SEIRING bergesernya norma-norma yang ada dalam masyarakat, kini banyak terjadi fenomena perselingkuhan antara pria beristri dengan wanita lain atau sebaliknya. Sebagai korban perselingkuhan yaitu istri , wanita harus bisa mengambil sikap tegas dengan cara memberanikan diri untuk bicara empat mata dengan suami.
Salah satu psikolog yang sering menangani permasalahan perselingkuhan rumah tangga, Drs. Lukman S. Sriamin, M.PSi., menganggap bahwa untuk menyelesaikan masalah rumah tangga seperti perselingkuhan, maka dibutuhkan waktu dan pikiran jernih untuk membicarakan hal tersebut.
“Caranya menyelesaikannya adalah dengan berbicara. Kalau tidak sanggup berbicara dengan pasangan, harus ada penengahnya, karena keduanya tidak bisa langsung saling berbicara,” kata Drs. Lukman S. Sriamin, M.PSi., kepada Okezone melalui sambungan telefon.
Dalam menyelesaikan masalah seperti perselingkuhan yang dilakukan oleh suami, pengamat psikodinamika masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan bahwa kedua belah pihak (suami dan istri), harus menunggu waktu yang tepat. Mereka harus dalam kondisi yang sudah tenang dan siap untuk berbicara satu sama lain.
“Harus diajak bicara oleh penengah secara satu persatu, baru kemudian keduanya bisa berbicara langsung ketika sudah disepakati oleh kedua pihak tersebut. Tidak bisa tiba-tiba keduanya langsung dipertemukan, karena butuh waktu yang siap, tunggu sampai tenang dan tidak boleh dipaksa,” tutupnya.
Sumber: Evi Elfira-okezone..
SETELAH PERSELINGKUHAN
Masalah perselingkuhan
memang masalah yang cukup berat yang harus diatasi oleh sepasang suami-istri.
Namun tidak mudah bagi pasangan suami-istri ini untuk memulihkan hubungannya
seperti semula, ketika masalah perselingkuhan itu sudah diselesaikan.
Isi:
Pada
masa badai perselingkuhan menerpa, kita mengeluarkan segenap energi untuk
bertahan. Apa yang terjadi setelah badai selingkuh berlalu kadang mengejutkan.
Kita malah saling mencakar dan relasi antara suami-istri justru memburuk.
Mengapa?
1. Pada masa badai selingkuh
menerpa, kita bersatu padu melawan satu sasaran yang sama, yakni si pengganggu
itu. Setelah ancaman itu lenyap, kita kembali melihat ketidakcocokan yang telah
membuka pintu perselingkuhan itu.
2. Pada masa bertahan,
target kita adalah menyelamatkan pernikahan. Semua perasaan luka dan terabaikan
serta kebutuhan kita kesampingkan. Setelah badai selingkuh lewat, kita barulah
menyadari luka yang ditimbulkan dan kebutuhan yang tak terpenuhi. Perasaan
marah yang tadinya kita kesampingkan sekarang terangkat ke permukaan dan mulai
kita ekspresikan kepada pasangan.
3. Badai selingkuh acap kali
mengobrak-abrik struktur rumah tangga. Jika sebelumnya kita berada di bawah
kekuasaannya, mungkin sekali sekarang kita berdiri sejajar dengannya. Atau
kebalikannya. Mungkin dia dulu yang berada di bawah kendali kita, sekarang ia
berada di atas kita. Perubahan ini menuntut penyesuaian peran, hak, dan
tanggung jawab.
Apa
yang harus kita lakukan?
1. Pelaku selingkuh harus
menyadari bahwa kesembuhan emosional tidak terjadi dengan segera dan memerlukan
waktu yang panjang. Izinkan pasangan untuk marah dan mewujudkan lukanya.
2. Ketidakcocokan tidak
pudar dengan berakhirnya perselingkuhan; inilah masanya membereskan masalah,
dan bukan menutupinya. Mintalah bantuan seorang konselor untuk menolong
menyelesaikannya.
3. Perubahan memang
mencemaskan namun sering kali perubahan adalah untuk kebaikan bersama. Jadi,
jangan kaku dan menolak perubahan.
Firman
Tuhan "Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan,
kehormatan, dan kehidupan." Amsal 22:4
Sumber: Lembaga Bina
Keluarga Kristen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar