Rabu, 14 Januari 2015

Membahas tentang: Teologi Kemakmuran


Artikel ini merupakan penjelasan singkat dan analisa kritis mengenai gerakan Teologi Kemakmuran, yang baru-baru ini sedang naik daun di berbagai bagian dunia, termasuk Amerika Serikat dan Skandinavia.
Teologi Kemakmuran berarti satu teologi yang menuntut orang Kristen sejati:
  • menjadi kaya dan sehat, untuk dinikmati sendiri dan menjadi makmur dalam seluruh aspek hidupnya;
  • memiliki natur Allah;
  • harus dibaptis dengan Roh Kudus, dengan tanda bukti yang tidak mungkin salah yaitu memiliki karunia berbahasa lidah (glossolalia), karunia penyembuhan dan melakukan mujizat. Teologi kemakmuran menyatakan bahwa mereka yang mengaku diri orang Kristen tapi tidak memiliki ciri-ciri ini, bukanlah orang Kristen atau orang Kristen yang lemah imannya atau hidup dalam dosa.

Observasi Pendahuluan
Sebelum membahas 3 point di atas satu persatu, ada beberapa observasi pendahuluan. Pertama, pengikut Teologi Kemakmuran menolak Pentakosta tradisional seperti yang telah mantap di dunia barat. Bahkan jika Teologi Kemakmuran mempunyai ciri kharismatik, tidak dapat dicampurbaurkan dengan gerakan kharismatik tahun 1960-an yang mempengaruhi hampir semua bagian dari aliran Protestan dan juga gereja Katolik pada beberapa negara. Berbicara secara umum, Teologi Kemakmuran dapat dijelaskan sebagai satu degenerasi dan gerakan kharismatik yang radikal ekstrim. Teologi Kemakmuran mempunyai pendiri, teolog dan pengkhotbah: Norman Vincent Peale, Kenneth E. Hagin, Kenneth Copeland, Robert H. Schuller, Paul Yonggi Cho, E.W. Kenyon, Jim Casemann, UlfEkman (dari Swedia), Hans Braterud (dari Norwegia). Akar ideologi Teologi Kemakmuran dapat ditemukan, antara lain dari pengkhotbah anthropologi optimis yang disebut juga Gerakan Zaman Baru dan psikologi berpikir positifnya Carl Rogers dan Roberto Assagioli. Kondisi selanjutnya yang dapat dicatat:
  1. Menunjukkan cara dari iman "paksaan" dalam tiap individu -- iman dalam janji mengenai kemakmuran.
  2. Pendekatan hermeneutik yang istimewa, yang cenderung menolak pendekatan Kristen ortodoks kepada Alkitab, yang menyatakan bahwa Perjanjian Lama harus ditafsirkan dalam terang Perjanjian Baru; pengajaran Yesus dan para rasul adalah kriteria mutlak untuk penafsiran Perjanjian Lama dan sebagai penilai dari segala jenis pengalaman religius.
  3. Sikap memberhalakan pemimpin-pemimpin mereka dari pengikut Teologi Kemakmuran: kata-kata dan nasihat dari pemimpin yang berotoritas, yang dipandang sebagai nabi, rasul, bahkan Kristus sendiri, yang harus diterima tanpa syarat. Dalam hal ini Teologia Kemakmuran mempunyai kecenderungan yang sama dengan People Temple Full Gospel Church yang dipimpin oleh James Warren Jones (alias Jim Jones).

Doktrin Pokok
Kita akan meneliti 3 pokok utama dari Teologi Kemakmuran ini. Mereka mengklaim mendapat dukungan dari Alkitab tapi tiap kasus yang dipermasalahkan menunjukkan pernyataan mereka yang berlebih-lebihan dan atau salah penafsiran mengenai ajaran Alkitab.
  1. Untuk mempertahankan pandangan bahwa seorang Kristen harus makmur dan kaya, Teologia Kemakmuran menunjuk kepada Perjanjian Lama, contohnya janji Allah kepada Abaraham (Kej. 12:1-2), berkat Allah atas Ayub (Ayb. 42:10-17), dan kepada Yesaya (Yes. 52:13) di mana kita baca, "Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil..." Cara menunjuk kepada Perjanjian Lama seperti ini dapat dikatakan menggampangkan. Dengan menghargai janji Allah kepada Abraham dan tokoh-tokoh iman yang besar lainnya (bandingkan Ibr. 11:1-28), bagian ini dipandang dalam Gal. 3:16-20 dan Ibr. 11:39 dalam pengertian rohani, dan digenapi tidak dalam Perjanjian Lama tapi Perjanjian Baru, dalam kedatangan Tuhan Yesus dan karya-Nya bagi gereja-Nya. Dengan menghargai Yes. 52:13, ayat ini tidak dapat ditafsirkan sebagai kemakmuran materi seperti yang ditunjukkan Teologi Kemakmuran. Karena Yes. 52 dan 53 ditafsirkan dalam Perjanjian Baru mengenai penderitaan Yesus, Mesias. Teologi Kemakmuran gagal untuk menafsirkan Perjanjian Lama secara tepat dalam terang Perjanjian Baru. Sejauh Ayub dilibatkan, benar bahwa Allah memberkati Ayub di bidang materi setelah ia menderita dalam waktu yang cukup panjang, tapi kitab Ayub bukan menceritakan bagaimana Allah selalu memberkati yang setia tapi mengenai bagaimana orang yang paling setia pun dapat menderita dan menghadapi keputusasaan. Dari 4 teman Ayub yang mencoba untuk menghiburnya, hanya satu (Elihu) yang mengerti situasi Ayub dengan tepat, yang lain mengkhotbahkan Ayub suatu teologi yang sama dengan Teologi Kemakmuran (Ayb. 32:1-22; 42:7). Tokoh-tokoh dari Teologi Kemakmuran mempertahankan teologi mereka terhadap jenis argumen ini dengan menekankan bahwa roh dalam manusialah, dan bukan tubuhnya yang membuat sempurna dalam tindakan keselamatan, tapi dualisme tubuh - roh ini berasal dari Gnostik (yang mengajarkan tubuh sebagai materi adalah jahat dan roh yang bersifat ilahi adalah baik dan keduanya terus bertentangan) tidak alkitabiah.
    Tidak dipertanyakan bahwa Perjanjian Lama (dan sedikit menyangkut Perjanjian Baru) dapat melihat kemakmuran duniawi sebagai berkat yang diberikan Allah. Walaupun hanya beberapa bagian yang menyatakan poin ini, yang lain menyatakan dengan jelas bahwa bahkan seseorang yang tidak benarpun dapat makmur dan sukses, sementara orang benar kadang mengalami ketidakberuntungan. Perjanjian Baru, secara keseluruhan, negatif terhadap kekayaan (lihat Mat. 13:22; 19:24; Mrk. 4:19; Luk. 1:53; 6:24; 1Tim. 6:9, 17; Yak. 1:11; 2:5-6; 5:1).
    Teologi Kemakmuran juga memberitakan bahwa orang Kristen harus sehat dan bahwa penyakit adalah tanda dari dosa dan kurang beriman. Alkitab dikatakan menjanjikan kesembuhan kepada setiap orang Kristen. Beberapa dari kutipan Alkitab yang paling mendukung pandangan ini adalah Yes. 53:4-6; Mrk. 16:15-18; Yak. 5:13-16; dan 1Pet. 2:24. Apa yang dapat dikatakan mengenai pandangan ini? Pertama, walaupun bagian-bagian yang ditunjukkan harus ditangani secara serius, Perjanjian Baru sendiri menjelaskan bahwa penyakit tidak selalu merupakan konsekuensi dari dosa tertentu yang dilakukan oleh seseorang yang sedang atau menjadi sakit, misalnya Yoh. 9:1-3. Kedua, ada contoh-contoh dalam Perjanjian Baru mengenai orang Kristen menjadi sakit tanpa ada alasan untuk menganggap bahwa ini dapat dihubungkan dengan beberapa dosa yang mereka lakukan, contohnya Flp. 2:25-27; 1Tim. 5:23; 2Tim. 4:20. Ketiga, meskipun Perjanjian Baru tidak memandang kesakitan atau penderitaan memiliki nilai intrinsik -- penderitaan tidak bernilai dalam penderitaan itu sendiri -- dapat menjadi alat yang bernilai karena dapat memimpin kepada suatu hal yang baik, misalnya kesabaran; lihat Rm. 5:3-5; 8:35-37. Akhirnya, Perjanjian Baru tidak menjanjikan kita hidup tanpa penderitaan atau masalah Kerajaan Allah dengan berkat-berkatnya (termasuk berkat jasmani) telah datang ke dalam sejarah bersama Yesus, tapi sebagai orang Kristen kita hanya 'mencicipi' Kerajaan Allah, yang kepenuhannya kita harapkan dan rindukan (lihat Rm. 8:18-28; 2Kor. 5:6-8; Why. 21:23-27; 22:1-5).
  2. Dalam pengertian yang sesungguhnya orang Kristen menerima, di dalam dan melalui Roh Kudus, sebuah sharing dalam kehidupan ilahi dan natur ilahi; tapi pendukung dari Teologi Kemakmuran terlalu menyederhanakan dan menuntun kepada pengertian yang salah dari konsep ini, gagal untuk menghormati semua dimensi dari pandangan Perjanjian Baru mengenai keselamatan. Kata 'keselamatan' dipakai dalam Perjanjian Baru dalam pengertian pertobatan (Kis. 2:40, 47), misalnya mengenai sesuatu yang sudah lengkap, dan juga menunjukkan suatu hal yang eskatologis dan belum lengkap (Rm. 13:11-14). Teologi Kemakmuran mengecaukan dua penekanan keselamatan ketika menyatakan bahwa orang Kristen telah diselamatkan dalam pengertian eskatologis yang sesungguhnya, seperti mereka menekankan untuk menjadi sempurna selama hidup di dunia. Seorang dapat dengan mudah membuktikan ketidakbenaran doktrin ini dengan menunjukkan bahwa jika orang Kristen memiliki natur ilahi dalam pengertian eskatologis, mereka tidak akan mati. Faktanya, seperti yang diajarkan Alkitab, semua orang harus mati (2Kor. 5:10; Ibr. 9:27). Rasul Paulus menyatakan dengan jelas bahwa ia tidak menjadi sempurna, sebaliknya ia memandang dirinya sendiri sebagai orang yang paling berdosa (Fil. 3:12-14; 1Tim. 1:15).
  3. Penekanan Teologi Kemakmuran bahwa baptisan dari Roh Kudus dan karunia Roh, khususnya pada karunia penyembuhan, dapat dilihat sebagai satu protes terhadap gereja-gereja yang sudah ditertibkan termasuk Pentakosta. Mereka dapat dikatagorikan Teologi Kemakmuran sebagai golongan konservatif, yang terlalu berani dalam pendekatan terhadap Alkitab, dan dapat mendatangkan malapetaka dengan mengabaikan karunia Roh Kudus. Menurut pendapat saya, Teologi Kemakmuran benar dalam menunjuk kekurangan dalam banyak gereja lokal. Namun demikian, salah dalam cara memberitakan apa yang kurang dalam gereja lokal tersebut. Misalnya, meskipun sungguh benar untuk mengatakan bahwa Perjanjian Baru melihat setiap orang Kristen mengambil bagian dalam pekerjaan Roh Kudus, tidak benar untuk mengatakan bahwa Roh Kudus akan memberikan setiap orang percaya karunia berbahasa lidah atau karunia pengajaran (atau untuk materi kesehatan fisik yang sempurna). Rasul Paulus dalam menanggapi ide yang hampir sama dengan yang ada dalam Teologi Kemakmuran, mengemukakan dengan sangat jelas dalam 1Kor. 12:1-31 bahwa semua karunia Roh Kudus diberikan kepada anggota-anggota yang berbeda dalam gereja menurut kehendak Roh Kudus dan demi pertumbuhan jemaat.

Kesimpulan :
Melalui sejarah gereja, sejak zaman Perjanjian Baru, kelompok-kelompok radikal orang Kristen mengenali beberapa ciri Teologi Kemakmuran telah muncul, dan ketidakbenaran pandangan mereka telah dibuktikan oleh teolog-teolog besar dari gereja. Jika seorang bertanya mengapa gerakan religius seperti Teologi Kemakmuran bangkit secara khusus dalam dunia barat yang modern, jawaban umum yang harus diberikan adalah bahwa gereja-gereja tradisional seringkali gagal untuk memberitakan mengenai karunia-karunia Roh Kudus, dan tidak efektif dalam kemungkinan penyembuhan supranatural pada masa kini. Tetapi disamping itu juga ada penyebab ideologi, ekonomi dan sosial. Faktor ideologi adalah bahwa manusia (khususnya kaum muda) kurang, tapi menantikan jawaban berotoritas bagi keberadaan mereka, agama mereka dan pertanyaan politik mereka. Faktor ekonomi adalah menyebarnya ketidakstabilan ekonomi dalam bagian dunia yang kaya dan miskin, kondisi inflasi, tidak tersedianya lapangan pekerjaan, dsb. Faktor-faktor seperti ini membangkitkan kekuatiran dan perasaan tidak aman mengenai masa depan. Dengan berita yang sederhana dan khotbah yang berotoritas, Teologi Kemakmuran muncul dan memberikan kelegaan kepada banyak orang. Ada kesembuhan. Ada persekutuan yang hangat; pertemuan yang tidak formal dikaitkan dengan gerakan Teologi Kemakmuran -- dengan musik, menyanyi dan menangis -- fungsi seperti sejenis terapi mental untuk banyak orang di barat yang kekurangan persekutuan antara manusia dan hubungan sosial yang menyenangkan.
Tidak heran bahwa gerakan yang menjanjikan kemakmuran ekonomi, natur ilahi, kesehatan, kuasa untuk melakukan mujizat dan persekutuan yang indah (dalam beberapa kasus menjadi hidup bersama-sama) muncul menjadi natur homo ekonomikus dan homo sapiens!
Di tempat Teologi Kemakmuran memberikan gambaran jelas kepada sekelompok orang, sering juga mendatangkan konsekuensi bencana pada kesehatan mental mereka yang ingin menjadi Kristen tapi tidak mengalami semua berkat yang (dianggap) disediakan oleh para pengkhotbah Teologi Kemakmuran. Orang-orang yang mengalami hal sedemikian seperti di Swedia dan Norwegia, sering menjadi terganggu secara mental dan membutuhkan pastoral konseling dari psikolog dan pendeta.
Dari pandangan filsafat agama, Teologi Kemakmuran memberikan kesempatan bangkitnya banyak pertanyaan penting; termasuk pertanyaan-pertanyaan mengenai pandangan alkitabiah tentang kejahatan dan kesengsaraan, mengenai bagaimana kuasa dan aktifitas setan dapat dihubungkan dengan pandangan alkitabiah bahwa Allah adalah Mahakuasa, Mahatahu, dan Bapa pemelihara yang penuh cinta kasih, mengenai natur dan hubungan antara pembenaran dan penyucian, dan di atas segalanya mengenai Etika Kristen. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak dapat dijelaskan dan didiskusikan di sini. Cukup untuk mengatakan sebagai kesimpulan bahwa Teologi Kemakmuran memberikan suatu kebenaran Kristen yang menarik tanpa disadari, tapi berbahaya dan sudah kena distorsi. Orang Kristen harus berjaga-jaga terhadapnya, tidak hanya dengan menekankan pada penafsiran yang benar mengenai ajaran alkitabiah yang relevan tapi juga dengan berusaha untuk mengerjakan dan hidup berdasarkan pola hidup Kristen lebih setia bersama dengan gereja milik Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar