Kamis, 28 Juli 2016

Pendeta Dalam Kehidupan Pribadinya.



Kuasa dari Contoh Kehidupan Pribadi
    Kotbah yang terbesar, yang termulia, dan yang terbaik dari yang pernah disampaikan oleh seorang pendeta adalah melalui contoh hidupnya sendiri.    Untuk menjadi penuh kuasa dan bergerak dengan efektif, dia harus mengejahwantahkan di dalam daging dan tubuhnya sendiri prinsip rohani yang dia anjurkan. Injil yang didasarkan kepada diri anda adalah injil yang akan mereka ikuti, bukan terhadap kotbah yang mereka dengar atau yang ditulis dalam sebuah buku.  Sebuah contoh jauh lebih bernilai daripada kata-kata yang disampaikan dengan baik dan atau dengan sebuah bujukan. Biarlah seorang pendeta menjadi manusia Allah yang benar dan seluruh dunia dapat digerakkan oleh hidupnya yang luhur bahkan musuhnya sekalipun.
   Paulus mendesak Timotius yang merupakan anaknya dalam pelayanan dengan kata-kata ini, “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu” (1 Tim. 4:12).
Pendeta adalah seorang pendeta dan bukan hanya ketika berada di atas mimbar tetapi akan lebih berkuasa, lebih dinamis, lebih efektif juga didalam kehidupannya sehari-hari yang terlihat di depan mata jemaatnya.
 Pesan yang Disandarkan Kepada Sebuah Kehidupan
    Apa yang dimohon dengan sangat oleh seorang pendeta di atas mimbar, harus membuat dia menjadi orang pertama yang mendemostrasikannya di dalam kehidupan pribadinya. Jika dia berkotbah tentang doa maka dia harus berdoa terlebih dahulu, jika  dia berkotbah tentang kasih, dia terlebih dahulu harus mengasihi, jika dia berkotbah tentang memenangkan jiwa dia harus menjadi pemenang jiwa terlebih dahulu. Apapun subjeknya dia harus menjadi orang pertama yang memimpin jemaatnya untuk melihat dan mengikuti dia dalam contoh hidupnya.
   Kekuatan di Dalam Diri Seorang Pendeta
 1.      Yang pertama dan yang utama yang menjadi kekuatan di dalam diri pendeta adalah keyakinannya, jauh di dalam dirinya sendiri, bahwa Allah telah memanggil dia menjadi seorang pelayan. Jika kepercayaan ini tidak dapat diguncangkan, semua unsur lain di dalam kehidupan pendeta akan jatuh kedalam keindahan tempat dan pelayanan.
Tidak ada keraguan bahwa Alkitab menggambarkan bahwa seorang pelayan adalah seorang manusia Allah. Dalam Perjanjian Lama tidak ada seorang nabi yang berani masuk ke dalam tugas yang suci ini berdasarkan keinginannya sendiri. Allah telah memanggil Dia (Ul. 18:20; Yer. 23:30; Yes. 6; Yer. 1:4-10).
Para pelayan di Perjanjian Baru selalu dibicarakan sebagai petugas yang ditunjuk oleh Allah (Kis. 20:28; Kol. 4:17). Paulus dan Barnabas telah dikhususkan untuk pekerjaan dimana Roh Kudus telah memanggil mereka (Kis. 13:2). Pelayanan merupakan sebuah karunia khusus yang diberikan oleh Kristus kepada jemaat (Ef. 4:11-12). Karunia-karunia untuk petugas ini ditetapkan oleh Allah dan orang yang dikirim ke pelayanan dilakukan oleh Allah sendiri dalam menjawab doa dari jemaat Roma (Roma 12:6-7; Luk. 10:1-3).
Pelayan dari Kristus disebut juga sebagai “utusan-utusan Kristus” (2 Kor. 5:20); yang berarti mereka datang dan berbicara atas namaNya. Mereka adalah pelayan dari tugas penyelengaraan Allah yang dipercayakan untuk memberitakan injil kepada manusia. Salah satu kata yang paling kuat dalam Perjanjian Baru yang berhubungan dengan panggilan pelayanan ditemukan dalam tulisan Paulus di 1 Korintus 9:16-17:
 Karena jika aku memberitakan injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil.
Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku.
 Hal itu harus selalu berada dalam hidup pendeta, sebuah tugas yang kekal untuk memberitakan injil!
Terhadap seorang pelayan injil disana harus selalu ada panggilan dari dalam dirinya yang tidak dapat dipadamkan. Ada sebuah ketetapan dan hasrat serta perhatian bagi pekerjaan yang sudah menjadi bagian dalam diri pendeta (1Tim. 3:1). Hasrat ini berasal dari Allah sendiri. Itu merupakan sebuah antusiasme yang kekal terhadap pekerjaan, sebagaimana dia memproklamasikan pesan Allah untuk menyelamatkan manusia (Kis. 20:24). Lalu tentu saja, ada panggilan dari jemaat, panggilan dari luar. Hal ini dieskpresikan dalam pendirian jemaat, hasil dari sebuah keyakinan bahwa orang tersebut  telah memiliki kualifikasi untuk menjadi pelayan injil. Tetapi jika hanya orang itu yang percaya bahwa dia telah dipanggil untuk pelayanan itu maka itu sebuah tanda yang pasti bahwa dia tidak dipanggil. Jika seseorang dipanggil Allah untuk berkotbah maka orang lain akan merasakan hal itu dan mewujudkannya.
Seseorang yang telah dipanggil Allah didalam dirinya sendiri harus memiliki keyakinan dan pendirian yang dalam bahwa dia “ada di dalam Kristus.” Kesalahan dalam hal ini akan membawa akibat yang fatal—fatal bagi pelayanan itu sendiri dan juga fatal bagi jemaat dimana Allah telah menempatkan mereka di bawa pengembalaannya.
Seorang pelayan juga harus memiliki sebuah kesalehan yang dalam (1 Tim.4:12). Seperti yang telah kita sampaikan, bahwa dia merupakan sebuah model bagi jemaat. Dia harus menjadi corong iman (1 Tim.1:13; Titus 2:1). Dia harus memiliki kapasitas mental yang baik dan terlatih dalam pengetahuan Kitab Suci (2 Tim.2:15). Dia harus cakap mengajar orang (1 Tim.3:2; 2 Tim. 2:2; 2 Tim. 2:24-25). Kisah Rasul 14:1 berkata “[Paulus dan Barnabas] mengajar sedemikian rupa, sehingga sejumlah besar orang Yahudi dan orang Yunani menjadi percaya.”
Dia harus menjadi seseorang yang bijaksana dalam hal-hal praktikal dan memiliki kemampuan kepemimpinan. Sejumlah besar dari kesuksesan pendeta didasarkan atas penguasaannya terhadap hal-hal praktikal yang berkualitas.
Akhirnya, dia harus mempunyai nama yang baik di luar jemaat (1 Tim.3:7; 2 Kor.4:2; 6:3). Pelayananan sering direndahkan dan dihina oleh orang-orang yang tidak berguna, beberapa dari antara mereka bersalah dengan membuat kompromi terhadap hal-hal yang memalukan.
2.      Kekuatan dari dalam diri pendeta juga diperoleh dari seorang istri yang baik dan bertekun. Keluarga yang baik, yang memiliki sikap yang mendukung pelayanan. Sebuah kehidupan yang dialiri oleh sungai kehidupan, air yang menyegarkan jiwa yang dahaga. Jika seorang pendeta telah menemukan seorang rekan bagi dia, yang telah ditetapkan Allah, maka dia akan memiliki kesiapan dalam membangun pelayanannya dalam fondasi yang teguh. Seorang istri pendeta selayaknya memiliki klasifikasi seperti ini:
Seorang wanita yang merasa bahwa jika dia menjadi istri pendeta maka akan memberikan kesempatan bagi dia untuk melakukan suatu pekerjaan yang efektif yang mungkin dapat dia lakukan bagi Allah.
Seorang yang memiliki keinginan untuk menjadi seorang pelajar Alkitab.
Seorang wanita yang mencintai jemaat, menemukan kesenangan dalam mengunjungi anggota jemaat, bersaksi kepada orang-orang yang terhilang, yang memiliki kemauan untuk mengajar kelas Sekolah Sabat, memiliki keinginan untuk menjenguk orang-orang sakit setiap minggu jika hal itu diperlukan (seringkali wanita akan lebih pantas untuk mengunjungi wanita lain di rumah sakit dari pada pelayan itu sendiri), seseorang yang tidak keberatan untuk membagi waktu terhadap suaminya, seorang ibu rumah tangga yang baik dan yang memiliki hasrat untuk menjadi istri dan ibu yang baik, membuat dirinya sendiri selalu terbuka untuk semua anggota jemaat semampu dia, membuat penampilannya selalu terlihat attraktif, seorang tukang masak yang baik dan menikmati berbagai pertunjukan, memiliki kepribadian yang luwes, berdoa bagi suaminya dan pelayanannya, dan dapat mengenali setiap masalah yang ada dalam jemaat dan menjaga mereka dengan dirinya sendiri.
Betapa seorang istri pendeta yang luar biasa! Allah akan menggandakan kebaikannya diatas dunia.
3.      Hal yang paling pokok dan rahasia kekuatan pendeta terletak pada kehidupan sehari-harinya bersama Allah. Saya telah mendengar perkataan Martin Luther yang berkata bahwa ketika tanggung-jawab dari pekerjaannya menjadi berat, dia tidak dapat menahannya kecuali dengan berdoa sedikitnya empat jam sehari. Seringkali kita justru mengabaikan hal itu, dengan memiliki asumsi bahwa semakin banyak tekanan pekerjaan maka semakin tidak mungkin bagi kita untuk tinggal lama dihadapan Allah. Tetapi yang seharusnya kita lakukan adalah dengan berlutut dalam doa dan mementingkannya lebih dari pada yang lain. Akan ada banyak kesalahan yang akan kita buat jika kita tidak menyerahkannya dalam doa. Akan ada keputusan yang tergesa-gesa yang akan kita ikuti selanjutnya,  melewati batas kemampuan kita, tujuan yang salah yang kita hasilkan, dan jiwa-jiwa terhilang yang tidak pernah kita menangkan, dan hal itu semua disebabkan oleh karena kita tidak berdoa. Semua hal ini, akan menyebabkan kotbah kita menjadi miskin dan kering. Bukan sebuah hal yang membuang-buang waktu bagi seorang pendeta untuk menghabiskan waktu yang panjang dalam doa. Hal ini justru dapat menjadi senjata rahasia baginya dalam menghadapi setiap pencobaan dan kesulitan.
Kita didorong untuk berdoa sesuai dengan contoh dari  umat Allah. Abraham berdiri lama dihadapan Allah, memohon pengampunan atas kota yang akan dibinasakan (Kej. 18:23-33). Musa sangat memohon bagi umatnya bahkan lebih baik bagi dia untuk mati jika mereka tidak diselamatkan (Kel. 32:30-34). Hanna berdoa dengan sangat agar dia boleh memiliki anak (1 Sam.1:10:18). Daniel berdoa bagi kelepasan Israel pada hari penaklukan mereka yang mengerikan (Dan. 9:1-19). Tuhan dan Juruselamat kita, Tuhan Yesus, kerapkali berdoa, kadang-kadang hingga semalaman (Luk. 6:12; Mar.1:35). Jemaat-jemaat berdoa agar mereka bersaksi dengan berani (Kis.4:24-31). Di dalam Wahyu, doa orang-orang kudus naik kehadapan Allah (Why. 8:3-4).
Kita didorong untuk berdoa sehubungan dengan porsi yang besar dari tugas kita. Menghadapi dunia yang hilang, siapa yang sanggup terhadap hal-hal ini? Siapa yang dapat meregenerasikan bahkan seorang anak kecil yang sederhana yang bertanya bagaimana caranya agar beroleh selamat? O Tuhan, betapa kami butuh keselamatan dariMu, penyelamatanMu, kehadiran dari orang-orang yang bertobat! Tugas kita memaksa kita untuk berlutut dalam doa.
Dan seorang pendeta harus berlutut dalam doa, yang memberi kedalam dirinya kekuatan rohani yang hanya diperoleh melalui jalan itu. Hal itu datang melalui Roh Kudus (Mat.10:20).  Sifat dari sebuah kawat listrik tidak berada di dalam kawatnya tetapi didalam sambungannya dengan generator. Kekuatan dari seorang pelayan tidak terletak di dalam budi bahasanya yang halus atau keefektifan dari ilustrasinya atau dalam semangatnya atau dalam penyajian dan pengaturan dari  ceramahnya, tetapi kekuatannya ditemukan dalam hidupnya yang berhubungan dengan Allah dan kapasitasnya untuk bertindak sebagaimana sebuah jaringan yang dihubungkan antara Allah dan jiwa manusia. Adalah Allah yang berada di dalam jiwa manusia, dan hal itu merupakan rahasia dari kekuatan mimbar yang sebenarnya. Jadi seorang pengkotbah harus mengahbiskan waktunya secara sendirian untuk diam bersama dengan Allah. Biarlah dia memperlihatkan seluruh jiwanya dihadapan Allah. Doa merefleksikan kekuatan yang terbesar di dalam diri seorang pelayan. Semua orang ditinggikan, dihormati, dan ditransfusikan bersama kehidupan ilahi sebagaimana dia memiliki suatu persekutuan dengan Allah. Ketika Musa menghampiri Allah di atas gunung, cahaya muka musa begitu cemerlang sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya. Hal itu juga terjadi ketika Yesus berdoa dan dia mengalami transfigurasi (Mat. 17:2). Doa dan meditasi merupakan kekuatan dari pendeta. Kebenaran rohani hanya dapat disingkapkan oleh pikiran rohani (I Kor. 2:14).  Jadi maukah anda memiliki kehidupan doa?
 Kekuatannya dari Luar
    Ada banyak segi permukaan dari kehidupan seorang pendeta yang sangat terbuka dan terlihat oleh jemaat. Jika disana ada pelayanan yang indah, maka sikap hidup dan kebiasaan pendeta menjadi inspirasi bagi jemaatnya; jika ada sesuatu dalam kehidupan pendeta yang memiliki kekurangan dan mengecewakan jemaatnya, lebih baik bagi dia untuk pindah ke pelayanan yang lain sebelum dia mengecewakan orang-orang dan melemparkan dia keluar dari pelayanan dan masuk ke dalam pekerjaan sekuler.
Apa yang menjadi kekuatan luar (kelemahan) dari seorang pendeta? Disini kita dapat melihat beberapa diantaranya.
1.      Dia harus tampil dihadapan jemaat dengan sebuah usaha yang penuh perhatian sebagaimana seorang pelayan injil yang memiliki kelayakan. Kemalasan dan kelalaian seorang pendeta dapat menjadi noda bagi sebuah pelayanan yang baik. Seorang pembersih kantor mungkin dapat bermalas-malasan dan juru masak mungkin seorang yang tidak memiliki nilai, tetapi tidak demikaian dengan pendeta. Dia harus menjadi seorang pekerja yang berusaha lebih keras dari semuanya. Bijaksana dan sungguh-sungguh dalam urusan yang berhubungan dengan jiwa-jiwa jemaatnya, baik siang dan malam dia harus selalu mengajarkan seluruh nasehat Allah (Yehz. 3:17-21; 33:7-9; Kis. 20:27).
2.      Hubungan-hubungan bisnis dari seorang pendeta harus jauh dari celaan. Dia seharusnya tidak memiliki hutang terhadap siapapun (Rom.13:8), dia seharusnya tidak membuat suatu tagihan dimana dia tidak memiliki sebuah jaminan dalam membayar tagihan itu. Sebagai sebuah prinsip hidup, dia seharusnya tidak terjebak dalam masalah hutang piutang. Dia harus hidup dengan pendapatannya sendiri, seberapa besar pun itu, dan dia harus menggunakannya dengan hati-hati dan membuat semuanya sesuai dengan komitmen bisnis dan pengaturan yang baik. Dia harus hidup oleh injil (1 Kor.9:14), dan jika memungkinkan dia dapat menambah pendapatannya dari penghasilan yang di dapat dari pekerjaan yang jujur dan usaha keras  yang lain. Bagi seorang pendeta, ada banyak  resiko yang buruk jika berbisnis dengan dunia tanpa sebuah pemikiran yang baik.
Salah satu akibat yang wajar dan yang akan memberkati serta menolong seorang pendeta yang memiliki prinsip dan kebiasaan yang baik dalam berbisnis adalah keyakinan yang dia miliki akan menimbulkan suatu kemampuan untuk melihat orang-orang yang akan dia pimpin. Jika pendeta merupakan seorang yang baik, memiliki naluri bisnis secara umum, maka orang-orang yang memiliki kemampuan di dalam gereja akan mendengarkan dia pada saat merumuskan anggaran, saat pembangunan gedung gereja, dan program-program lainnya, secara fakta, kemampuannya dalam memimpin orang-orang kedalam setiap usaha perluasan yang memerlukan biaya yang cukup besar akan teruji terutama dalam meyakinkan setiap orang yang memiliki beban terhadap itu.  Akan tetapi yang paling utama bukan hanya sekedar orang yang memiliki visi yang luas tetapi lebih daripada itu dia harus seorang pengkotbah yang memiliki kehidupan doa yang sungguh-sungguh, dan juga dia harus menemukan wilayah untuk menjejakkan semua mimpi-mimpinya.  =====0======

Tidak ada komentar:

Posting Komentar