Minor Prophets:
"PERZINAAN ROHANI (HOSEA)"
Tinjauan:
Kita akan mempelajari tentang "Pelajaran-pelajaran Besar dari Para Nabi Kecil." Istilah "nabi kecil" yang digunakan di sini merupakan terjemahan dari "minor prophets" dalam bahasa Inggris, di mana sebutan "kecil" di sini bukan berarti tidak penting atau sepele, baik menyangkut pribadi para nabi itu maupun pekabaran mereka. Bahkan, seperti akan kita lihat nanti, mereka adalah nabi-nabi dengan kepribadian raksasa dan pekabaran-pekabaran mereka juga sangat penting serta relevan hingga pada zaman kita sekarang. "Nabi-nabi Kecil" adalah sebutan yang dipopulerkan oleh St. Augustine (354-430 AD), seorang uskup agung gereja Katolik Roma yang amat berpengaruh.
Penyebutan "kecil" di sini adalah julukan yang semata-mata berkaitan dengan ukuran atau panjangnya pekabaran mereka (yang terpendek hanya 1 pasal, terpanjang 14 pasal), dibandingkan dengan tulisan empat "nabi besar" (major prophets)--Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan Daniel--yang tulisan-tulisannya sampai berpuluh-puluh pasal panjangnya. Namun, singkatnya tulisan mereka tidak menggambarkan masa pelayanan mereka yang pendek. Hosea, misalnya, tugas kenabiannya berlangsung sekitar 40 tahun. Begitu juga, pekabaran mereka mengandung unsur-unsur yang sama dengan pekabaran dari nabi-nabi besar yang meliputi (a) uraian tentang dosa-dosa umat Tuhan, (b) amaran penghukuman akibat dosa, (c) uraian tentang penghukuman yang sedang datang, (d) seruan pertobatan, dan (e) janji kelepasan bila mereka bertobat. Mungkin, karena singkatnya tulisan-tulisan mereka, lebih tepat jika keduabelas nabi terakhir bagi bangsa Israel itu disebut sebagai "nabi-nabi mini" (seperti yang digunakan oleh Wikipedia).
Dalam bahasa aslinya (bahasa Aram), kumpulan tulisan-tulisan dari para nabi kecil atau mini tersebut dinamai תרי עשר, Trei Azar, yang berarti "Dua Belas" atau juga dijuluki "Kitab Dua Belas" sesuai dengan jumlah mereka yang 12 orang itu. Berturut-turut adalah Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia dan Maleakhi, yang dalam Alkitab PL tertera sebagai kitab-kitab terakhir. Urutan ini tidak merepresentasikan urutan masa pelayanan mereka yang diperkirakan telah dimulai sebelum masa pembuangan orang Israel ke Babel, sejak diutusnya nabi Yunus ke kota Niniwe (tahun 800-an SM) sampai yang terakhir adalah masa pelayanan nabi Maleakhi (tahun 430-an SM) setelah pemulangan mereka ke Yerusalem.
Dalam susunan Kitabsuci Ibrani yang terdiri atas tiga kelompok--Torah (Lima Kitab Musa: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan), Nevi'im (Kitab Para Nabi), dan Kethuvim (Kumpulan Tulisan)--pekabaran dari keduabelas nabi mini tersebut termasuk dalam kelompok Nevi'im sebagai bagian kedua dengan tajuk "Nabi-nabi Terakhir" bersama kitab-kitab nabi Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel (bagian pertama bertajuk "Nabi-nabi Permulaan" yang berisi kitab Yosua, Hakim-Hakim, 1&2 Samuel, 1&2 Raja-raja). Kitab nabi Daniel sendiri digolongkan sebagai "Kitab Sejarah" yang ditempatkan pada bagian ketiga dari Kethuvim (dua bagian pertama ialah "Syair" dan "Lima Gulungan").
Sepanjang dua Sabat pertama triwulan ini, 6 & 13 April, pembahasan pelajaran kita bertumpu pada pekabaran dalam kitab Hosea yang melayani pada masa pemerintahan raja-raja Uzia (767-739 SM), Yotam (739-731 SM), Ahas (731-715 SM), dan Hizkia (715-686 SM) dari kerajaan Yehuda di selatan, dan pemerintahan raja Yerobeam II (782-752 SM) dari kerajaan Israel di utara (Hos. 1:1). Sebenarnya, fokus pelayanan nabi Hosea adalah kerajaan Israel di utara di mana dia telah menjadi saksi penobatan dan kejatuhan dari enam raja Israel, meskipun di awal tulisannya dia hanya menyebut salah satu nama saja dari mereka sedangkan lainnya adalah nama raja-raja kerajaan Yehuda di selatan. Hosea melayani selama 40 tahun, 760-720 SM, yaitu 250 tahun sesudah pemerintahan raja Daud ketika Israel masih bersatu, atau 650 tahun setelah bangsa pilihan itu mewarisi negeri perjanjian Kanaan.
Nama Hosea (Ibrani: הוֹשֵׁעַ, Hoshea) itu sendiri artinya "keselamatan." Kata ini berasal dari akar kata יָשַׁע, Yashua, yaitu akar kata yang sama dengan nama Yoshua dan Yesus yang juga berarti "keselamatan" atau "kelepasan." Ketiga nama ini membawa pesan yang serupa, ialah bahwa "Tuhan adalah keselamatan." Tema pekabaran nabi Hosea adalah tentang Allah yang menyelamatkan, dan kehidupannya sendiri merupakan alegori (kiasan) dari pekabaran Tuhan yang disampaikannya kepada bangsa Israel. Sekalipun bangsa itu adalah bangsa yang murtad, yang melakukan perzinaan rohani dengan menyembah berhala-berhala kafir, namun Allah tetap mengasihi mereka dan ingin menerima kembali bilamana mereka bertobat.
PENDAHULUAN
Pelayanan totalitas. Cuma Hosea yang dipanggil Allah untuk menjadi jurukabar dengan berbicara lewat mulutnya dan juga melalui peragaan kehidupan rumahtangganya yang nyata. Jadi, selain berkhotbah Hosea juga "mengorbankan" kehidupan pribadinya sendiri menjadi sebagai lambang pekabarannya. Tuhan memerintahkannya untuk dengan sengaja mengawini Gomer, seorang PSK (pekerja seks komersial), untuk melambangkan Israel sebagai "negeri bersundal" (Hos. 1:2). Sungguh ini merupakan sebuah pelayanan yang bersifat totalitas dari seorang jurukabar Tuhan, sesuatu yang mungkin hanya seorang Hosea dapat melakukannya.
"Kisah pribadi dan nubuatan Hosea terjalin ke dalam kitab ini secara tak terpisahkan. Sama seperti nabi itu telah mengampuni istrinya yang tidak setia dan bersedia untuk menerimanya kembali, demikianlah Allah bersedia berbuat hal yang sama bagi umat-Nya...Apa yang dapat kita pelajari dari pengalaman Hosea dan cara Allah memperlakukan ketidakpatuhan Israel?" [alinea ketiga dan keempat].
Dosa bangsa Israel disamakan dengan persundalan, atau perzinaan rohani, oleh sebab sementara mereka mengaku sebagai umat Allah dan mengadakan upacara-upacara keagamaan secara tradisional, pada waktu yang sama mereka juga beribadah kepada ilah-ilah kafir atau berhala-berhala orang Kanaan. Tetapi kemurtadan bukanlah perzinaan rohani umat Israel purba saja, perzinaan rohani adalah juga "penyakit" yang diidap oleh umat Israel rohani pada zaman ini.
Namun demikian, sebagaimana pada zaman Hosea dulu Allah bersedia untuk menerima kembali dan mengasihi bangsa pendurhaka itu, Allah yang sama juga tetap mau untuk menerima kembali dan mengasihi umat-Nya yang berzina dan murtad pada zaman ini. Dalam bahasa Ibrani, gomer berasal dari akar kata yang sama dengan gamar yang artinya berakhir atau berhenti, yang mungkin melambangkan berakhir dan berhentinya kesetiaan Israel, tetapi kasih Allah terhadap umat-Nya itu tidak pernah berhenti apalagi berakhir. Dan sebagaimana pelayanan totalitas Hosea, demikian pula kasih Allah kepada manusia bersifat total dan tidak setengah-setengah.
1. MEMPERAGAKAN PEKABARAN ALLAH (Perintah yang Aneh).
Kepatuhan seorang hamba Tuhan. Karena sifat pekerjaannya, seorang calon pendeta dituntut untuk mempertimbangkan masak-masak ketika memilih teman hidup atau istri. Tetapi tidak bagi Hosea. "Kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal," perintah Tuhan kepadanya (Hos. 1:2). Perintah yang aneh? Tidak bagi Hosea. Hamba Tuhan ini menuruti perintah itu tanpa ragu, mengambil Gomer lalu menikahinya dan lahirlah anak pertama, seorang anak laki-laki (ay. 3).Apa yang terlintas dalam pikiran anda ketika membaca adegan awal dari cerita ini? Keluguan Hosea, atau kepatuhannya? Sebagian komentator Alkitab meragukan apakah perkawinan Hosea dengan Gomer adalah sebuah kisah nyata, mungkin itu hanya sebuah cerita perumpamaan saja oleh sebab rasanya mustahil kalau Tuhan membiarkan apalagi menyuruh seorang nabi kawin dengan pelacur. Tetapi sebagian komentator berpendapat bahwa justeru kisah perkawinan Hosea dan Gomer dimaksudkan untuk menjadi sebuah perumpamaan yang nyata dan hidup, untuk menggambarkan kasih Allah yang mengampuni terhadap ketidaksetiaan bangsa Israel seperti yang diperagakan oleh Hosea. Kalau perkawinan itu bukan sebuah kenyataan, berarti pengampunan Allah terhadap pendurhakaan manusia juga bukan suatu kenyataan.
"Kita tidak tahu kepastiannya. Akan tetapi satu hal adalah pasti: ketika Tuhan berbicara kepada Hosea dan melalui dia, Ia ingin mengalihkan perhatian umat manusia dari cerita Hosea kepada kisah cinta Allah dengan Israel. Karena Gomer adalah bangsa Israel, kisah perkawinannya dengan sang nabi berpadu dengan riwayat perjanjian Allah dengan Israel...Sama seperti amoralitas Gomer menyakiti hati suaminya, demikianlah kemusyrikan Israel mendukakan hati Allah. Hosea dipanggil untuk menanggung hati yang patah dan perkawinan yang hancur. Dia tentu telah merasakan kemarahan dan celaan orang banyak. Namun, semakin dia mengalami ketidaksetiaan Gomer, semakin mendalam pemahamannya akan kepedihan dan kekecewaan Allah terhadap Israel" [alinea kedua; alinea ketiga: empat kalimat terakhir].
Bukan hanya berkhotbah. Pengalaman hidup Hosea barangkali adalah yang paling ekstrem, namun bukan dia saja yang diperintahkan Allah menjalani hal-hal nyata untuk menjadi perumpamaan yang hidup demi mempertegas pekabaran-Nya. Nabi-nabi "besar" seperti Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel juga mendapat perintah memperagakan perbuatan-perbuatan yang ganjil dalam rangka memberi bobot tambahan terhadap pekabaran Allah kepada umat-Nya. Untuk menyampaikan pekabaran yang penting dan mendesak kepada manusia pada umumnya, dan terhadap umat-Nya secara khusus, terkadang berkhotbah saja tidak cukup.
Contohnya, Yesaya selama tiga tahun harus bepergian keluar rumah tanpa mengenakan jubah luar dan kasut--sehingga dianggap seperti "telanjang" menurut tatakrama budaya pada masa itu--sebagai pertanda bahwa Tuhan akan mempermalukan Mesir dan Etiopia yang menjadi andalan Israel (Yes. 20:1-6). Juga Yeremia disuruh mengenakan gandar kayu dengan tali pengikat pada lehernya sebagai alat peraga saat dia harus berbicara kepada para utusan dari raja-raja kafir yang menghadap raja Israel, Zedekia, untuk mengibaratkan beban yang akan ditanggungkan ke atas mereka melalui raja Babel (Yer. 27:1-7). Yehezkiel pun disuruh membuat miniatur kota Yerusalem dengan pasukan-pasukan musuh mengepung kota itu, dan nabi itu harus tidur pada posisi badan sebelah kiri sambil matanya menatap kepada miniatur tersebut selama 390 hari yang melambangkan 390 tahun hukuman yang akan didatangkan ke atas kota itu (Yeh. 4:1-6).
Pena inspirasi menulis: "Sebagian dari para pemimpin Israel sangat merasa kehilangan gengsi mereka dan berharap bahwa hal ini bisa dipulihkan. Tapi gantinya berbalik dari praktik-praktik yang telah mengakibatkan kelemahan pada kerajaan itu, mereka terus berbuat kelaliman, memuji diri bahwa apabila muncul kesempatan mereka akan meraih kekuasaan politik yang mereka inginkan oleh bersekutu dengan orang kafir...Melalui hamba Tuhan yang muncul di hadapan mezbah di Betel, melalui Elia dan Elisa, melalui Amos dan Hosea, Tuhan telah berulang-ulang menghadapkan kepada sepuluh suku itu kejahatan dari ketidakpatuhan. Tetapi kendati ada teguran dan desakan, Israel terbenam lebih dalam dan semakin merosot dalam kemurtadan" (Ellen G. White, Prophets and Kings, hlm. 281).
Apa yang kita pelajari tentang "perintah aneh" yang harus dijalani nabi Tuhan?
1. Hosea adalah seorang nabi penurut yang diutus kepada umat yang tidak menurut. Dalam kepatuhannya, Hosea rela mengorbankan kebahagiaan dirinya demi tuntutan tugas. Betapa berbeda sikap nabi Tuhan ini dengan banyak hamba Tuhan zaman ini yang menempatkan kesenangan diri di atas pengabdian.
2. Dalam keadaan-keadaan tertentu, dan demi keberhasilan dalam menyampaikan pekabaran Tuhan, acapkali berkhtobah saja tidak cukup. Meski tidak harus berbuat seperti Hosea, namun dibutuhkan kesediaan untuk menjadikan kehidupan kita sendiri sebagai contoh dan pekabaran yang hidup.
3. Pekabaran nabi Hosea tetap relevan bagi umat Tuhan sepanjang zaman, khususnya pada masa sekarang ini. Banyak umat Tuhan zaman ini yang, disadari atau tidak, sedang berbuat dosa yang sama dengan bangsa Israel purba. Sambil beribadah kepada Tuhan kita juga "menyembah" ilah keduniawian.
2. AKIBAT RASA TIDAK PUAS (Perzinaan Rohani)
Penyebab ketidaksetiaan. Gomer adalah personifikasi dari ketidaksetiaan dan perselingkuhan. Barangkali bisa dipertanyakan, Mungkinkah mengharapkan kesetiaan dari seorang perempuan PSK? Betul, Hosea mengawini Gomer yang notabene adalah wanita pelacur. Bisa jadi pada waktu dilamar perempuan itu berjanji akan berhenti dari profesi yang selama ini dilakoninya, bukankah diperistri oleh lelaki baik-baik (hamba Tuhan!) adalah suatu anugerah? Normalnya, tidak ada wanita yang bercita-cita menjadi PSK. Lazimnya, perempuan yang terjun ke dunia prostitusi bukan untuk membangun karir, tapi semata-mata untuk mencari nafkah dengan jalan gampang. Pelacur manapun mengidam-idamkan seorang suami yang mampu menyediakan penghidupan yang layak dengan siapa dia berharap untuk hidup bahagia. Kenyataannya, Gomer bukan tipe perempuan yang "normal" seperti itu.
Saya teringat kepada seorang teman, mantan pebulutangkis nasional yang telah malang-melintang dalam berbagai kompetisi dunia dan menjadi juara di berbagai kejuaraan internasional. Sayangnya--atau lebih tepat lagi, sialnya--kawan ini jatuh cinta pada seorang gadis yang ternyata seprofesi dengan Gomer. Perkawinan tersebut menjadi penyebab utama kemunduran prestasinya yang terlalu cepat, sebab istrinya itu tidak sama sekali meninggalkan dunianya yang lama hampir setiap kali suaminya bepergian mengikuti turnamen-turnamen di luar kota atau di mancanegara. Dengan berbagai hadiah uang dan barang berharga yang diterimanya dari para sponsor maupun pemerintah, sudah pasti kekayaannya cukup berlimpah. Apa lagi yang dicari? "Istri saya itu tidak pernah puas dengan apa yang dia dapat," katanya dengan nada sendu bercampur kesal. Memang teman saya itu bukan Hosea, maka mereka pun bercerai.
Barangkali alasan dari ketidaksetiaan bangsa Israel purba juga sama, ketidakpuasan. Tuhan sudah memerdekakan mereka dari perhambaan di Mesir dan mengantar mereka ke tanah perjanjian untuk menjadi satu bangsa yang berdaulat, tangguh dan diberkati. Tetapi itu semua seakan tidak cukup, sambil mengaku sebagai umat Tuhan mereka berselingkuh dengan dewa-dewa kafir dan menyembah berhala-berhala Kanaan. Bangsa Israel "telah berzina dengan banyak kekasih" (Yer. 3:1) dan menjadi seperti seorang "istri yang berzina, yang memeluk orang-orang lain gantinya suaminya sendiri" (Yeh. 16:32). Israel purba tidak puas dengan apa yang telah mereka terima dari Tuhan, bukan karena masih kurang tetapi karena keserakahan.
Mengingkari berkat Tuhan. Tidak cukup dengan menyembah berhala-berhala asing, bangsa Israel purba juga melakukan sesuatu yang keji dan amat menyakitkan hati Allah. Bayangkan saja, mereka sudah menerima berbagai kelimpahan berkat Tuhan, tapi gantinya bersyukur malah mereka mengaku itu semua berasal dari dewa-dewa kafir yang mereka sembah. "Sebab dia berkata: Aku mau mengikuti para kekasihku, yang memberi roti dan air minumku, bulu domba dan kain lenanku, minyak dan minumanku...tetapi dia tidak insaf bahwa Akulah yang memberi kepadanya gandum, anggur dan minyak, dan yang memperbanyak bagi dia perak dan emas yang dibuat mereka menjadi patung Baal" (Hos. 2:4, 7).
"Pada zaman Hosea, bangsa itu sangat tidak tahu berterimakasih kepada Allah, begitu terkungkung dalam dunia di sekitar mereka, sehingga mereka mempersembahkan pemberian-pemberian yang sebenarnya diberikan oleh Tuhan untuk mereka itu kepada berhala-berhala palsu mereka. Betapa ini menjadi sebuah amaran kepada semua kita agar pemberian-pemberian yang telah diberikan kepada kita harus digunakan dalam pelayanan Tuhan, bukan dalam cara-cara yang tidak pernah dimaksudkan untuk itu (Mat. 6:24)" [alinea ketiga: dua kalimat terakhir].
Jadi, sebagai umat Tuhan kita bisa terjebak ke dalam perzinaan rohani bukan hanya dengan cara menyembah berhala kafir, dalam arti kata yang sesungguhnya maupun kiasan. Anda dan saya pun dapat terjerat ke dalam dosa yang sama dengan Israel purba apabila kita mengingkari berkat-berkat Tuhan dengan cara menyombongkannya seolah-olah itu adalah hasil kemampuan kita sendiri dan berasal dari keberuntungan nasib, atau jika kita menggunakan berkat-berkat Tuhan itu untuk tujuan-tujuan yang bersifat mementingkan diri. Sebab perzinaan rohani pada hakikatnya adalah setiap pemikiran dan perilaku yang tidak mengakui pemeliharaan Allah dan tidak mengutamakan Tuhan dalam peribadatan kita.
Apa yang kita pelajari tentang perzinaan rohani?
1. Ketidaksetiaan seringkali timbul karena adanya rasa tidak puas dalam hati. Tidak puas dengan keadaan kita dan dengan apa yang kita miliki, selanjutnya akan memicu anda dan saya untuk berusaha meraih apa yang kita inginkan dengan cara kita sendiri.
2. Sebagai umat percaya, kita adalah ibarat "perawan suci yang telah dipertunangkan kepada Kristus" (2Kor. 11:2), oleh sebab Kristus adalah bagaikan suami bagi jemaat (Ef. 5:22-27). Kesetiaan adalah kewajiban yang terutama dan tak tergantikan dalam suatu ikatan perkawinan.
3. Segala bentuk ketidaksetiaan rohani pada prinsipnya adalah perzinaan rohani. Setiap umat Tuhan dapat terjebak ke dalam keadaan ini jika tidak berhati-hati dalam menilai dan memanfaatkan setiap berkat Tuhan secara tepat dan benar.
3. INJIL DALAM KITAB HOSEA (Sebuah Janji Pemulihan)
Pengampunan sesudah hukuman. Seperti yang kita baca dalam kitab Hosea pasal pertama, Gomer melahirkan dua anak laki-laki dan satu anak perempuan. Putra pertama bernama Yizreel (יִזְרְעֶאל, artinya: Allah menabur); anak kedua, perempuan, dinamai Lo-Ruhama (לֹא רֻחָמָה, artinya: tiada pengampunan); dan anak ketiga, laki-laki, dinamai Lo-Ami (לֹא עַמִּי, artinya: bukan umatku). Berdasarkan perilaku ibu mereka yang tidak setia terhadap suami, dan pernyataan Tuhan "peranakkanlah anak-anak sundal" (Hos. 1:2), banyak komentator Alkitab cenderung berpendapat bahwa ketiganya bukan anak-anak Hosea tapi anak-anak haram tanpa ayah yang jelas. Bahkan mereka percaya Gomer tadinya adalah perempuan baik-baik tetapi kemudian berbuat serong dan menjadi pelacur setelah kawin dengan Hosea, sesuai dengan skenario yang sudah diketahui oleh sang nabi. Namun itu hanya pendapat, dan tidak ada ayat yang menjadi patokan untuk pandangan tersebut.
Ada sedikit perbedaan isi antara versi TB (Terjemahan Baru) dengan versi BIMK (Bahasa Indonesia Masa Kini) dari kitab Hosea pasal 2. Dalam versi TB--seperti juga versi TL (Terjemahan Lama)--pasal ini hanya terdiri atas 22 ayat, sedangkan dalam versi BIMK--seperti juga versi King James--terdapat 23 ayat. Hal ini karena dalam versi BIMK dan KJV pasal ini dimulai dengan penyebutan nama anak-anak Hosea yang kedua dan ketiga, sedangkan pada versi TB tidak menyebutkannya tetapi langsung kepada desakan kepada kedua anak itu (yang melambangkan rakyat Israel) untuk berbantah dengan ibu mereka (melambangkan para pemimpin Israel). Versi King James memulai pasal 2 (ay. 1) dengan kalimat, "Say ye unto your brethren, Ammi; and to your sisters, Ruhamah" (Katakanlah kepada saudara-saudaramu laki-laki, Ami; dan katakanlah kepada saudara-saudaramu perempuan, Ruhama). Dalam versi BIMK bunyinya menjadi, "Karena itu panggillah sesamamu dengan nama "Umat Allah" dan "Dikasihani TUHAN" (ay. 1). Lo dalam bahasa aslinya adalah kata negatif yang berarti tidak, bukan, atau tanpa.
Berdasarkan kata-kata pembukaan dari pasal 2 (Hosea 2:1, BIMK) tersebut kita dapati bahwa Allah menawarkan kembali pengampunan kepada bangsa itu. Fakta bahwa Ia ingin mereka menyapa sesamanya dengan "umat Allah" dan "dikasihani Tuhan" menunjukkan bahwa Allah menyediakan pengampunan bagi mereka, sesudah mereka menjalani hukuman atas pendurhakaan itu. "Pekabaran Hosea menyajikan kebenaran mendasar dari kasih Allah yang teguh bagi satu umat yang tidak layak. Hosea 2 berisi sebuah khotbah yang panjang oleh Tuhan tentang kemurtadan Israel, yang kemudian dibedakan dengan kasih Allah yang tak kunjung padam bagi umat-Nya. Sesudah pehukuman, sang suami akan menuntun sang istri pada sebuah perjalanan ke padang belantara di mana mereka akan dinikahkan kembali" [alinea pertama].
Harga sebuah pengampunan. Kasih Allah yang luar biasa dan ajaib ditunjukkan dalam kerinduan dan tindakan-Nya untuk rujuk dengan umat yang telah berkhianat itu. Allah yang sesungguhnya lebih dulu mengambil inisiatif untuk memulihkan hubungan dengan umat-Nya. Hal ini diperagakan oleh Hosea dengan menebus kembali Gomer, istrinya, yang rupanya sudah balik lagi ke rumah bordil dan menjual diri kepada mucikari. Perintah Tuhan kepada sang nabi menjelaskan segalanya, "Pergilah lagi dan cintailah seorang wanita yang suka berzinah. Cintailah dia seperti Aku juga mencintai orang Israel sekalipun mereka meninggalkan Aku dan menyembah ilah-ilah lain serta suka mempersembahkan kue kismis kepada berhala" (Hos. 3:1, BIMK).
Menurut hukum Musa, apabila seorang istri sudah keluar dari rumah suaminya lalu tidur dengan laki-laki lain, sang suami tidak boleh menebusnya kembali dan membawanya pulang, "sebab hal itu adalah kekejian di hadapan Tuhan" (Ul. 24:1-4). Apalagi, Gomer minggat dari rumah suaminya untuk pergi berzina (Mat. 19:7-9). Namun nabi yang sangat penurut itu tidak ingin berbantah dengan Tuhan sekalipun dia mempunyai alasan yang sah untuk menolak perintah itu, sebab dia tahu bahwa dirinya tengah memerankan skenario Allah agar pekabaran penting kepada bangsanya dapat dipahami. Sesungguhnya, inilah Injil dalam kitab Hosea.
Hosea patuh pada perintah Tuhan sekalipun dia harus mengorbankan harga dirinya dan juga hartanya (Hos. 3:2). Bahkan, Hosea sedang memperagakan kasih Allah kepada manusia berdosa melalui kehidupan pribadinya yang nyata, sebuah peragaan yang tidak ada nabi lain manapun pernah melakukannya. Hanya seorang hamba Tuhan sejati yang mau melayani secara totalitas dan rela mengorbankan "zona nyaman" kehidupannya demi tercapainya tujuan pelayanan yang diembannya.
"Bagaimana pun juga Hosea 'membeli' dia kembali. Dalam satu pengertian, Allah melakukan hal yang sama bagi umat manusia, tetapi harganya adalah kematian Yesus di salib. Maka, hanya dengan memandang kepada Salib kita dapat memperoleh gambaran yang jauh lebih jelas akan harga yang Allah bayar untuk menebus kita kembali dari kehancuran yang telah diakibatkan oleh dosa" [alinea terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang janji pemulihan Allah kepada umat-Nya?1. Sementara pada Hosea pasal 1 Tuhan mengungkapkan kekesalan-Nya terhadap bangsa Israel purba yang berkhianat, di pasal 2 Tuhan menampilkan kasih-Nya yang tak kunjung padam kepada manusia.
2. Bagi Hosea, harga dari pengampunan ialah menebus istrinya yang berzina dan membawa dia pulang kembali ke rumahnya. Bagi Tuhan, harga pengampunan adalah kematian Putra-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, di atas salib. Dalam pengorbanan ini kita melihat bahwa harga pengampunan itu jauh lebih besar dari harga diri.
3. Hosea adalah model dari seorang hamba Tuhan yang melayani tanpa pamrih, bahkan tanpa tedeng aling-aling. Kepatuhannya kepada apa saja yang Tuhan perintahkan untuk dilakukan dan dilakonkannya dapat menjadi inspirasi bagi kita yang mengaku dan bekerja sebagai hamba-hamba Tuhan.
4. KETIKA ALLAH BERPERKARA (Tuduhan Atas Israel)
Israel wanprestasi. Dalam dunia hukum dikenal istilah "wanprestasi" yang dapat dikenakan kepada salah satu dari para pihak yang mengadakan perjanjian berdasarkan kontrak tertulis. Bilamana dua pihak, disertai sedikitnya dua saksi, mengikat diri dalam sebuah perjanjian tertulis di atas kertas bermaterai atau di hadapan notaris selaku wakil negara, biasanya dalam perjanjian atau kontrak tersebut terdapat klausul-klausul yang merupakan butir-butir perjanjian yang disepakati bersama secara timbal-balik dan bersifat mengikat. Apabila dalam pelaksanaannya salah satu pihak terbukti tidak menjalankan butir-butir kesepakatan dimaksud dan dengan demikian dianggap merugikan pihak yang lain, baik karena kelalaian maupun kesalahan, maka pihak yang dirugikan itu dapat mengajukan gugatan terhadap lawannya dengan tuntutan wanprestasi. Istilah ini adalah kata serapan dari bahasa Belanda, wanprestatie (dibaca: wanprestatsi), yang arti harfiahnya adalah "prestasi buruk" atau dalam pengertian lain "ingkar janji" dan tergolong sebagai kasus perdata.
Hubungan antara Allah dengan bangsa Israel dikukuhkan dalam perjanjian tertulis melalui hukum-hukum dan perintah-perintah yang diturunkan Allah melalui Musa (Kel. 24:4). Untuk pengesahannya dilakukan melalui sebuah ritual yang ditentukan oleh Allah, yaitu berupa persembahan kurban lembu-lembu jantan yang disembelih dan dibakar, kemudian darahnya disiramkan ke atas mezbah pembakaran kurban. Sesudah itu Musa mengambil kitab yang berisi perintah-perintah tersebut kemudian membacakannya kepada seluruh bangsa itu, dan mereka menyambutnya dengan berkata, "Segala firman TUHAN akan kami lakukan dan akan kami dengarkan" (ay. 7). Setelah itu Musa mengambil darah binatang kurban yang sisa lalu menyiramkannya ke arah bangsa itu sambil berkata, "Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini" (ay. 8). Demikianlah perjanjian antara Allah dengan bangsa Israel itu disahkan atas darah kurban. Upacara pengesahan perjanjian itu dilakukan sampai berkali-kali dan diakui tetap mengikat sampai pada generasi sekarang ini.
Salah satu "klausul" yang paling penting dalam perjanjian ini adalah soal pembuatan dan penyembahan berhala. "TUHAN memerintahkan Musa untuk mengatakan kepada bangsa Israel, 'Kamu telah melihat bagaimana Aku, TUHAN, berbicara kepadamu dari langit. Jangan membuat bagi dirimu patung-patung perak atau emas untuk kamu puja selain Aku'" (Kel. 20:22-23, BIMK). Kenyataannya, inilah pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh bangsa Israel dari generasi ke generasi yang mereka lakukan secara sadar dan disengaja.
"Hosea 4:1-3 menghadirkan Allah sebagai pihak yang mengajukan tuntutan atau sengketa hukum (Ibrani: rîb) terhadap Israel. Bangsa pilihan itu kedapatan bersalah di hadapan Allah mereka oleh karena bangsa itu telah gagal mengamalkan syarat-syarat perjanjian tersebut. Kebenaran, rahmat, dan pengetahuan akan Allah seharusnya menjadi ciri-ciri dari hubungan Israel yang unik dengan Dia. Menurut Hosea 2:18-20, inilah pemberian-pemberian yang Allah karuniakan atas umat-Nya pada pembaruan perjanjian itu" [alinea pertama].
Dosa paling serius. Bangsa Israel purba terlibat dalam berbagai pelanggaran atas perintah-perintah Allah yang telah mereka sanggupi untuk taati, dan puncak dari pelanggaran-pelanggaran mereka ialah penyembahan berhala. Padahal sebelum bangsa itu memasuki tanah perjanjian Kanaan, dalam sebuah upacara perpisahan dengan Musa yang tidak ikut masuk bersama mereka, pemimpin besar itu dengan wanti-wanti sudah berpesan: "Jangan menyembah ilah-ilah lain yang disembah bangsa-bangsa yang tinggal di sekitarmu. Bila kamu menyembah ilah-ilah lain, maka kamu akan ditimpa kemarahan TUHAN Allahmu dan dibinasakan sama sekali, sebab TUHAN Allahmu yang ada di tengah-tengahmu tak mau disamakan dengan apa pun" (Ul. 6:14-15, BIMK). Pesan ini terus diulang-ulanginya (baca Ul. 7:4; 8:19; 11:16, 28; 13:2, 6, 13; 16:22; 17:3; dst.) Pesan itu juga kembali diingatkan oleh Yosua, penerus Musa, yang mengantar bangsa itu masuk ke Kanaan (Yos. 23:16), dan bangsa itu sekali lagi berjanji: "Jauhlah dari pada kami meninggalkan TUHAN untuk beribadah kepada allah lain!" (Yos. 24:16).
Tetapi janji tinggal janji, dan apa yang mereka lakukan pada zaman Hosea sangat mengerikan. Mereka bukan saja menyembah patung dan dewa Baal saja, tetapi sampai meminta petunjuk kepada tongkat kayu (Hos. 4:12), mempersembahkan kurban dan membakar dupa di bawah pohon-pohon besar (ay. 13), dan bersetubuh dengan para pelacur di kuil-kuil orang Kanaan dengan harapan untuk mendatangkan kesuburan pada ternak dan ladang-ladang mereka (ay. 14) yang mengalami kekeringan akibat hukuman Tuhan. Begitu bersemangatnya bangsa itu dalam penyembahan berhala sampai Tuhan berkata, "Umat Israel sudah terpikat oleh berhala. Sebab itu biarkanlah mereka" (ay. 17, BIMK).
"Dalam Perjanjian Lama, penyembahan berhala dianggap sebagai dosa paling serius karena hal itu menyangkal peranan Tuhan Allah dalam kehidupan bangsa dan secara pribadi. Disebabkan oleh iklim yang kering, hujan di negeri Israel adalah masalah hidup dan mati. Orang Israel sampai kepada keyakinan bahwa berkat-berkat mereka, seperti hujan yang memberi kehidupan, adalah berasal dari Baal. Jadi, mereka membangun kuil-kuil bagi allah-allah asing dan mulai mencampur-adukkan hal yang tidak bermoral dengan peribadatan" [alinea ketiga].
Apa yang kita pelajari tentang tuduhan Allah atas Israel?
1. Tuhan mempunyai dasar hukum untuk menuntut Israel purba atas kejahatan dan dosa mereka, yakni perjanjian yang disepakati oleh nenek moyang bangsa itu. Dalam tradisi budaya bangsa Israel purba, perjanjian yang dilakukan oleh leluhur mereka mengikat sampai turun-temurun.
2. Tindakan wanprestasi (ingkar janji) paling besar yang dilakukan oleh generasi penerus Israel pada zaman nabi-nabi terakhir, khususnya Hosea, adalah penyembahan berhala. Allah sangat membenci penyembahan berhala sebab hal itu merupakan penyangkalan atas eksistensi Allah dan kuasa pemeliharaan-Nya.
3. Penyembahan berhala bukanlah "dosa fosil" dalam arti hanya terjadi pada umat Tuhan zaman purba saja. Pada zaman moderen ini penyembahan berhala dipraktikkan di kalangan umat Tuhan dalam bentuk idola kekayaan, kepelesiran, ketenaran, pangkat, jabatan, dsb.
5. TUJUAN PEKABARAN HOSEA (Panggilan Untuk Bertobat)
Tuhan menyelamatkan. Bukan kebetulan bahwa nama Hosea mengandung arti "Tuhan menyelamatkan." Sebagian pelajar Alkitab berspekulasi bahwa nama Hosea (Ibrani: הוֹשֵׁעַ, Hoshea; Grika: Ὠσηέ, Ōsēé) adalah nama yang diberikan Tuhan ketika Ia memanggil nabi itu untuk menjadi jurukabar-Nya. Tetapi memang secara tradisional pemberian nama anak di kalangan masyarakat Yahudi selalu dikaitkan dengan sesuatu makna, khususnya pada zaman Perjanjian Lama.
Menurut tradisi, orang Yahudi hanya memiliki satu nama dan tidak mempunyai nama keluarga (marga atau fam), tapi menggunakan pola patronymics yang ditandai dengan ben (anak laki-laki dari) dan bat (anak perempuan dari). "Ben" dan "bat" adalah kata sisipan spesifik dari nama seseorang, yang padanannya dalam tradisi bangsa Arab adalah bin (untuk anak laki-laki) dan binti (untuk anak perempuan). Penggunaan nama keluarga dalam masyarakat Yahudi moderen mulai dikenal pada tahun 1787 ketika undang-undang kekaisaran Austro-Hungarian yang menguasai sebagian besar wilayah Eropa waktu itu (benua di mana terdapat banyak pemukim Yahudi) mengharuskan setiap orang menyandang nama keluarga di belakang nama kecil. Itulah sebabnya nama-nama keluarga Yahudi moderen sangat berbau Jerman, bahasa resmi pada masa itu, yang di kemudian hari banyak dari mereka yang berbondong-bondong hijrah ke Amerika.
"Nama Hosea dalam bahasa Ibrani berarti 'Tuhan menyelamatkan,' dan berhubungan dengan nama-nama Yosua, Yesaya dan Yesus. Sang nabi menyerukan bangsa itu untuk menolak dosa dan menemukan perlindungan di dalam Tuhan Allah mereka karena Dialah Pencipta dan Penebus mereka. Tujuan dari penghakiman ilahi ialah untuk mengingatkan orang-orang berdosa bahwa hidup dan kekuatan mereka berasal dari Dia kepada siapa mereka harus kembali" [alinea pertama: tiga kalimat pertama].
Kurang pengetahuan? Hosea meminta perhatian bangsa Israel yang murtad itu dengan berkata, "Dengarlah firman TUHAN, hai orang Israel, sebab TUHAN mempunyai perkara dengan penduduk negeri ini, sebab tidak ada kesetiaan dan tidak ada kasih, dan tidak ada pengenalan akan Allah di negeri ini...Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu..." (Hos. 4:1, 6; huruf miring ditambahkan). Jadi, dalam kasus bangsa Israel purba di zaman Hosea, apabila nanti umat Tuhan binasa itu bukan karena Allah telah kehilangan kasih dan kekuatan-Nya, melainkan itu adalah akibat dari penolakan mereka untuk mengenal Allah dengan lebih akrab dan lama-kelamaan mereka menjadi tidak mengenal Dia lagi.
Kata Ibrani yang diterjemahkan dengan mengenal dalam ayat-ayat di atas adalah דַּעַת, da`ath, yang artinya pengetahuan atau pengertian. Agak aneh kedengarannya bahwa satu bangsa yang secara turun-temurun kehidupan mereka dijalankan menurut aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan Allah, tetapi mereka tidak mengenal dan tidak mempunyai pengetahuan tentang Allah itu sendiri. Janggal rasanya bahwa satu umat yang sejak kecil diajarkan tentang hukum-hukum Allah, dan setiap hari menyebut-nyebut nama Allah, tetapi mereka tidak memiliki pengertian yang cukup tentang siapa itu Allah. Mengapa? Karena mereka itu "menolak" untuk mengenal Allah.
"Sebaliknya, melalui iman dan penurutan mereka bisa datang untuk mengenal Tuhan bagi diri mereka sendiri. Pengetahuan ini dapat menjadi dekat dan juga intim. Itulah persisnya mengapa berulang-ulang kali perkawinan adalah lambang dari jenis hubungan yang Tuhan inginkan dengan kita...Itu juga mengapa kehidupan Kristiani terdiri utamanya dari satu hubungan dengan Allah yang hidup. Itulah sebabnya mengapa Tuhan memanggil orang banyak itu untuk mengenal Dia dan mengikuti kehendak-Nya bagi kehidupan mereka" [alinea ketiga dan keempat].
Tantangan yang sama. Bukankah umat Tuhan zaman sekarang pun bisa menghadapi tantangan dan cobaan serupa? Banyak di antara kita yang mengaku sebagai orang Kristen, yang menyebut-nyebut nama Tuhan dan beribadah sebagai layaknya umat Tuhan, tetapi mereka tidak mengenal Tuhan dengan sesungguhnya. Banyak orang Kristen yang mengaku memiliki pengetahuan tentang Allah, tetapi pengetahuan mereka "belum juga mencapai pengetahuan sebagaimana yang harus dicapainya" (1Kor. 8:2). Oleh karena kita tidak mengenal Allah dengan sempurna, maka kita juga tidak mengasihi Dia dengan sempurna.
Pena inspirasi menulis: "Keadaan umat Tuhan zaman ini serupa dengan Israel yang musyrik. Banyak yang membawa nama Kristen sedang melayani ilah-ilah lain di samping Tuhan. Pencipta kita menuntut pengabdian kita yang tertinggi, kesetiaan kita yang pertama. Apapun yang cenderung mengurangi kasih kita kepada Allah, atau yang menghalangi pelayanan kita kepada-Nya, itu menjadi suatu berhala...Kita harus mengasihi Tuhan Allah kita dengan segenap hati. Tidak kurang dari penurutan terhadap setiap hukum--tidak kurang dari kasih tertinggi kepada Allah yang setara dengan kasih kepada sesama manusia" (Ellen G. White, Signs of the Times, 26 Januari 1882).
Apa yang kita pelajari tentang panggilan Tuhan untuk bertobat?
1. Nama nabi Hosea itu sendiri sudah merupakan sebuah pekabaran, yaitu "Tuhan menyelamatkan." Allah memilih Hosea menjadi jurukabar kepada bangsanya, untuk mengamarkan mereka akan dosa-dosa mereka dan memanggil mereka kembali kepada Allah yang menjadi sumber kehidupan.
2. Tampaknya bangsa Israel pada zaman itu mengalami masalah yang besar, yakni tidak cukup mengenal Allah nenek moyang mereka, dan akibatnya mereka mudah terpengaruh untuk menyembah berhala-berhala kafir seperti yang dipraktikkan oleh bangsa-bangsa tetangga mereka.
3. Bangsa Israel purba tidak meninggalkan Allah sama sekali, tetapi mereka mencampuradukkan peribadatan kepada Allah yang benar dengan penyembahan kepada allah-allah palsu. Umat Tuhan zaman moderen ini juga tak luput dari cobaan serupa, mengidolakan hal-hal duniawi sambil beribadah kepada Allah surgawi.
PENUTUP
Arti kesetiaan. Kalau ada seorang nabi yang paling menyelami bagaimana perasaan Allah terhadap umat-Nya, Hosea adalah orangnya. Kehidupan rumahtangga Hosea adalah sebuah pengalaman kepahitan. Gomer adalah seorang istri yang telah membuat hati sang nabi hancur berkeping-keping, barangkali tubuhnya pun sudah menjadi kurus kering. Namun kasih sayang Hosea terhadap istrinya itu tidak pernah surut. Seperti Hosea, hati Allah telah sangat disakiti oleh "petualangan cinta" bangsa Israel purba yang terus melakukan perzinaan rohani, padahal mereka sudah menikmati kenyamanan hidup karena berkat-berkat Tuhan. Pengalaman pribadinya membuat Hosea semakin mengerti apa artinya kesetiaan dalam hubungan perkawinan.
"Sementara waktu berlalu, Hosea menjadi sadar akan kenyataan bahwa nasib diri pribadinya adalah cermin dari rasa kesedihan ilahi, bahwa penderitaannya menggemakan kesedihan Allah. Dalam penderitaan orang ini sebagai sebuah lakon simpati bersama rasa kesedihan ilahi, sang nabi mungkin melihat arti dari perkawinan yang telah dia ikat atas perintah ilahi..." [alinea pertama].
Dalam hubungan perkawinannya yang nyata dengan Gomer, istrinya yang suka berselingkuh, Hosea tidak saja memperagakan kasih Allah yang tak kunjung padam tetapi juga kesetiaan Allah kepada umat-Nya. Sebagaimana Hosea tetap sayang dan setia kepada istrinya yang pezina itu--setidaknya hal itu terlihat dari kesediaannya untuk menebus Gomer dari tangan mucikarinya--demikianlah Allah tetap mengasihi dan setia kepada umat Israel yang terus melakukan perzinaan rohani. Seperti kata rasul Paulus, "Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-kali tidak!" (Rm. 3:3, 4).
Sebagaimana Allah menunjukkan kesetiaan kasih-Nya kepada Israel purba, demikianlah Ia akan menunjukkan kesetiaan kasih-Nya kepada umat-Nya di zaman moderen. Panggilan untuk bertobat yang diserukan oleh Hosea tetap berkumandang kepada kita semua pada zaman ini, supaya bila kita menyambut seruan pertobatan itu maka kita pun beroleh kesempatan yang samauntuk mendapatkan kembali berkat-berkat yang telah hilang. "Dalam bahasa simbolik Hosea membentangkan di hadapan sepuluh suku itu rencana Allah untuk memulihkan setiap jiwa yang menyesali dosanya, dan yang mau bersatu dengan gereja-Nya di bumi, berkat-berkat yang dikaruniakan kepada Israel di masa-masa kesetiaan mereka di Tanah Perjanjian" [alinea ketiga: kalimat pertama].
"Aku mau mendengar perkataan TUHAN Allah; Ia menjanjikan kesejahteraan kepada kita, umat-Nya, asal kita tidak kembali berbuat dosa. Sungguh, Ia siap menyelamatkan orang yang takwa, Allah yang agung akan berdiam di negeri kita. Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai akan berpeluk-pelukan. Kesetiaan manusia akan tumbuh dari bumi, dan keadilan Allah menjenguk dari langit" (Mzm. 85:9-12, BIMK).
SUMBER :
>Zdravko Stefanofic, Profesor bidang studi Ibrani dan Perjanjian Lama, Universitas Walla Walla,U.S.A--- Penuntun Guru Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa, Trw.II, 2013. Bandung: Indonesia Publishing House.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar