Kuasa dari Contoh Kehidupan Pribadi
Kotbah yang terbesar, yang termulia, dan
yang terbaik dari yang pernah disampaikan oleh seorang pendeta adalah melalui contoh
hidupnya sendiri. Untuk menjadi penuh kuasa dan bergerak dengan
efektif, dia harus mengejahwantahkan di dalam daging dan tubuhnya sendiri
prinsip rohani yang dia anjurkan. Injil yang didasarkan kepada diri anda adalah
injil yang akan mereka ikuti, bukan terhadap kotbah yang mereka dengar atau
yang ditulis dalam sebuah buku. Sebuah contoh jauh lebih bernilai
daripada kata-kata yang disampaikan dengan baik dan atau dengan sebuah bujukan.
Biarlah seorang pendeta menjadi manusia Allah yang benar dan seluruh dunia
dapat digerakkan oleh hidupnya yang luhur bahkan musuhnya sekalipun.
Paulus mendesak Timotius yang merupakan
anaknya dalam pelayanan dengan kata-kata ini, “Jangan seorangpun menganggap
engkau rendah karena engkau muda. jadilah teladan bagi orang-orang percaya,
dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu, dan
dalam kesucianmu” (1 Tim. 4:12).
Pendeta adalah seorang pendeta dan bukan hanya ketika berada di atas mimbar
tetapi akan lebih berkuasa, lebih dinamis, lebih efektif juga didalam
kehidupannya sehari-hari yang terlihat di depan mata jemaatnya.
Pesan yang Disandarkan Kepada Sebuah Kehidupan
Apa yang dimohon dengan sangat oleh seorang
pendeta di atas mimbar, harus membuat dia menjadi orang pertama yang
mendemostrasikannya di dalam kehidupan pribadinya. Jika dia berkotbah tentang
doa maka dia harus berdoa terlebih dahulu, jika dia berkotbah tentang
kasih, dia terlebih dahulu harus mengasihi, jika dia berkotbah tentang memenangkan
jiwa dia harus menjadi pemenang jiwa terlebih dahulu. Apapun subjeknya dia
harus menjadi orang pertama yang memimpin jemaatnya untuk melihat dan mengikuti
dia dalam contoh hidupnya.
Kekuatan di Dalam Diri
Seorang Pendeta
1. Yang pertama dan yang utama yang menjadi
kekuatan di dalam diri pendeta adalah keyakinannya, jauh di dalam dirinya
sendiri, bahwa Allah telah memanggil dia menjadi seorang pelayan. Jika
kepercayaan ini tidak dapat diguncangkan, semua unsur lain di dalam kehidupan
pendeta akan jatuh kedalam keindahan tempat dan pelayanan.
Tidak ada keraguan bahwa Alkitab menggambarkan bahwa seorang pelayan adalah
seorang manusia Allah. Dalam Perjanjian Lama tidak ada seorang nabi yang berani
masuk ke dalam tugas yang suci ini berdasarkan keinginannya sendiri. Allah
telah memanggil Dia (Ul. 18:20; Yer. 23:30; Yes. 6; Yer. 1:4-10).
Para pelayan di Perjanjian Baru selalu dibicarakan sebagai petugas yang
ditunjuk oleh Allah (Kis. 20:28; Kol. 4:17). Paulus dan Barnabas telah
dikhususkan untuk pekerjaan dimana Roh Kudus telah memanggil mereka (Kis.
13:2). Pelayanan merupakan sebuah karunia khusus yang diberikan oleh Kristus
kepada jemaat (Ef. 4:11-12). Karunia-karunia untuk petugas ini ditetapkan oleh
Allah dan orang yang dikirim ke pelayanan dilakukan oleh Allah sendiri dalam
menjawab doa dari jemaat Roma (Roma 12:6-7; Luk. 10:1-3).
Pelayan dari Kristus disebut juga sebagai “utusan-utusan Kristus” (2 Kor.
5:20); yang berarti mereka datang dan berbicara atas namaNya. Mereka adalah
pelayan dari tugas penyelengaraan Allah yang dipercayakan untuk memberitakan
injil kepada manusia. Salah satu kata yang paling kuat dalam Perjanjian Baru
yang berhubungan dengan panggilan pelayanan ditemukan dalam tulisan Paulus di 1
Korintus 9:16-17:
Karena jika aku memberitakan injil, aku tidak mempunyai alasan untuk
memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku jika aku
tidak memberitakan Injil.
Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, pemberitaan
itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku.
Hal itu harus selalu berada dalam hidup pendeta, sebuah tugas yang
kekal untuk memberitakan injil!
Terhadap seorang pelayan injil disana harus selalu ada panggilan dari dalam
dirinya yang tidak dapat dipadamkan. Ada sebuah ketetapan dan hasrat serta
perhatian bagi pekerjaan yang sudah menjadi bagian dalam diri pendeta (1Tim.
3:1). Hasrat ini berasal dari Allah sendiri. Itu merupakan sebuah antusiasme
yang kekal terhadap pekerjaan, sebagaimana dia memproklamasikan pesan Allah
untuk menyelamatkan manusia (Kis. 20:24). Lalu tentu saja, ada panggilan dari
jemaat, panggilan dari luar. Hal ini dieskpresikan dalam pendirian jemaat,
hasil dari sebuah keyakinan bahwa orang tersebut telah memiliki kualifikasi
untuk menjadi pelayan injil. Tetapi jika hanya orang itu yang percaya bahwa dia
telah dipanggil untuk pelayanan itu maka itu sebuah tanda yang pasti bahwa dia
tidak dipanggil. Jika seseorang dipanggil Allah untuk berkotbah maka orang lain
akan merasakan hal itu dan mewujudkannya.
Seseorang yang telah dipanggil Allah didalam dirinya sendiri harus memiliki
keyakinan dan pendirian yang dalam bahwa dia “ada di dalam Kristus.” Kesalahan
dalam hal ini akan membawa akibat yang fatal—fatal bagi pelayanan itu sendiri
dan juga fatal bagi jemaat dimana Allah telah menempatkan mereka di bawa
pengembalaannya.
Seorang pelayan juga harus memiliki sebuah kesalehan yang dalam (1
Tim.4:12). Seperti yang telah kita sampaikan, bahwa dia merupakan sebuah model
bagi jemaat. Dia harus menjadi corong iman (1 Tim.1:13; Titus 2:1). Dia harus
memiliki kapasitas mental yang baik dan terlatih dalam pengetahuan Kitab Suci
(2 Tim.2:15). Dia harus cakap mengajar orang (1 Tim.3:2; 2 Tim. 2:2; 2 Tim.
2:24-25). Kisah Rasul 14:1 berkata “[Paulus dan Barnabas] mengajar sedemikian
rupa, sehingga sejumlah besar orang Yahudi dan orang Yunani menjadi percaya.”
Dia harus menjadi seseorang yang bijaksana dalam hal-hal praktikal dan
memiliki kemampuan kepemimpinan. Sejumlah besar dari kesuksesan pendeta
didasarkan atas penguasaannya terhadap hal-hal praktikal yang berkualitas.
Akhirnya, dia harus mempunyai nama yang baik di luar jemaat (1 Tim.3:7; 2
Kor.4:2; 6:3). Pelayananan sering direndahkan dan dihina oleh orang-orang yang
tidak berguna, beberapa dari antara mereka bersalah dengan membuat kompromi
terhadap hal-hal yang memalukan.
2. Kekuatan dari dalam diri pendeta juga diperoleh
dari seorang istri yang baik dan
bertekun. Keluarga yang baik, yang memiliki sikap yang mendukung pelayanan.
Sebuah kehidupan yang dialiri oleh sungai kehidupan, air yang menyegarkan jiwa
yang dahaga. Jika seorang pendeta telah menemukan seorang rekan bagi dia, yang
telah ditetapkan Allah, maka dia akan memiliki kesiapan dalam membangun
pelayanannya dalam fondasi yang teguh. Seorang istri pendeta selayaknya
memiliki klasifikasi seperti ini:
Seorang wanita yang merasa bahwa jika dia menjadi istri pendeta maka akan
memberikan kesempatan bagi dia untuk melakukan suatu pekerjaan yang efektif
yang mungkin dapat dia lakukan bagi Allah.
Seorang yang memiliki keinginan untuk menjadi seorang pelajar Alkitab.
Seorang wanita yang mencintai jemaat, menemukan kesenangan dalam
mengunjungi anggota jemaat, bersaksi kepada orang-orang yang terhilang, yang
memiliki kemauan untuk mengajar kelas Sekolah Sabat, memiliki keinginan untuk
menjenguk orang-orang sakit setiap minggu jika hal itu diperlukan (seringkali
wanita akan lebih pantas untuk mengunjungi wanita lain di rumah sakit dari pada
pelayan itu sendiri), seseorang yang tidak keberatan untuk membagi waktu
terhadap suaminya, seorang ibu rumah tangga yang baik dan yang memiliki hasrat
untuk menjadi istri dan ibu yang baik, membuat dirinya sendiri selalu terbuka
untuk semua anggota jemaat semampu dia, membuat penampilannya selalu terlihat
attraktif, seorang tukang masak yang baik dan menikmati berbagai pertunjukan,
memiliki kepribadian yang luwes, berdoa bagi suaminya dan pelayanannya, dan
dapat mengenali setiap masalah yang ada dalam jemaat dan menjaga mereka dengan
dirinya sendiri.
Betapa seorang istri pendeta yang luar biasa! Allah akan menggandakan
kebaikannya diatas dunia.
3. Hal yang paling pokok dan rahasia kekuatan
pendeta terletak pada kehidupan sehari-harinya bersama Allah. Saya telah
mendengar perkataan Martin Luther yang berkata bahwa ketika tanggung-jawab dari
pekerjaannya menjadi berat, dia tidak dapat menahannya kecuali dengan berdoa
sedikitnya empat jam sehari. Seringkali kita justru mengabaikan hal itu, dengan
memiliki asumsi bahwa semakin banyak tekanan pekerjaan maka semakin tidak
mungkin bagi kita untuk tinggal lama dihadapan Allah. Tetapi yang seharusnya
kita lakukan adalah dengan berlutut dalam doa dan mementingkannya lebih dari
pada yang lain. Akan ada banyak kesalahan yang akan kita buat jika kita tidak
menyerahkannya dalam doa. Akan ada keputusan yang tergesa-gesa yang akan kita
ikuti selanjutnya, melewati batas kemampuan kita, tujuan yang salah yang
kita hasilkan, dan jiwa-jiwa terhilang yang tidak pernah kita menangkan, dan
hal itu semua disebabkan oleh karena kita tidak berdoa. Semua hal ini, akan
menyebabkan kotbah kita menjadi miskin dan kering. Bukan sebuah hal yang
membuang-buang waktu bagi seorang pendeta untuk menghabiskan waktu yang panjang
dalam doa. Hal ini justru dapat menjadi senjata rahasia baginya dalam
menghadapi setiap pencobaan dan kesulitan.
Kita didorong untuk berdoa sesuai dengan contoh dari umat Allah.
Abraham berdiri lama dihadapan Allah, memohon pengampunan atas kota yang akan
dibinasakan (Kej. 18:23-33). Musa sangat memohon bagi umatnya bahkan lebih baik
bagi dia untuk mati jika mereka tidak diselamatkan (Kel. 32:30-34). Hanna
berdoa dengan sangat agar dia boleh memiliki anak (1 Sam.1:10:18). Daniel
berdoa bagi kelepasan Israel pada hari penaklukan mereka yang mengerikan (Dan.
9:1-19). Tuhan dan Juruselamat kita, Tuhan Yesus, kerapkali berdoa,
kadang-kadang hingga semalaman (Luk. 6:12; Mar.1:35). Jemaat-jemaat berdoa agar
mereka bersaksi dengan berani (Kis.4:24-31). Di dalam Wahyu, doa orang-orang
kudus naik kehadapan Allah (Why. 8:3-4).
Kita didorong untuk berdoa sehubungan dengan porsi yang besar dari tugas
kita. Menghadapi dunia yang hilang, siapa yang sanggup terhadap hal-hal ini?
Siapa yang dapat meregenerasikan bahkan seorang anak kecil yang sederhana yang
bertanya bagaimana caranya agar beroleh selamat? O Tuhan, betapa kami butuh
keselamatan dariMu, penyelamatanMu, kehadiran dari orang-orang yang bertobat!
Tugas kita memaksa kita untuk berlutut dalam doa.
Dan seorang pendeta harus berlutut dalam doa, yang memberi kedalam dirinya
kekuatan rohani yang hanya diperoleh melalui jalan itu. Hal itu datang melalui
Roh Kudus (Mat.10:20). Sifat dari sebuah kawat listrik tidak berada di
dalam kawatnya tetapi didalam sambungannya dengan generator. Kekuatan dari
seorang pelayan tidak terletak di dalam budi bahasanya yang halus atau
keefektifan dari ilustrasinya atau dalam semangatnya atau dalam penyajian dan
pengaturan dari ceramahnya, tetapi kekuatannya ditemukan dalam hidupnya
yang berhubungan dengan Allah dan kapasitasnya untuk bertindak sebagaimana
sebuah jaringan yang dihubungkan antara Allah dan jiwa manusia. Adalah Allah
yang berada di dalam jiwa manusia, dan hal itu merupakan rahasia dari kekuatan
mimbar yang sebenarnya. Jadi seorang pengkotbah harus mengahbiskan waktunya
secara sendirian untuk diam bersama dengan Allah. Biarlah dia memperlihatkan
seluruh jiwanya dihadapan Allah. Doa merefleksikan kekuatan yang terbesar di
dalam diri seorang pelayan. Semua orang ditinggikan, dihormati, dan
ditransfusikan bersama kehidupan ilahi sebagaimana dia memiliki suatu
persekutuan dengan Allah. Ketika Musa menghampiri Allah di atas gunung, cahaya
muka musa begitu cemerlang sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan
menatapnya. Hal itu juga terjadi ketika Yesus berdoa dan dia mengalami
transfigurasi (Mat. 17:2). Doa dan meditasi merupakan kekuatan dari pendeta.
Kebenaran rohani hanya dapat disingkapkan oleh pikiran rohani (I Kor. 2:14). Jadi maukah anda memiliki kehidupan doa?
Kekuatannya dari Luar
Ada
banyak segi permukaan dari kehidupan seorang pendeta yang sangat terbuka dan
terlihat oleh jemaat. Jika disana ada pelayanan yang indah, maka sikap hidup
dan kebiasaan pendeta menjadi inspirasi bagi jemaatnya; jika ada sesuatu dalam
kehidupan pendeta yang memiliki kekurangan dan mengecewakan jemaatnya, lebih
baik bagi dia untuk pindah ke pelayanan yang lain sebelum dia mengecewakan orang-orang
dan melemparkan dia keluar dari pelayanan dan masuk ke dalam pekerjaan sekuler.
Apa yang menjadi kekuatan luar (kelemahan) dari seorang pendeta? Disini
kita dapat melihat beberapa diantaranya.
1. Dia harus tampil dihadapan jemaat dengan
sebuah usaha yang penuh perhatian sebagaimana seorang pelayan injil yang
memiliki kelayakan. Kemalasan dan kelalaian seorang pendeta dapat menjadi noda
bagi sebuah pelayanan yang baik. Seorang pembersih kantor mungkin dapat
bermalas-malasan dan juru masak mungkin seorang yang tidak memiliki nilai,
tetapi tidak demikaian dengan pendeta. Dia harus menjadi seorang pekerja yang
berusaha lebih keras dari semuanya. Bijaksana dan sungguh-sungguh dalam urusan
yang berhubungan dengan jiwa-jiwa jemaatnya, baik siang dan malam dia harus
selalu mengajarkan seluruh nasehat Allah (Yehz. 3:17-21; 33:7-9; Kis. 20:27).
2. Hubungan-hubungan bisnis dari seorang
pendeta harus jauh dari celaan. Dia seharusnya tidak memiliki hutang terhadap
siapapun (Rom.13:8), dia seharusnya tidak membuat suatu tagihan dimana dia
tidak memiliki sebuah jaminan dalam membayar tagihan itu. Sebagai sebuah
prinsip hidup, dia seharusnya tidak terjebak dalam masalah hutang piutang. Dia
harus hidup dengan pendapatannya sendiri, seberapa besar pun itu, dan dia harus
menggunakannya dengan hati-hati dan membuat semuanya sesuai dengan komitmen
bisnis dan pengaturan yang baik. Dia harus hidup oleh injil (1 Kor.9:14), dan
jika memungkinkan dia dapat menambah pendapatannya dari penghasilan yang di
dapat dari pekerjaan yang jujur dan usaha keras yang lain. Bagi seorang
pendeta, ada banyak resiko yang buruk
jika berbisnis dengan dunia tanpa sebuah pemikiran yang baik.
Salah satu akibat yang wajar dan yang akan memberkati serta menolong
seorang pendeta yang memiliki prinsip dan kebiasaan yang baik dalam berbisnis
adalah keyakinan yang dia miliki akan menimbulkan suatu kemampuan untuk melihat
orang-orang yang akan dia pimpin. Jika pendeta merupakan seorang yang baik,
memiliki naluri bisnis secara umum, maka orang-orang yang memiliki kemampuan di
dalam gereja akan mendengarkan dia pada saat merumuskan anggaran, saat
pembangunan gedung gereja, dan program-program lainnya, secara fakta,
kemampuannya dalam memimpin orang-orang kedalam setiap usaha perluasan yang
memerlukan biaya yang cukup besar akan teruji terutama dalam meyakinkan setiap
orang yang memiliki beban terhadap itu. Akan tetapi yang paling utama
bukan hanya sekedar orang yang memiliki visi yang luas tetapi lebih daripada
itu dia harus seorang pengkotbah yang memiliki kehidupan doa yang
sungguh-sungguh, dan juga dia harus menemukan wilayah untuk menjejakkan semua
mimpi-mimpinya. =====0======
Tidak ada komentar:
Posting Komentar