istri. Pekan ini kita akan mendalami beberapa metafora lagi dari Hosea, di mana yang paling menonjol tentu saja adalah orangtua-anak" [alinea kedua].
Sebenarnya, semua dimensi yang digambarkan oleh Alkitab tentang hubungan vertikal antara Allah dengan manusia seluruhnya bernuansa kasih. Pemeliharaan Tuhan atas manusia, pelayanan yang manusia tunjukkan kepada Tuhan, keakraban antara manusia dengan Tuhan, kesetiaan yang semestinya diperlihatkan oleh manusia kepada Tuhan, dan kasih sayang yang dicurahkan Tuhan kepada manusia, semua itu bisa teraktualisasi karena ada kasih. Berbeda dengan hubungan horisontal di antara sesama manusia yang acapkali terjalin atas dasar kepentingan diri yang cenderung bersifat memanfaatkan, menindas, dan menguasai oleh salah satu pihak atas pihak yang lain.
1. UMAT YANG MUDAH TERPIKAT (Tolol dan Tidak Berakal)
Merpati bodoh. Kasihan sekali bangsa Israel pada zaman Hosea, mereka diibaratkan sebagai burung merpati yang tolol dan kehilangan akal. Merpati--tergolong keluarga Columbidae yang memiliki lebih dari 300 spesis--adalah sejenis burung yang terkenal akan kecerdikannya dan juga ketulusan hatinya. Tidak heran kalau unggas yang juga dinamai "burung dara" ini dijadikan lambang perdamaian. Bahkan, Tuhan Yesus sendiri menggunakan ketulusan burung merpati tatkala mengajarkan bagaimana murid-murid-Nya harus melakukan penginjilan (Mat. 10:16).Kerajaan Israel purba, dengan kekuatan utama didominasi oleh suku Efraim, secara politik terjepit di antara dua negara adidaya di kawasan itu, yakni Mesir di selatan dan Asyur (Suriah) di utara. Ketika Israel menghadapi ancaman dari kerajaan Babilonia yang terkenal kuat dan garang, mereka berusaha mencari bala bantuan oleh bersekutu dengan dua kekuatan militer tersebut. Nabi Hosea menggambarkan manuver politik mereka itu seperti perbuatan burung merpati yang "tolol dan tidak berakal" (Hos. 7:11) karena tidak menyadari bahwa ancaman Babel itu justeru adalah hukuman Allah, dan bahwa hanya dengan pertobatan kepada Allah mereka bisa luput.
Bukankah kita terkadang juga bertindak seperti "merpati tolol dan tidak berakal" tatkala menghadapi tantangan-tantangan kesulitan dan masalah, baik secara pribadi maupun sebagai satu jemaat atau organisasi gereja? Gantinya memeriksa diri kalau ada dosa-dosa yang tersembunyi lalu bertobat dan berserah kepada Tuhan, kita melakukan "manuver-manuver politik" dengan berusaha mendapatkan pertolongan dari manusia. Mungkin juga kita memang berdoa, tetapi seringkali doa kita lebih bersifat formalitas. Atau, terkadang sebagai satu entitas dalam pekerjaan Tuhan kita sering menjadikan doa itu sebagai "manuver politik" sekadar untuk memperlihatkan kepada orang banyak bahwa kita mencari pertolongan Tuhan, padahal masalah-masalah itu terjadi akibat dosa-dosa perorangan yang dilakukan secara tersembunyi.
Bahaya persekutuan dengan dunia. Allah sangat membenci umat-Nya bila mereka meminta pertolongan manusia dan bersekutu dengan dunia, seperti yang dilakukan oleh Israel purba. "Mengapa? Karena persekutuan dengan Kekaisaran Asyur yang perkasa atau dengan Mesir yang ambisius akan menuntut Israel untuk mengakui keunggulan dewa-dewa yang disembah oleh kedua negara adidaya itu (baca Yes. 52:4, Rat. 5:1-6). Pergi kepada mereka berarti, dan harus, berpaling dari Tuhan. Apa yang mereka perlu lakukan adalah kembali kepada Tuhan, bertobat, menaati perintah-perintah-Nya, dan menyingkirkan allah-allah palsu mereka. Itulah satu-satunya pengharapan, bukan aliansi-aliansi politik dengan kekafiran" [alinea kedua].
Dosa merusak cara berpikir orang yang berbuat dosa, dan mengubah hatinya menjadi penipu bahkan sampai menipu dirinya sendiri. Setelah Kain membunuh Habel lalu Allah menanyai dia, tanpa ragu Kain menjawab, "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kej. 4:9). Akibat dosa, hati manusia juga menjadi licik, bahkan "lebih licik daripada segala sesuatu" (Yer. 17:9). Dan seperti kata Paulus, "Segala sesuatu adalah suci bagi orang-orang yang suci. Tetapi bagi orang-orang yang pikirannya kotor dan yang tidak beriman, tidak ada sesuatu pun yang suci, sebab pikiran dan hati nurani mereka sudah kotor! Mereka berkata bahwa mereka mengenal Allah, padahal perbuatan mereka menyangkal-Nya" (Tit. 1:15-16, BIMK). Bangsa Israel purba di zaman Hosea telah membuktikan kelicikan pikiran dan kekotoran hati mereka akibat dosa, dengan membelakangi Tuhan yang selama ini menjadi sumber berkat dan perlindungan lalu bersekutu dengan manusia yang sebenarnya memusuhi mereka.
"Adalah sangat mudah untuk mencari bantuan manusia bagi persoalan-persoalan kita gantinya mencari Tuhan, bukan? Tentu saja, Tuhan dapat menggunakan perantaraan manusia dalam menjawab doa-doa kita. Bagaimana kita bisa yakin bahwa di dalam keadaan putus asa dan butuh pertolongan kita tidak membuat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan Israel dalam hal ini? Bagaimana kita dapat menggunakan bantuan manusia tanpa harus berpaling dari Tuhan?" [alinea terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang Israel purba yang telah menjadi tolol dan tidak berakal?1. Pada mulanya Israel adalah satu umat yang setia dan tulus seperti merpati, tetapi penyembahan berhala seperti bangsa-bangsa kafir telah mengubah mereka menjadi "merpati tolol dan tidak berakal" yang lebih mengandalkan bantuan manusia daripada bertobat dan bergantung pada Allah.
2. Pergaulan dengan dunia dapat membuat umat Tuhan mengadopsi cara berpikir duniawi dalam pemecahan masalah. Menghadapi ancaman Babel, gantinya mengambil langkah-langkah rohani Israel purba menempuh langkah-langkah politik dan bersekutu dengan negara-negara tetangga.
3. Dosa dapat mematikan hati nurani dan akal sehat, dan satu dosa dapat menuntun seseorang kepada dosa-dosa yang lain. Israel purba memulai dosa mereka dengan penyembahan berhala, selanjutnya mereka tergiring semakin jauh dari Tuhan dengan tindakan-tindakan pendurhakaan yang lainnya.
2. MENABUR ANGIN, MENUAI BADAI (Anak Lembuh yang Terlatih)
Tengkuk yang bagus. Ketika jumlah mereka masih sedikit keturunan Abraham ini hidup secara nomaden, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dan mereka hidup terutama dari beternak. Setelah menjadi satu bangsa yang besar dan mewarisi tanah perjanjiaan Kanaan sebagai negeri pusaka mereka, selain tetap beternak mereka juga hidup dari bercocok tanam. Sebagai bangsa agraris, orang Israel adalah peladang-peladang yang tangguh dan sejak awal telah menguasai teknik berladang dan mahir menggunakan alat-alat bajak yang dikenakan pada tengkuk lembu-lembu muda pilihan hasil peternakan mereka sendiri.
Allah berkata, "Dahulu Israel seperti sapi muda yang terlatih baik, dan yang suka mengirik gandum. Aku tak perlu memasang gandar pada tengkuknya yang bagus itu. Tetapi sekarang Aku telah memutuskan untuk memaksanya bekerja berat. Yehuda Kusuruh membajak, dan Israel Kusuruh menggaru" (Hos. 10:11, BIMK). Tentu saja ini merupakan kata-kata bersayap dan tidak untuk diartikan secara harfiah. Dalam pengertian sebenarnya, Ia rindu agar bangsa itu melakukan reformasi sikap dengan cara "membajak" tanah hati mereka yang keras supaya menjadi lembut sehingga mudah ditanami benih-benih yang baik agar kelak dapat menuai kebaikan. "Aku berkata, 'Hai Israel! Bukalah ladang baru untuk dirimu, taburilah benih keadilan, dan tuailah berkat yang dihasilkan oleh kesungguhan cintamu kepada-Ku. Sebab, sudah waktunya engkau mencari Aku, TUHANmu. Aku akan datang dan menghujani engkau dengan berkat-berkat-Ku'" (ay. 12, BIMK).
Pena inspirasi menulis: "Bilamana umat Israel menyembah patung-patung Baal dan Asytoret yang melambangkan kuasa alam, penghormatan yang seharusnya diberikan kepada Allah saja, hubungan mereka dengan semua hal yang meninggikan dan memuliakan terputus, dan mereka menjadi mangsa yang empuk bagi penggodaan. Pertahanan jiwa pun runtuh, penyembah-penyembah yang tertipu itu tidak memiliki penghalang terhadap dosa" (Ellen G. White, Review and Herald, 29 Januari 1914).
Apa yang ditabur, itu yang dituai. Israel purba telah menabur dosa, maka mereka harus menuai hukuman Allah. Firman-Nya, "Kamu telah membajak kefasikan, telah menuai kecurangan, telah memakan buah kebohongan. Oleh karena engkau telah mengandalkan diri pada keretamu, pada banyaknya pahlawan-pahlawanmu" (ay. 13). Meskipun begitu, dalam kasih-Nya yang tak kunjung padam itu Allah masih memberi kesempatan bagi mereka untuk bertobat. Itulah yang diumpamakan-Nya dengan menyuruh mereka untuk membuka "ladang baru" yaitu "hati baru" untuk ditaburi benih keadilan dan kebenaran. Jangan terus-menerus mengeraskan hati dengan menolak Tuhan dan mengandalkan pada kemampuan diri sendiri maupun bantuan kekuatan militer asing.
"Jika umat itu menabur kebenaran, mereka akan menuai kebaikan sebagai imbalannya. Hanya oleh mencari Tuhan dan kehendak-Nya maka Israel akan dapat luput dari penghukuman yang sedang datang. Pintu kasihan masih terbuka bagi kemungkinan pertobatan di pihak umat pilihan Allah itu" [alinea ketiga: tiga kalimat terakhir].
Kita kerap menganggap enteng terhadap pelanggaran-pelanggaran yang kita sengaja lakukan di hadapan Tuhan, seolah-olah itu adalah "dosa-dosa kecil" yang tidak berarti apa-apa. Atau, kita juga kerap tertipu dengan pandangan bahwa karena orang lain berbuat hal yang sama, dan mereka kelihatannya nyaman-nyaman saja, jadi tidak ada masalah dengan dosa-dosa itu. Tetapi firman Tuhan mengingatkan kita: "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Gal. 6:7). Sedangkan masyarakat sekuler pun percaya, bahwa "siapa menabur angin akan menuai badai"!
"Teguran untuk menabur kebenaran menyangkut hubungan antar manusia; mencari Allah menyangkut hubungan antara Allah dengan umat-Nya. Membajak tanah melambangkan perbaikan serta pembaruan rohani dan sosial. Tuhan bersama umat-Nya akan bekerja sama dalam suatu hubungan timbal-balik untuk mengembalikan berkat-berkat ke negeri itu. Hasilnya akan merupakan suatu pemekaran mulia yang akan memenuhi seluruh bumi (Hos. 14:5-7)" [alinea terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang Israel sebagai anak lembu yang terlatih?
1. Tampaknya, Israel purba telah mengalami sekularisasi yang cukup parah. Israel telah meninggalkan Allah nenek moyang mereka dan mempraktikkan penyembahan berhala dengan tujuan supaya diterima dalam pergaulan politik di kawasan Palestina pada masa itu.
2. Israel purba telah bersikap pragmatis dan kompromistis dengan mengorbankan prinsip-prinsip kebenaran untuk mempermudah hubungan bertetangga dengan bangsa-bangsa kafir. Barangkali, berdasarkan kalkulasi politik, perbuatan itu dianggap akan menguntungkan posisi Israel.
3. Sekularisme, pragmatisme, dan berkompromi dengan dunia adalah dosa-dosa yang paling umum terjadi di kalangan umat Tuhan dewasa ini, sama seperti yang dilakukan oleh Israel purba. Ketiga dosa tersebut dimulai dalam diri pribadi-pribadi, tetapi jika dibiarkan lambat laun akan meluas menjadi dosa institusional.
3. LUPA KACANG AKAN KULITNYA (Anak yang Baru Belajar Berjalan)
Anak ajaib? Allah mengibaratkan Israel yang baru keluar dari negeri perhambaan Mesir sebagai "balita" (=anak di bawah lima tahun) yang sedang belajar berjalan. Pengibaratan ini sangat tepat, baik secara rohani maupun secara politik sebagai sebuah bangsa yang baru muncul. Pada awal kemunculannya Israel langsung mengguncang dunia. Betapa tidak, baru keluar dari Mesir saja mereka sudah "berhasil" memorak-perandakan pasukan Firaun yang hebat itu bahkan mengubur mereka ke dasar Laut Merah. Dalam perjalanan selanjutnya, sebagai bangsa pengembara di gurun pasir semenanjung Arabiah, mereka pun sudah menimbulkan ketakutan terhadap bangsa-bangsa sekitar. Sementara mata mereka tertuju kepada long march terbesar dalam sejarah, sebuah tanda tanya besar timbul di benak mereka, ke mana gerangan tujuan rombongan besar itu? Ketika bangsa ini meruntuhkan benteng Yerikho yang sangat kokoh dan mustahil ditembus itu, Israel langsung menabur teror ke seantero kawasan.
Tetapi, terlepas dari kesuksesan-kesuksesan fenomenal tersebut, mereka telah menunjukkan ciri-ciri sebagai bangsa yang rapuh secara rohani dan suka memberontak kepada Allah. TUHAN sendiri yang bersaksi, "Aku mengasihi Israel sejak ia masih kecil, Kupanggil anak-Ku itu keluar dari Mesir. Tapi makin Kupanggil anak-Ku itu semakin ia menjauhi Aku. Ia membawa kurban dan membakar dupa untuk Baal dan dewa-dewa lainnya. Padahal Akulah yang mengajar Israel berjalan, dan yang memeluknya dengan kasih sayang. Akulah yang merawat dia tapi ia tak mau mengakuinya" (Hos. 11:1-3, BIMK). Jadi, mereka adalah satu umat yang ibarat kacang lupa akan kulitnya, bangsa yang tidak tahu diri.
"Dalam ayat-ayat ini, Hosea sedang mengatakan bahwa cara Tuhan adalah seperti perawatan yang lembut dari orangtua baru. Sama seperti orangtua yang dengan lemah lembut dan sabar mengajar seorang anak berjalan, memegang dengan tangannya untuk mencegah dia jatuh, demikianlah Tuhan sudah memelihara Israel sejak dari permulaan. Allah yang mengasihi dan mengampuni adalah intisari dari pekabaran Hosea" [alinea pertama: tiga kalimat pertama].
Pentingnya disiplin. Allah sangat mengasihi Israel bagaikan seorang ayah mengasihi anaknya, dan seperti umumnya orangtua yang bijaksana, disiplin menjadi bagian tak terpisahkan dari kasih orangtua terhadap anak. Itulah sebabnya Allah mengajari Israel "seperti seorang ayah mengajari anak-anaknya" (Ul. 8:5, BIMK); sesekali oleh mendisiplin mereka dengan hukuman sebab "kalau tidak memukul anak, berarti tidak cinta kepadanya" (Ams. 13:24, BIMK); terkadang dengan cara "mencambuk setiap orang yang diakui-Nya sebagai anak-Nya" (Ibr. 12:6, BIMK); karena Tuhan sendiri berkata bahwa "orang-orang yang Kukasihi, merekalah yang Kutegur dan Kucambuk" (Why. 3:19, BIMK). Di mana perlu, pendisiplinan itu penting untuk mendidik anak-anak menjadi penurut dan memiliki rasa tanggungjawab pribadi. Hal ini benar, baik dalam pendidikan akhlak dan tabiat maupun dalam pendidikan rohani.
"Tidak ada keraguan, setiap orangtua yang mengasihi anak-anaknya akan mendisiplin mereka, dan selalu demi kebaikan mereka sendiri. Kalau umat manusia yang tidak sempurna dan sudah jatuh saja melakukan hal itu, betapa lebih jauh lagi kita dapat mempercayai kasih Allah bagi kita, walaupun di tengah masa-masa percobaan?" [alinea terakhir]. Namun, kesusahan dan penderitaan tidak selalu berarti hukuman atau pendisiplinan. Terkadang kesusahan harus dilihat sebagai bagian dari pendidikan mental yang perlu bagi pemupukan watak dan daya juang, terutama jika Allah hendak menggunakan seseorang yang dipilih-Nya untuk suatu tugas tertentu yang membutuhkan ketahanan mental yang prima.
Pena inspirasi menulis: "Cobaan dan rintangan adalah metode-metode disiplin yang Tuhan pilih dan syarat-syarat keberhasilan yang ditentukan-Nya. Dia yang menyelami hati manusia itu lebih mengetahui sifat-sifat mereka daripada mereka sendiri. Dia melihat bahwa sebagian orang memiliki kemampuan-kemampuan dan keyakinan pribadi yang jika diarahkan dengan tepat dapat digunakan dalam memajukan pekerjaan-Nya. Dalam pemeliharaan-Nya Dia membawa orang-orang ini ke dalam posisi-posisi yang berbeda serta keadaan-keadaan yang beragam sehingga mereka dapat menemukan di dalam tabiat mereka cacat-cacat yang telah tersebunyi dari pengetahuan mereka sendiri. Dia memberikan kepada mereka kesempatan untuk memperbaiki cacat-cacat ini dan menyesuaikannya bagi pelayanan-Nya. Seringkali Dia mengizinkan api penderitaan menyergah mereka agar mereka bisa dimurnikan" (Ellen G. White, The Ministry of Healing, hlm. 471).
Apa yang kita pelajari tentang Israel sebagai anak yang baru belajar berjalan?1. Kemunculan Israel sebagai satu bangsa dalam kancah dunia adalah ibarat "anak ajaib" bagi pemandangan banyak orang. Kesuksesan demi kesuksesan mereka raih dengan cara paling spektakuler nan mencengangkan. Tapi itu semua semata-mata karena kuasa Allah, bukan kehebatan mereka.
2. Sayangnya, dalam waktu singkat bangsa Israel telah berubah dari "anak ajaib" menjadi "anak bandel" yang tak tahu diri. Setelah menguasai dan menduduki wilayah yang cukup luas di tanah Kanaan, mereka melupakan Allah nenek moyang mereka yang sudah memungkinkan semua itu.
3. Oleh sebab kasih-Nya, dan karena masih menganggap Israel sebagai anak-Nya, Allah menghukum mereka supaya sadar dan bertobat. Pendisiplinan adalah bagian dari pendidikan rohani dan akhlak, juga sebagai cara untuk melatih ketahanan mental serta kesempurnaan tabiat.
4. KASIH YANG TAK LEKANG (Belas Kasihan Lebih Kuat Daripada Amarah)
Allah yang rahmani. Setelah mereka meninggalkan Allah, Israel menjadi seperti seorang gadis kesepian yang siap mengobral cinta. Tanpa malu-malu para pemimpinnya menawarkan diri untuk bersahabat dengan negara-negara tetangga, berharap bahwa dengan cara demikian mereka akan mempunyai banyak teman untuk membantu di mana perlu. Tetapi, seperti "hukum permintaan dan penawaran" yang berlaku dalam ekonomi, kegetolan Israel menjajakan cinta membuat harga diri mereka jatuh. "Israel sudah ditelan; sekarang mereka itu ada di antara bangsa-bangsa seperti barang yang tidak disukai orang. Sebab mereka telah pergi ke Asyur, bagaikan keledai hutan yang memencilkan diri; Efraim telah membagi-bagi hadiah cinta" (Hos. 8:8-9).
Penilaian itu datang langsung dari Allah sendiri dan dicatat oleh Hosea. Tentu saja itu adalah pengamatan yang jitu tentang satu bangsa yang nyaris telah kehilangan segalanya. Kondisi mereka membuat Allah yang rahmani itu menjadi iba dan siap memulihkan keadaan mereka. "Sekalipun Israel yang berdosa layak untuk hancur total, Allah dalam rahmat-Nya yang tak berkeputusan itu terus mengasihi umat-Nya sementara bergumul bagi pertobatan mereka" [alinea kedua].
Allah hendak merangkul mereka kembali, tidak peduli dengan kelakuan mereka yang sangat memalukan itu. Tuhan berkata, "Sekalipun mereka membagi-bagi hadiah itu di antara bangsa-bangsa, sekarang ini Aku akan mengumpulkan mereka, dan sebentar lagi mereka akan berhenti mengurapi raja dan para pemuka" (ay. 10). Perhatikan, bagian terakhir dari ayat ini yang menyatakan bahwa mereka akan berhenti mengurapi raja dan pemuka, hal itu berkaitan dengan apa yang telah mereka lakukan sebelumnya. "Mereka telah mengangkat raja, tetapi tanpa persetujuan-Ku; mereka mengangkat pemuka, tetapi dengan tidak setahu-Ku" (ay. 4). Israel akan diterima kembali oleh Tuhan, tetapi sekarang mereka tidak boleh lagi seenaknya mengangkat raja atau pemimpin tanpa meminta petunjuk Tuhan. Sebagian komentator Alkitab menengarai bahwa fenomena main pilih pemimpin sesuka hati itu adalah perilaku korup dari pemuka-pemuka masyarakat yang terpengaruh oleh "politik uang" dari orang-orang kaya ambisius yang ingin jadi pemimpin. Pokoknya, siapa saja asal punya uang bisa jadi caleg, cagub, cabup, cawal dan entah ca-ca apa lagi.
Allah tidak seperti manusia. Murka Allah bisa saja menggelegar lebih dahsyat daripada halilintar, tetapi kasih-Nya lebih lembut dari kapas. Bila Tuhan marah dan menghukum manusia karena kejahatan mereka, Tuhan tidak pernah melakukannya dengan nafsu untuk membinasakan melainkan dengan niat untuk memperbaiki. Ia tahu seberapa kuat anda dan saya dapat menahan beban yang ditanggungkan kepada kita demi kebaikan kita sendiri. Yesus berkata, "Ikutlah perintah-Ku dan belajarlah daripada-Ku. Sebab Aku ini lemah lembut dan rendah hati, maka kamu akan merasa segar. Karena perintah-perintah-Ku menyenangkan, dan beban yang Kutanggungkan atasmu ringan" (Mat. 11:29-30, BIMK).
Kepada Israel purba Allah menunjukkan bahwa Dirinya tidak bisa disamakan dengan manusia, sekalipun dalam amarah-Nya. "Aku tidak akan melaksanakan murka-Ku yang bernyala-nyala itu, tidak akan membinasakan Efraim kembali. Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan" (Hos. 11:9).
"Hosea 11 mengajarkan bahwa cara Allah melampaui cara-cara manusia berdosa. Ia tidak akan membiarkan kepahitan mengatur keputusan-keputusan-Nya. Kasih Allah berusaha untuk membawa penyembuhan, kesehatan, dan pemulihan kepada umat-Nya. Tujuan dari disiplin ilahi ialah untuk memperbaiki, mengubah dan menyesuaikan, bukan untuk membinasakan dan balas dendam. Banyak orang, bahkan orang-orang yang mengaku Kristen, tidak mengerti aspek Allah itu, tapi sebaliknya memandang Dia sebagai pendendam, pemarah, dan hanya mencari-cari kesalahan untuk menghukum mereka karena dosa-dosa mereka" [alinea terakhir: lima kalimat pertama].
Pena inspirasi menulis: "Tuhan Allah melalui Yesus Kristus mengulurkan tangan-Nya sepanjang hari mengundang orang berdosa dan yang sudah jatuh. Ia akan menerima semuanya. Ia menyambut semuanya. Adalah kemuliaan-Nya untuk mengampuni orang-orang berdosa...Setiap manusia adalah obyek dari perhatian yang mengasihi bagi Dia yang sudah menyerahkan hidup-Nya agar Dia bisa membawa manusia kembali kepada Allah. Jiwa-jiwa yang bersalah dan tak berdaya, yang cenderung untuk dibinasakan oleh kelicikan dan jerat Setan, dipelihara seperti seorang gembala memeliharakan domba-dombanya" (Ellen G. White, Signs of the Times, 12 Agustus 1908).
Apa yang kita pelajari tentang kasih sayang Allah yang lebih kuat dari amarah?1. Meskipun bangsa Israel purba sudah menjadi seperti gadis penjaja cinta demi untuk mendapatkan bantuan dari bangsa-bangsa kafir di sekitarnya, Allah tidak pernah kehilangan kasih-Nya terhadap mereka. Tentu saja Allah sakit hati atas perilaku Israel tersebut, tetapi kasih-Nya selalu lebih besar dari murka-Nya.
2. Allah dapat mengatasi amarah-Nya dengan kasih-Nya oleh sebab Dia bukan manusia. Sekalipun selalu ada hukuman bagi manusia yang murtad dan melanggar perintah Tuhan, namun hukuman itu selalu bersifat mendidik dan bukan menghancurkan.
3. Rm. 5:8, 1Ptr. 2:24, dan Gal. 2:13, semuanya bertutur tentang kasih Allah kepada manusia berdosa yang dimanifestasikan melalui kematian Yesus Kristus untuk penebusan dosa.
JANJI BAGI PERTOBATAN (Disembuhkan, Dikasihi, dan Dipelihara)
Panggilan supaya bertobat. Pasal terakhir kitab Hosea dimulai dengan amaran mengerikan tentang hukuman yang bakal ditimpakan kepada Israel--di sini disebut "Samaria" yang merupakan ibukota kerajaan utara tersebut--jika mereka tidak bertobat (Hos. 14:1), karena itu kepada mereka diserukan agar bertobat (ay. 2). Bahkan, nabi itu sendiri mendiktekan doa pertobatan yang harus mereka ucapkan kepada Tuhan yang berisi pengakuan dosa-dosa mereka serta kesadaran bahwa pertolongan dari manusia, dalam hal ini kerajaan Asyur, adalah sia-sia (ay. 3, 4).
"Permohonan mereka hendaknya supaya Allah membuang kesalahan yang telah membuat mereka tersandung. Mereka juga harus meninggalkan ketergantungan mereka pada bangsa-bangsa lain dan sama sekali menolak penyembahan berhala. Pada zaman Alkitab tidak ada orang boleh tampil di hadapan Tuhan dengan tangan hampa (Kel. 23:15). Lebih dari membawa seekor binatang kurban, orang banyak itu disuruh untuk menyampaikan kata-kata pertobatan yang sungguh sebagai persembahan syukur mereka" [ainea pertama: empat kalimat terakhir].
Seringkali kita merasa sudah cukup memadai untuk berdoa dengan memohon pengampunan. Tetapi di sini ada hal penting yang harus terdapat dalam doa kita setelah berbuat dosa lalu menyadarinya. Selain mengakui dosa kita secara spesifik dan memohon pengampunan, doa kita juga perlu disertai permintaan agar Allah menjauhkan dari kita segala godaan yang telah membuat kita jatuh. Allah berjanji, "Aku akan memulihkan mereka dari penyelewengan..." (ay. 5, bag. pertama, TB). Janji ini tetap berlaku bagi setiap umat Tuhan sepanjang zaman, terutama bagi mereka yang rentan terhadap dosa-dosa tertentu.
Berkat-berkat pertobatan. Selanjutnya Allah menyingkapkan apa yang akan dilakukan-Nya apabila bangsa itu bertobat, yaitu bahwa mereka akan disambut kembali dengan penuh kasih dan reputasi serta kesejahteraan mereka akan dipulihkan. Perhatikan janji-janji Allah yang indah bagi Israel: "Bagi orang Israel Aku seperti hujan yang membasahi tanah yang kersang. Mereka akan berkembang seperti bunga dan seperti pohon cemara yang dalam akarnya. Mereka akan hidup dan bertambah seperti tanaman yang bertunas di mana-mana, seperti pohon zaitun indahnya harum seperti pohon cemara! Mereka akan kembali kepada-Ku dan tinggal dalam perlindungan-Ku. Dengan pesat mereka akan bertambah makmur, seperti gandum bertumbuh di ladang yang subur dan seperti kebun anggur. Seperti air anggur Libanon nama mereka termasyhur" (ay. 5-8, BIMK; huruf miring ditambahkan).
Charles Spurgeon (1834-1892), penginjil asal Inggris yang berpengaruh, mengemukakan pendapatnya mengenai isi dari pasal terakhir kitab Hosea demikian: "Tidak ada pasal dalam Alkitab yang bisa lebih kaya dalam belas kasihan ketimbang pasal terakhir dari kitab Hosea ini; namun tidak ada pasal dalam Alkitab yang mungkin, dalam tatanan alamiah, lebih mengerikan dalam hal penghakiman. Di mana kita mengharapkan kegelapan yang pekat, (kita) melihat cahaya yang terang benderang."
"Kemudian, menyusul suatu pengakuan penyesalan di pihak orang banyak itu, Allah menyambut dengan serangkaian janji-janji. Hal terpenting dari semua ini adalah penyembuhan penyakit bangsa itu oleh Dokter ilahi. Hubungan yang diperbarui antara Allah dengan Israel diibaratkan dengan embun sebagai yang satu-satunya tersedia untuk membasahi bunga-bunga dan pepohonan sepanjang musim kemarau yang kering dan panjang di Palestina. Itu juga diibaratkan dengan pohon zaitun, semacam mahkota dari pohon buah-buahan yang dianggap paling berharga" [alinea kedua: empat kalimat pertama].
Akibat pembangkangan. Apakah Israel menyambut positif terhadap seruan pertobatan oleh nabi Hosea? Sayangnya, tidak. Setelah berkhotbah dan bernubuat selama kurang-lebih 40 tahun, bahkan sampai mengorbankan kehidupan pribadinya dengan menikahi Gomer dan merasakan kepahitan hidup berumahtangga dengan istri yang gemar selingkuh, semua itu tidak berhasil meyakinkan Israel akan dosa-dosa mereka. Bangsa itu terus membangkang dan tidak mengindahkan amaran-amaran Tuhan sampai pada saat-saat terakhir.
Sejarah mencatat, pada tahun 721 SM pasukan Asyur menyerbu dan merebut ibukota Samaria setelah tiga tahun bertahan. Raja Salmaneser V memerintahkan penyerbuan itu karena Israel yang sudah menjadi wilayah protektorat Asyur diam-diam mengadakan perjanjian politik dengan Mesir. Jenderal Sargon II, menggantikan Salmaneser yang wafat, akhirnya berhasil meruntuhkan benteng Samaria dan menaklukkan ibukota Israel purba tersebut serta menawan hampir 30.000 prajurit Israel ke Asyur. Ternyata, Israel bukan hanya melakukan "perzinaan rohani" terhadap Tuhan, tapi juga melakukan "perzinaan politik" terhadap Asyur. Menariknya lagi, raja terakhir Israel ketika dihancurkan itu juga bernama Hosea. Tapi Hosea yang satu ini adalah anak dari Ela (2Raj. 17:1), sedangkan nabi Hosea adalah anak dari Beeri (Hos. 1:1). Nama boleh sama, tapi hati berbeda!
Apa yang kita pelajari tentang amaran dan janji pertobatan dari Allah kepada Israel?
1. Di saat-saat terakhir pelayanannya, nabi Hosea menyerukan kepada bangsa Israel supaya bertobat dari dosa-dosa mereka dan memohon pengampunan Tuhan. Bahkan, nabi itu mengungkapkan kepada mereka berkat-berkat yang disediakan Allah bila mereka bertobat.
2. Tampaknya janji-janji berkat itu tidak begitu menarik bagi Israel purba, buktinya mereka tidak mau bertobat. Bangsa yang keras kepala itu mengabaikan seruan Allah melalui nabi-Nya, dan memperlihatkan pembangkangan dengan terus melakukan "perzinaan rohani" yang menyakiti hati Allah.
3. Israel purba sudah berlalu, kini Allah tidak lagi memiliki satu umat pilihan secara jasmani (berupa etnis tertentu). Tetapi Allah mempunyai satu umat pilihan sebagai "Israel rohani" sekarang ini. Pertanyaannya: Apakah kesalahan Israel jasmani akan diulangi lagi oleh Israel rohani, baik secara institusional maupun individual?
PENUTUP
Bertobat sebelum terlambat. Selama pintu kasihan belum tertutup, Allah terus-menerus mengamarkan kepada kita manusia berdosa untuk bertobat. Dalam Perjanjian Baru, sejak awal hingga akhirnya seruan untuk bertobat terus berkumandang. "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!" adalah amaran yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis (Mat. 3:2) dan oleh Yesus sendiri (Mat. 4:17). Seruan pertobatan ini terus bergema semakin tegas dan nyaring di akhir zaman, "Sebab itu bertobatlah! Jika tidak demikian, Aku akan segera datang kepadamu dan Aku akan memerangi mereka dengan pedang yang di mulut-Ku ini" (Why. 2:16).
Bangsa Israel purba sudah mendapat banyak kesempatan untuk bertobat melalui pekabaran-pekabaran yang disampaikan oleh nabi-nabi Tuhan, tetapi mereka terus membandel dalam kemurtadan. "Sepanjang tahun-tahun yang gelap dan panjang manakala penguasa demi penguasa berdiri dengan berani melawan Surga dan membawa bangsa Israel semakin terjerumus ke dalam penyembahan berhala, Allah mengirimkan pekabaran demi pekabaran kepada umat-Nya yang murtad. Melalui nabi-nabi-Nya Dia memberikan kepada mereka setiap kesempatan untuk menghentikan gelombang kemurtadan dan kembali kepada-Nya" [alinea kedua: dua kalimat pertama].
Meskipun kemurtadan melanda Israel purba, yaitu kemurtadan bersifat nasional yang diakibatkan oleh ulah para pemimpin, Allah tetap mempunyai umat yang setia di antara mereka, yaitu orang-orang yang secara individual tetap memelihara hukum-hukum-Nya. "Meski dalam saat-saat yang paling kelam sekalipun sebagian orang tetap benar di hadapan Penguasa ilahi dan di tengah penyembahan berhala mau hidup tak bercela dalam pemandangan Allah yang suci. Orang-orang yang setia ini terhitung di antara umat yang sisa dan benar melalui siapa tujuan kekal Tuhan akhirnya terpenuhi" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].
Kata-kata yang dikutip dari tulisan pena inspirasi ini merupakan sebuah kabar baik yang menguatkan hati bagi orang-orang yang tetap setia kepada Allah, bahwa Dia memperhatikan pribadi-pribadi yang tetap taat kepada-Nya di tengah gelombang kemurtadan. Allah mengenal anak-anak-Nya yang tetap teguh mempertahankan kebenaran walau menghadapi ancaman dan risiko apapun. Dari kerajaan surga di atas sana, sorot mata Yesus yang lembut itu tidak pernah lepas mencermati setiap hamba-Nya yang melayani Dia dengan sungguh-sungguh, dan yang berani berkata benar atas apa yang benar sekalipun langit runtuh. Dia mengasihi anda!
"Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa. Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula" (Ibr. 3:12-14).
SUMBER:
>Zdravko Stefanofic, Profesor bidang studi Ibrani dan Perjanjian Lama, Universitas Walla Walla,U.S.A--- Penuntun Guru Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa, Trw.II, 2013. Bandung: Indonesia Publishing House.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar