Minggu, 09 November 2014

Mengapa Berumah Tangga?





  

   Rumah tangga bukanlah gedung atau bangunan.  Rumah tangga lebih daripada bangunan beton.  Rumah tangga ialah satu tempat di mana terdapat ayah, ibu dan anak-anak yang saling mengasihi, saling menghormati, saling membantu dan hidup dalam suasana damai dan rukun.
   Lembaga rumah tangga bukan hanya perlu untuk anggota keluarga itu saja, tetapi memiliki bermacam kegiatan yang juga mempengaruhi sesamanya.
   Pria dan wanita saling mencintai sehingga mereka ingin hidup bersama dalam segala segi kehidupan.  Inilah alasan yang kuat mengapa penikahan, sebagai suatu hubungan istimewa  diperlukan sekali.
   Pernikahan itu perlu, disetujui oleh Allah serta dibutuhkan oleh manusia yang normal.  Allah sendiri telah  memulaikan pernikahan Adam dan Hawa.  Kata Musa: “Dan dari rusuk,  yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu”. (Kejadian 2:22). Allah melihat bahwa “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja” (ayat 18), sehingga Tuhan menjadikan Hawa untuk menjadi isteri Adam.

Satu Pusat Kegiatan

    Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga.  Pusat kegiatan masyarakat, organisasi agama dan bangsa ialah rumah tangga.  Kesejahteraan masyarakat, kemajuan organisasi agama dan kemakmuran bangsa tergantung pada pengaruh-pengaruh rumah tangga. Oleh sebab itu sebelum mendirikan bahtera pernikahan, kedua calon suami isteri harus memiliki rencana hari depan.  Tidak sedikit orang yang setelah menikah sekian lama baru saling tuduh menuduh dan menyalahkan.  Mereka menikah tanpa rencana yang matang.  Mereka menyesal namun sudah terlambat, nasi telah menjadi bubur.
   Suami isteri tidak mungkin bekerjasama jika tujuan-tujuan mereka berbeda atau bertentangan.  Oleh karena pentingnya masalah pernikahan itu maka kedua belah pihak perlu sekali mengemukakan keinginannya sejak dari permulaan.  Hal ini sangat perlu karena baik buruknya hubungan mereka akan tepergantung pada keharmonisan mereka dalam cita-cita masa depan. Dalam suatu rencana pernikahan harus ada persamaan cita-cita dan tujuan untuk mana suami-isteri akan terus bekerja sama.  Unsur-unsur agama yang penuh dengan nilai-nilai rohani dapat dijadikan landasan atau dasar dalam mencapai cita-cita bersama itu.
   Didalam pernikahan, suami-isteri menetapkan tujuan bersama dan hal ini dilaksanakan oleh dua partner, cita-cita mana tidak mungkin dicapai oleh seorang diri saja.  Mereka perlu memahami cita-cita itu dan mengerti mengenai persekutuan pernikahan.

 “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya” kata Musa, “dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. (Kejadian 2:24).Suami haruslah lebih merapatkan diri kepada isteri daripada kepada ibu-bapa, sekalipun sukar ditinggalkan pengaruh kasih-sayang mereka. Demikianpun wanita yang telah menjadi isteri itu harus meninggalkan orang tua dan berdamping dengan pria yang telah diakuinya menjadi suami.

 Semakin erat pasangan baru merapatkan diri satu sama lain, lebih rukunlah rumah tangga baru itu.  Dalam satu buku yang ditulis oleh seorang tokoh terdapat keterangan berikut: “Ikatan kekeluargaan adalah yang ter-erat dan tersuci dari segala ikatan apa sajapun di atas muka bumi ini.”Jadi hubungan suami isteri adalah lebih istimewa dari segala hubungan yang pernah diadakan oleh manusia. Kasih terhadap orang tua tidak dapat disamakan dengan kasih atau cinta terhadap isteri atau suami.  Ada tempat kasih terhadap teman dan ibu-bapa, tetapi cinta kepada teman hidup itu sangat berbeda/berlainan.  Mereka dikatakan “menjadi satu”.
Pusat Kesenangan

    Maksud Allah dalam membentuk rumah tangga ialah supaya umat manusia mendapat kesenangan.  Apakah rumah tangga itu keluarga yang percaya kepada  Tuhan maupun kafir, paling sedikit harus ada kesenangan didalamnya.  Kalau benar-benar tidak terdapat kesenangan dalam keluarga itu, maka ada sesuatu yang salah. Itulah sebabnya seorang penulis yang kenamaan berkata: “Memilih dan menentukan teman hidup itu adalah masalah yang penting”.
   Perkara menentukan teman  hidup itu lebih penting dari segala sesuatu di atas dunia, kecuali memilih Tuhan atau agama. Salah memilih jodoh, sama seperti seorang yang telah salah membuat fundasi rumah yang hendak dibangun.  Sekalipun bagaimana kuatnya dinding dan bahan lainnya yang dipergunakan di bahagian atas rumah itu, satu kali kelak akan ketahuan bahwa fundasi rumah yang mentereng tersebut tidak kuat.  Oleh sebab itu biarlah seorang pria memilih calon teman hidupnya seorang wanita bukan karena cantik semata, melainkan karena tabiat yang agung dan yang dapat mendampingi suaminya serta sanggup memberi kesenangan bagi pasangannya.  Demikian juga seorang wanita yang bijaksana, akan memilih calon suaminya yaitu seorang pria bukannya karena gagah dan memiliki wajah yang tampan dan mempunyai banyak uang saja, melainkan pria atau pemuda yang bertanggung jawab, jujur, manis budi, dan  seorang yang beribadah kepada Tuhan Allah.  Apabila kedua orang muda seperti yang kita sebutkan ini bertemu dan menjadi suami-isteri, betapa kuat fundasi rumah tangga itu, sehingga usaha-usaha seterusnya akan lebih gampang diselesaikan.
   Saling Menolong

    Seorang isteri yang berbudi akan menjadi satu bantuan kepada seorang suami.  Allah ingin agar Adam mempunyai seorang penolong dan teman hidup sedangkan Hawa menjadi sahabat terdekat Adam, teman sejodoh.  Hawa bukan kepala rumah tangga, bukan pula kaki, melainkan isteri yang harus dicintai dan setara.
   “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan”, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat.  Dialah yang menyelamatkan tubuh.  Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya”. (Efesus 5:22-23;25).

    Setiap pria mempunyai persoalan hidup.  Kaum Hawa akan bertindak meringankan beban yang berat menjadi ringan dan yang ringan menjadi lenyap.  Adalah kurang bijaksana bagi seoerang isteri apabila membiarkan suaminya bergumul sendirian dalam mengarungi lautan kehidupan. “Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia”.
   Disaat Adam melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya menamai segala binatang yang ada pada waktu itu, ia melihat bahwa setiap ekor binatang jantan mempunyai pasangan seekor betina.  Akhirnya didapatinya bahwa ia sendirilah yang belum memiliki pasangan atau teman.  Tuhan Allah melihat kebutuhan Adam.  Dijadikan-Nya Hawa menjadi teman sepadannya (sejodohnya).  “Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN”, kata Solaiman dalam Amsal 19: 14.
   Meneruskan Generasi

    “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:”Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”.(Kejadian 1:28). Rencana beranak cucu datangnya dari Allah.  Ia ingin agar bumi ini dihuni oleh manusia serta menaklukkan(memerintah) segala isinya.  Beranak cucu yang baik dan disetujui Tuhan ialah melalui pernikahan yang kudus.  Allah hanya menyetujui pernikahan yang sah.  Hal ini tegas karena dalam hukum Allah yang ketujuh Tuhan melarangnya, “Jangan kamu berbuat zinah”.  Semua hubungan kelamin/seks yang bukan antara suami-isteri adalah dosa dihadapan Tuhan.
   Pemuasan Naluri Seks
   Allah telah menjadikan manusia dengan nafsu birahi/seks.  Kecuali seseorang tidak normal, dorongan seks ini pasti ada.  Dan kebutuhan kepuasan seks tersebut bukanlah sesuatu yang abnormal.  Merasakan kebutuhan seks bukan dosa.  Nafsu yang tidak dikendalikan yang mengakibatkan perzinahan ialah dosa.  Perhubungan seks antara suami-isteri bukanlah dosa, dan hanya perhubungan seks antara mereka itulah yang disetujui Tuhan.  Kebutuhan kepuasan seks ini dirasakan oleh setiap orang yang normal.  Banyak orang suka berterus-terang atas kebutuhannya, tetapi yang lain mau menutup-nutupinya.

   Sering dorongan seks ini tak dapat dikendalikan oleh seseorang sehingga terjadilah peristiwa-peristiwa yang memalukan masyarakat.  Penyelewengan, perzinahan, perkosaan sering terjadi hanya karena kebutuhan kepuasan seks yang sudah melampaui batas. Meskipun ada berbagai cara untuk mencapai kepuasan seks ini, misalnya melalui mimpi, dan lain-lain, namun perhubungan seks antara suami-isteri adalah yang terbaik, dibenarkan oleh hukum, dan disetujui oleh Allah.
                           Latihan Saling Mengasihi
   Cinta antara seorang pria dengan seorang wanita atau antara suami-isteri adalah satu latihan untuk saling mengasihi.  Melalui pengalaman cinta terhadap isteri, seorang suami akan lebih mudah memupuk kasihnya terhadap Penciptanya.  Walaupun seorang yang tak berumah tangga dapat mencintai Allah, namun proses mencintai Tuhan itu akan lebih mudah bagi mereka yang sudah mengalami cinta suami-isteri.

   Henokh lebih mengerti cinta Allah setelah ia sendiri dikaruniakan seorag anak yang dicintainya.  Henokh lebih mengerti kesabaran Tuhan, setelah ia mengalami merawat serta mendidik Metusalah, anaknya itu.  Nabi Hosea lebih mengenal cinta Allah yang luar biasa setelah Hosea disuruh mengambil kembali isterinya yang sudah menyeleweng.  Mengambil Gomer kembali setelah punya anak lagi dari laki-laki lain, sangat berat bagi Hosea.  Lebih sukar lagi bagi Hosea, karena perempuan sundal bekas iterinya itu harus dibeli.

    “Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah Ia kepada Hosea: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN.  Maka pergilah ia dan mengawini Gomer binti Dublaim, lalu mengandunglah perempuan itu dan melahirkan baginya seorang anak laki-laki”.(Hosea 1:2-3).

   “Berfirmanlah TUHAN kepadaku: “Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis.  Lalu aku membeli dia bagiku dengan bayaran lima belas syikal perak dan satu setengah homer jelai”. (Hosea 3:1-2).
                                     Pertolongan Di Hari Tua

    Orang tua pada umumnya berharap bahwa anak-anaknya kelak akan membantunya di hari tua.  Saatnya akan tiba bahwa tidak boleh tidak, orang tua membutuhkan pertolongan. Selain memerlukan tunjangan materi demi kelangsungan hidup, orang tua memerlukan dukungan moral.  Orang tua tersebut akan merasa terjamin karena mengetahui anaknya menilik dia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar